Adidas
selama ini telah mensposori klub-klub besar dari seluruh dunia mulai dari Real
Madrid dari Spanyol, Chelsea dan Liverpool dari Inggris, Bayer Munich dari
Jerman serta AC Milan dari Italia. Selain itu, Adidas juga mensponsori beberapa timnas.
Saat ini ada enam timnas yang disponsori dan akan turun pada babak final UEFA
Euro 2012 di Polandia dan Ukraina di antaranya adalah Jerman dan Spanyol.
Pada event empat tahunan itu, Adidas juga
mendapatkan kepercayaan menjadi official match ball UEFA Euro 2012. Bola yang
akan digunakan adalah Tango 12. Untuk menghasilkan bola ini dibutuhkan waktu
selama dua tahun untuk melakukan riset yang melibatkan pemain, federasi serta
klub elite.
"Bola ini juga diujicobakan ke 16 tim yang turun di Euro 2012 nanti. Masing-masing tim mendapatkan jatah 30 bola," kata Monica Ang menambahkan.
"Bola ini juga diujicobakan ke 16 tim yang turun di Euro 2012 nanti. Masing-masing tim mendapatkan jatah 30 bola," kata Monica Ang menambahkan.
Benarkah Nike
Connection yang membantu memuluskan pendanaan kepindahan Alexis
Sanchez yang kebetulan disponsori Nike agar bisa pindah ke Barcelona (yang juga
disponsori Nike) ? Kenapa Nike Connection tak semulus dalam
upaya Barca mendatangkan Fabregas dan Arsenal yang ketiga - tiganya disponsori
Nike ? Atau sedemikian tak punya uang – kah Barca
yang seharusnya sedang
menikmati gelimang uang hadiah Liga BBVA Spanyol dan Liga Champions ?
Benarkah Nike Connectionmungkin kembali berjalan dalam jalinan
tripartit Nike Connection Sneijder – Inter Milan – MU agar Sneijder pindah ke
MU ?
Hadirnya Nike saat
menjadi pesaing utama adidas, memang memberi warna dan dinamika dalam apparel
olahraga, apaalgi di sepakbola. Awalnya AS tak tertarik dengan sepakbola,
yang benar – benar sepakbola. Ya, AS memiliki cara sendiri mengartikan
“Sepakbola”, dengan hadirkan “American Football” yang justru memakai tangan
pula untuk bermain. Semua berubah sejak Piala Dunia 1994, yang ironisnya,
dibantu pelaksanaannya oleh perusahaan asing bernama adidas (karena FIFA punya
kontrak jangka panjang dengan adidas) yang selanjutnya hadirkan rivalitas
bernilai puluhan miliar dollar AS hingga kini.
Harus diketahui, sejak
Piala Dunia 1962 di Chili, dan (setelah kontrak diperpanjang hingga) Piala
Dunia 2014 di Brasil nantinya, FIFA telah bekerjasama dengan Adidas untuk
menyediakan peralatan pendukung pelaksanaan Piala Dunia, dan kegaiatan FIFA lainnya,
termasuk pada Piala Dunia 1994 di AS. Barulah perusahaan AS (awalnya) menyadari
bahwa potensi ekonomi akan sepakbola begitu dahsyat, yang kemudian direspon
oleh Nike untuk ikut terjun pada bisnis sepakbola.
Hal ini juga karena
awalnya publik AS bertanya – tanya, mengapa perusahaan Jerman harus susah payah
membangun unit usaha terpisah (Adidas America, awalnya perusahaan olahraga AS
yang diakuisisi Adidas kemudian diubah merk dagangnya), membiayai sepenuhnya
penyelenggaraan liga sepakbola dengan tajuk Major League Soccer (1993, karena
sepakbola umumnya disebut oleh warga AS dengan Soccer) yang berbeda dengan NFL.
Maka, profit yang dikumpul Nike hingga saat itu (utamanya dari basket) mulai
dialihkan untuk ekspansi ke “sepakbola yang sesungguhnya”.
Maka tak heran,
rivalitas antar klub di berbagai liga sepakbola, menjadi representasi upaya
untuk tidak saling mengalah antara Adidas dan Nike, dan nantinya kadang menjadi
ironis. Hal itu untuk saling membangun citra, serta menutup citra lainnya.
Misal, jika anda memilih Milan sebagai contoh rivalitas klub sekota, kita akan
melihat warna merah didukung Adidas dan pihak biru oleh Nike. Uniknya, Paolo
Maldini sebagai pemain legenda di AC Milan memakai Nike, sementara Javier
Zanetti di Inter justru memakai Adidas. Atau menengok rivalitas terbesar di
Amerika Latin, yaitu di Argentina, berpusat di Buenos Aires dengan tajuk “Super
Classico” antara Boca Juniors (Nike) dan River Plate (Adidas). Juga di London,
antara Chelsea (Adidas) melawan Arsenal (Nike).
Atau kita tahu bahwa
Brasil sejak 1998 disponsori Nike tapi klub yang bermain di satdion keramat
Brasil, yaitu Maracana, adalah Fluminense dengan Adidas. Hal itu mungkin ingin
dibalas Nike dengan fakta di Jerman yang “sangat” Adidas, tapi klub ibukota
yaitu Hertha Berlin disponsori Nike. Ironisnya, Adidas tentu senang saat
pertandingan terakhir klub “paling adidas” (karena tempat asal Adidas
didirikan, di Herzogenaurach, kota kecil dekat Munich) Bayern Munich di
Bundesliga dimainkan di Olimpia Berlin untuk memastikan salah satu “klub Nike
di Jerman” terdegradasi.
Yang paling
kontroversial mungkin Spanyol, baik dalam konteks “Derby Madrid” maupun “Derby
Espana”. Maksud Derby Madrid adalah Real Madrid (Adidas) melawan Atletico
Madrid (Nike). Untuk Derby Espana, tentu saja Real Madrid melawan Barcelona
(Nike). Konflik pencitraan antara Adidas dan Nike menjadi lebih unik disini. 10
tahun lalu, karena tak ingin salah satu pemain terbaik yang disponsori Adidas,
yaitu Zinedine Zidane, tertutup citra “Adidas” nya (karena Juventus memilih
disponsori Nike), kolaborasi Adidas dan Real Madrid hadirkan transfer terbesar
saat itu agar Zidane ke El Real. Hal sama saat aset terbesar Adidas, David
Beckham, harus dijaga nilai komersialnya saat MU memilih Nike.
Uniknya, kini El Real
hadirkan transfer raksasa pada Christiano Ronaldo yang disponsori Nike, dan
justru jadi “kemenangan” Adidas karena Nike gagal mengeksplorasi nilai
komersial CR9 saat membela MU yang didukung Nike. Asal tahu saja, terlepas
“tanpa gelar” yang harus dialami El Real meski mengeluarkan dana hingga 250
juta Euro untuk tahun 2009, mereka tetap profit. Bahkan meski 2011 ini Madrid
hanya menjuarai Copa del Rey, mereka tetap profit amat besar. Bandingkan dengan
Barca, yang menjuarai La Liga, dan utamanya Liga Champions (yang artinya
mendapat hadiah uang amat besar pula), tapi tak kunjung bisa membeli Fabregas
karena dianggap “kemahalan”.
Transfer sekitar 85 juta
Euro untuk CR9 merubah banyak hal di Spanyol. Pertama, sejatinya yang membuat
CR9 tertarik pindah ke Spanyol juga karena tingkat pajak yang masih rendah
dibanding di Inggris, sehingga bersedia pidah ke El Real. Bagi El Real, secara
komersial transfer ini ternyata berbuah manis, karena seragam adidas Madrid
bernomor punggung 9 tahun ini telah terjual melebih 100 juta Euro, belum lagi
pendapatan tiket masuk karena euforia pada CR9, serta penjualan seragam dari
pemain lainnya. Memang tetap MU (Nike) yang tahun ini dengan pendapatan bersih
tertinggi, tapi El Real dengan pengeluaran hinga 250 juta Euro tapi bisa meraup
untung disaat sepi gelar (hanya 1, Copa del Rey 2011), adalah prestasi
komersial luar biasa. Sehingga, seolah Adidas bisa manfaatkan “aset paling
berharga Nike saat ini”, karena kebijakan di Real Madrid pendapatan “name
rights” tiap pemain harus dibagi ke klub.
Hal ini yang sebetulnya
hampir sama dilakukan Barcelona selaku seteru utama El Real, tapi sedikit
gagal. Awalnya, Lionel Messi disponsori Nike, tapi jelang Piala Dunia 2006 (di
Jerman) adidas bisa “membajak” Messi untuk mengikat kontrak eksklusif dengan
adidas. Tentu saja menjadi berbahaya bagi adidas, bagaimana Nike bisa
mendongkrak penjualan kostum Nike bernomor punggung 10 (nomor Messi di
Barcelona), tapi nyatanya penjualan kaos ini masih kalah dengan nilai yang
didapat El Real dari CR9. Bagi anda yang benar – benar fanatik sepakbola, pasti
ingat apa yang terjadi di final Liga Champions 2009 di Roma. Saat itu, Messi
sebetulnya mencetak gol dengan sundulan ke gawang MU, dan artinya tidak terkait
dengan kebutuhan sepatu.
Tapi yang dilakukan
Messi ialah merayakan gol selebrasi yang tidak pernah dilakukan pemain lain .
Selebrasi dengan melepas sepatu (adidas) yang dibanggakannya, dan memang hanya
diacung - acungkan, yang oleh Messi disebut “mengingatkan saya akan Argentina
karena warna birunya”. MU dan Barcelona memang disponsori Nike, sehingga kostum
mereka laris manis dan seolah menegaskan kemenangan Nike. Tapi tunggu dulu,
selebrasi Messi yang jadi “promosi tidak langsung” mengubah segalanya, karena
setelah laga itu, toko – toko Adidas hampir kehabisan stok “sepatu biru Messi’
(F50, kebetulan Adidas untuk memilih warna biru karena diproduksi massal, tidak
hanya untuk Messi). Jadi, pendapatan Adidas dari final itu tetap menyaingi
Nike, meski 2 klub yang berlaga adalah klub yang disponsori Nike.
Lebih unik lagi tahun
2010 ini, saat Real Madrid gagal sejak perdelapan final di Liga champions,
padahal Real Madrid menjadi tuan rumah final. Menjadi suatu tamparan, saat
Barcelona hadir di semifinal, dan menjadi makin memalukan bagi El Real jika
“musuh bebuyutan” mereka yang justru bermain di stadion mereka. Untunglah,
hadir salah satu pelatih, yang (mungkin kini) paling terkenal saat ini, yaitu
Jose Mourinho. Sejak di Chelsea dan kemudian kini di Inter Milan, Jose mengikat
kerjasama unik antara apparel dengan pelatih (karena biasanya pemain).
Maka tak heran jika saat
melatih Inter, meski Inter disponsori Nike, tapi Jose memakai sepatu Adidas.
Begitu tertariknya El Real pada Jose semakin menjadi saat Inter yang dilatihnya
mampu gagalkan rencana Barcelona bermain di Santiago Bernabeu (Final Liga
Champions). Wajar jika Jose kemudian “dibajak” Real Madrid dengan akumulasi
kontrak 60 juta Euro (termasuk kompensasi untuk Inter) agar Jose Mourinho
melatih Real Madrid sejak 2010 / 2011. Terlebih Mourinho membuktikan bahwa dirinya
memang “raja gelar”, karena meski gagal mendatangkan gelar La Liga dan Liga
Champions, tapi dirinya mampu menghadirkan gelar Copa del Rey yang belasan
tahun tak bisa diraih Real Madrid. Ambisinya untuk 2011 / 2012, ingin
mengulangi “tren tahun kedua” dalam melatih suatu klub, dimana klub yang
dilatihnya selalu amat sukses di tahun kedua kepelatihannya. Saking
berambisinya, Real Madrid untuk tahun 2011 / 2012 memakai kostum dengan banyak
warna emas menghiasi seragam putih mereka, seolah yakin bahwa komperisi menjadi
‘kompetisi emas” bagi mereka, seperti janji Mourinho.
Persaingan Adidas dan
Nike di klub juga merambah di tim nasional. Tentu tim Jerman yang paling banyak
pemain utamanya memakai sepatu adidas, setidaknya 21 dari 23 (2 lainnya adalah
mario gomez dengan Puma, Miroslav Klose dengan Nike). Tapi Inggris lebih unik,
dan menjadi dilematis. Disatu sisi, bahkan sebetulnya lebih banyak pemain
Inggris yang dikontrak adidas (meski tidak semuanya masuk timnas). Tapi “kapak
perang” makin seru saat Adidas gagal melanjutkan akuisisi perusahaan olahraga
di Inggris (sebelumnya berhasil membeli Reebok), dan celakanya Nike yang
berhasil “membeli” Umbro. Padahal, selama ini pemain – pemain Inggris yang
disponsori adidas memberi “image rights” nya untuk Umbro saat display pakaian
timnas Umbro. Tentu saja dengan telah “dibeli” Nike, Nike menikmati banyak
keuntungan saat aset adidas di Inggris mempopulerkan seragam timnas Inggris.
Menjadi pelik, apa ada
konspirasi saat Inggris gagal ikut Piala Eropa 2008. Adidas mengklaim pihak
mereka rugi karena terlanjur membuat iklan dari pemain – pemain Inggris yang
diharap bisa membawa Inggris ikut Euro. Benarkah ? Bagaimana jika sebetulnya
adidas sengaja “merancang” agar Inggris tidak lolos, agar Nike (dengan Umbro –
nya) tidak bisa memanfaatkan penjualan ? It’s Debatable ! tapi justru inilah
keunikan sepakbola dengan segala intriknya.
Liga sepakbola paling
prestisius di dunia, yaitu Liga Champions telah lama disponsori Adidas
(bekerjasama UEFA selaku penyelenggara). Jadi, bola, baju wasit, dan
perlengkapan lain disediakan pihak Adidas. Nike tentu berusaha memanfaatkan
celah. Jadi, biasanya sponsor timnas sepakbola akan pengaruhi pula sponsor liga
domestik, tapi kebanyakan sebatas baju wasit (!) Sehingga, meski Spanyol
disponsori Adidas, bola yang dipakai dalam La Liga disponsori Nike, seperti
halnya di Inggris. Padahal 2 liga domestik ini yang paling populer setelah Liga
champions. Itulah rivalitas sponsor.
Adu lahan untuk sponsor
timnas makin ketat saat ini. Adidas tentu sebetulnya kehilangan banyak sejak
Nike makin aktif di sepakbola. Awalnya Belanda (1999), kemudian Australia
(2004), Turki (2005), dan yang paling menyakitkan bagi Adidas adalah saat Nike
“menelikung” untuk mensponsori Perancis (2007, berlaku efektif 2011). Maka
tidak ada kata lain untuk “membalas”. Sehingga, tim nasional yang awalnya
disponsori Nike atau sponsor lain, kini telah disponsori Adidas. Seperti Yunani
(2003) yang memberi kejutan dengan menjadi juara Euro 2004 yang hadirkan
keuntungan tak terduga bagi Adidas.
Kemudian Adidas
melakukan hal sama di Rusia (2007), Meksiko (2007), Denmark (2008), Slovakia
(2008), Skotlandia (2009). Strategi “kepungan” juga dilakukan, bahkan sedikit
dikaitkan pada isu politis. Setelah Adidas berhasil mensponsori Kanada, kebetulan
semangat anti AS hadir saat George Bush Jr memimpin. Sehingga tentu
menguntungkan saat (tim nasional sepakbola) Kuba dan Venezuela memilih
disponsori Adidas, karena tidak mungkin Fidel Castro dan Hugo Chavez “didukung”
AS. Bahkan, setelah rivalitas di Asia Timur (Jepang dengan Adidas, Korea
Selatan dengan Nike), ada upaya memperkuat rivalitas antar Korea saat adidas
berusaha mensponsori Korea Utara, seperti saat berhasil mensponsori China.
Tentu saja Kim Yong Il juga tidak sudi tim mereka disponsori Nike, meski belum
pasti (hingga kini) apakah proposal Adidas diterima.
Piala Dunia 2010 Afrika
Selatan, seperti Piala Dunia 2002 di Korea Selatan – Jepang, mungkin akan
hadirkan banyak sekali kejutan, tidak seperti Piala Dunia 2006. Pertama, banyak
sekali pemain yang tidak dipanggil atau terancam tidak bisa ikut karena cedera.
Pada 2002, Adidas was – was saat Zidane cedera, dan parahnya Perancis tidak
lolos di babak penyisihan, sehingga citra Adidas jatuh. Untung saja Jerman
hadir sampai ke Final, tapi karena Brasil memenangi Piala Dunia saat itu, Nike
benar – benar menikmati keuntungan penjualan yang sangat meningkat. Terlebih
Korea Selatan membuat kejutan hingga ke semi final sehingga tercipta penjualan
jutaan kaus karena euforia tuan rumah. Padahal Jepang (Adidas) hanya sampai
perempat final. Kesuksesan Nike masih ditambah keberhasilan AS mencapai
perempat final pada Piala Dunia 2002.
Konflik antara apparel
dan tim nasional (khususnya pelatih) bukannya tidak sering terjadi. Saat
Spanyol juara Euro 2008, sebetulnya Adidas berharap Raul Gonzalez tetap diajak
dalam tim (saat itu oleh Luis Aragones), untuk perkuat brand. Untung saja Euro
2008 ada 2 tim adidas yang bermain (Jerman, Spanyol) sehingga menjadi
keuntungan bagi Adidas. Dominasi Adidas tetap terjaga di tingkat Eropa, saat
sejak 1996 (Euro, Inggris) hingga di Swis – Austria (2008) selalu dimenangi tim
yang disponsori Adidas (Jerman, Perancis, Yunani, Spanyol).
Piala Dunia 2010 juga
dihadapi dengan rasa was – was baik Adidas dan Nike menyangkut aset dalam bentuk
pemain. Di pihak Nike, mereka khawatir aggal mengeksplorasi brand mereka, saat
Adriano, Ronaldo, dan Ronaldinho sebagai aset Nike dipastikan tidak diajak, dan
justru tetap bertahannya Lucio (selaku kapten) dan Kaka yang keduanya memakai
Adidas, yang justru bisa dimanfaatkan pesaing. Juga saat keadaaan Fernando
Torres dan Cesc Fabregas yang sering sekali tampil dalam iklan Nike, masih
belum menentu untuk hadir di Afrika Selatan.
Tapi bukan berarti
Adidas tidak menghadapi pukulan. Saat David Beckham cedera panjang, memang ada
Frank Lampard dan Stevan Gerrard yang masih menjaga popularitas Adidas di
Inggris, tapi tentu menjadi kerugian besar. Serta sikap Raymond Domenech yang
tidak memanggil Karim Benzema, Samir Nasri, dan Hatem Ben Arfa, tentu menjadi kegusaran
bagi Adidas. Seperti kegusaran Adidas pada Maradona yang tidak memanggil Javier
Zanetti dan Roman Riquelme.
Maka Sergio Batista mau
tak mau harus “sadar diri’ bahwa banyak pemain Argentina yang disponsori secara
individual oleh adidas (bukan hanya Messi), bukan semata Argentina secara tim
disponsori adidas. Maka sebetulnya pihak adidas (mungkin) ketar – ketir saat
Argentina dan Kolombia gagal masuk semifinal Copa America. Untungnya, rival
utama mereka pun, Nike dengan Brasil – nya, juga tumbang oleh Paraguay (yang
kebetulan disponsori adidas). Sebetulnya juga menjadi ironi dalam hal final
Uruguay dan Paraguay, terutama di pihak Uruguay. Karena ketiga pemain utamanya,
yaitu Luis Suarez, Diego Forlan, dan Endinson Cavani, disponsori adidas,
sementara Uruguay sendiri disponsori Puma. Untuk Paraguay menjadi tak terlalu
dilematis, karena hampir semua pemainnya memakai sepatu adidas.
Mungkin sejatinya
“permusuhan” diantara (utamanya) adidas dan Nike justru menguntungkan bagi
mereka pula. Kita diluar yang menyaksikan, kemudian ikut terbawa persaingan
diantara klub – klub, dan karena fanatisme akan tim favorit serta pemain
favorit menjadi makin tinggi, tingkat konsumsi merchandise jadi semakin
meningkat. Persaingan justru tidak mengurangi pendapatan mereka, tapi
persaingan diantara kedua “rival” ini sedemikian cerdik dikreasi, sehingga
publik larut menikmati rumitnya olahraga, dalam kasus ini khususnya fanatisme
akan sepakbola.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar