Sistem pemerintahan Kesultanan
Melayu tidak lepas dari pengaruh agama islam yaitu merupakan
satu tradisi yang masih kekal dimiliki oleh Bangsa Melayu yang diwarisi dari
generasi zaman silam yaitu sejak 600 tahun yang lalu yang berlandaskan Agama
Islam. Baginda adalah pewaris tradisi Bangsa Melayu yang menjadi khalifah Allah
Ta’ala di bumi melayu yang menegakkan sistem pemerintahan. Kesultanan Melayu Islam
yang berkuasa mutlak dan satu-satu raja Melayu yang dapat mengekalkan
keunggulan pemerintahan sistem kesultanan di Alam Melayu pada dewasa ini.
Sistem kesultanan ini adalah satu penerusan tradisi sistem yang diwarisi
berakarkan sistem khalifah; sistem yang tidak asing dalam budaya umat Islam berkerajaan
dan bernegara.
Dalam menjalankan pemerintahannya Sultan atau Raja akan bertanggungjawab kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyempurnakan amanah itu terhadap rakyat atau negara menurut lunas-lunas yang ditentukan oleh kitab suci Al-Quran, Hadith dan ijmak Ulama. Sekalian rakyat pula menyerahkan diri kepada kepimpinan Sultan dengan sepenuhnya sebagai pemimpin tertinggi yang diamanahkan untuk menyempurnakan maksud kuasa Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap mereka itu. Sultan adalah payung Allah di bumi ini, tempat bernaungnya orang-orang lemah, memberi pertolongan terhadap orang-orang yang teraniaya, memang tidak diragui lagi bahawa maksud khalifah di muka bumi itu adalah merujuk kepada kepimpinan Sultan yang menjadi ketua yang memegang kuasa tertinggi untuk sebuah negara dan rakyat di dalamnya.
KONSEP KESULTANAN MELAYU
Arti kesultanan di sini adalah wilayah kediaman yang
ada bandarnya. Orang Melayu sangat menghormati sultannya yang turunan dari
dinasti tersohor yang terus menerus yang berguna untuk legitimasi karena rakyat
dan negeri mudah dicari, tidaklah demikian dengan dinasti purba yang tersohor.
Selama dinasti itu utuh, tidaklah ada alasan untuk membubarkan kesultanan.
Sesuai dengan adat di zaman Hindu dan Budha, sultan dianggap bodhistva yang memberikan
tantra dan kedamaian abadi kepada rakyatnya yang setia (bakti) dengan anugerah.
Sultan berdaulat karena menurut konsep ajaran Islam yang dibawa kemari abad
ke-13 dan 14 oleh kaum Sufi ke Pasai dan negeri-negeri Melayu, sultan memakai
titel Sultan atau Syah dianggap Zil Allah Fiil Alam (bayang-bayang Tuhan di
atas dunia). Disebut bahwa sultan yang adil beserta Rasulullah ibarat dua
permata dalam satu cincin dan jika engkau melaksanakan tugasmu kepada
Rasulullah itu seakan-akan semua melaksanakan tugasmu kepada Tuhan.
Sultan
memiliki otoritas tertinggi mengenai struktur pemerintahan, Oleh sebab itu
prinsip durhaka adalah pantangan yang besar kepada orang Melayu karena melawan
daulat. Meskipun segalanya berpusat pada sultan, sultan sendiri tidak bisa
berbuat apa-apa tanpa bermusyawarah dengan menteri-menteri dan orang besarnya,
karena mereka inilah yang mempunyai kekuasaan yang riil sebab sultan dengan
orang besarnya itu ibarat api dengan kayu, saling komplementer. Juga tiada
rahasia kepada rakyat mengenai hal yang menyangkut kemaslahatan orang banyak
yang dibicarakan secara terbuka di Balairung Seri. Tugas sultan haruslah
mengindahkan hukum Islam, karena Sultan Khalifatullah fi’il ard. Sultan harus
adil, dan mengutamakan rakyatnya dan mempertahankan kehormatan mereka.
Untuk mengekalkan sifat keistimewaan sultan sebagai
pemerintah maka ditonjolkan kepercayaan bahwa sultan itu mempunyai kuasa yang
luar biasa yang biasa dipanggil daulat. Seseorang yang melakukan kesalahan
kepada sultan seperti tidak bertutur dengan menggunakan bahasa sultan
dihadapannya akan mendapat tulah (kecelakaan) akibat dari kekuasaan daulat yang
dimiliki oleh setiap sultan. Untuk mengukuhkan kedudukan istimewa
sultan-sultan, maka diadakan berbagai adat istiadat untuk mengagungkan sultan
seperti adat pertabalan, istiadat menyembah atau menghadap sultan di balairung,
sementara sultan duduk di tempat persemayaman khas. Sultan diberi keistimewaan
memakai pakaian-pakaian yang tertentu yang dilarang rakyat memakainya kecuali
dianugerahkan oleh sultan. Melalui berbagai peraturan tersebut kedudukan sultan
mendapat penghormatan yang tinggi di kalangan rakyat.
Apabila seorang sultan mangkat, pemilihan sultan
baru selalunya jatuh kepada puteranya yang tertua, yaitu anak gahara yang telah
diberi gelaran raja muda, yaitu putera mahkota yang telah terlebih dahulu
ditunjukkan sebagai bakal menjadi sultan (Hamid, 1988). Pemilihan atau
penggantian Sultan dilakukan apabila Sultan mudah meninggal atau mangkat.
Pengganti Sultan boleh puteranya dan boleh pula saudara lelakinya. Biasanya
sebelum Sultan mangkat ia sudah menyiapkan calon penggantinya. Bila puteranya,
maka sebelum diangkat jadi putera mahkota, terlebih dahulu Sultan mengadakan
mufakat dahulu dengan Dewan Menteri dan Pembantu Sultan. Tapi saran pembantu
Sultan tidaklah mengikat. Saran dari Dewan Menteri memang menjadi pertimbangan
dan bila sudah diputuskan oleh Dewan Menteri bersama Sultan, maka putusan itu
dapat diubah lagi oleh sultan, tanpa persetujuan Dewan Menteri. Bila putera
mahkota belum cukup dewasa, tapi Sultan sudah mangkat, maka sebagai pejabat
sementara dipegang oleh salah seorang Dewan Menteri yang disepakati mereka.
Dapat juga dipegang pleh paman putera mahkota, bila itu mendapat persetujuan
Dewan Menteri (Asmuni, 1985).
Dewan Menteri ini memiliki kekuasaan
untuk memilih dan mengangkat Sultan
Siak,
sama dengan Undang Empat di Negeri Sembilan. Dewan Menteri bersama dengan
Sultan menetapkan undang-undang serta peraturan bagi masyarakatnya. Dewan
menteri ini terdiri dari: Datuk Tanah
Datar, Datuk Limapuluh, Datuk Pesisir, Datuk Kampar. Pada kawasan tertentu
dalam Negeri Siak, ditunjuk Kepala Suku yang bergelar Penghulu, yang dibantu oleh Sangko
Penghulu, Malim Penghulu serta Lelo Penghulu. Sementara
terdapat juga istilah Batin, dengan kedudukan yang sama dengan Penghulu,
namun memiliki kelebihan hak atas hasil hutan yang tidak dimiliki oleh
Penghulu. Batin ini juga dibantu oleh Tongkat,
Monti dan Antan-antan. Istilah Orang Kaya juga digunakan untuk
jabatan tertentu dalam Kesultanan Siak, dalam pelaksanaan masalah pengadilan
umum di Kesultanan Siak diselesaikan melalui Balai Kerapatan Tinggi yang
dipimpin oleh Sultan Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh Kadi Negeri Siak
serta Controleur Siak sebagai anggota.
Salah satu kitab hukum atau
undang-undang di Negeri Siak, dikenal dengan nama Bab Al-Qawa'id. Kitab
ini mengurakan hukum yang dikenakan kepada masyarakat Melayu dan masyarakat lain yang terlibat
perkara dengan masyarakat Melayu. Namun tidak mengikat orang Melayu yang
bekerja dengan pihak pemerintah Hindia-Belanda, di mana jika terjadi
permasalahan akan diselesaikan secara bilateral antara Sultan Siak dengan
pemerintah Hindia-Belanda, dalam administrasi pemerintahannya
Kesultanan Siak telah membagi beberapa kawasan dalam bentuk distrik yang dipimpin oleh seseorang yang
bergelar Datuk atau Tuanku atau Yang Dipertuan dan bertanggungjawab kepada Sultan
Siak yang juga bergelar Yang Dipertuan Besar. Pengaruh Islam dan keturunan Arab mewarnai Kesultanan Siak, salah
satunya keturunan Al-Jufri yang bergelar Bendahara Patapahan,
serta arsitektur istana Sultan Siak yang dibangun pada tahun 1889.
Assalamualaikum wr wb
BalasHapusMohon maaf sebelumnya mas, saya mau bertanya mengenai referensi yang anda gunakan dalam tulisan anda, kalau saya boleh tahu, judul bukunya apa ya mas? Soalnya saya membutuhkan referensi mengenai sistem pemerintahan melayu di skripsi saya, terima kasih sebelumnya mas :)