Detik kabisat, kira-kira itulah kata-kata yang pada minggu kemarin sempat ramai dibicarakan oleh orang banyak. Pada tanggal 30 Juni 2012 kemarin, dunia mendapat ekstra waktu 1 detik. Kalau biasanya setelah pukul 23:59:59 langsung menjadi pukul 00:00:00, namun pada tanggal 30 Juni kemarin, setelah 23:59:59 UTC, menjadi 23:59:60 UTC (universal coordinated time), baru menjadi 00:00:00. Sehingga, jika dalam 1 hari biasanya ada 86.400 detik, pada 30 Juni kemarin, dalam 1 hari ada 86.401 detik. Detik tambahan itu ditambahkan oleh IERS (International Earth Rotation and Reference System Services) akibat pergerakan bumi terhadap matahari.
Dikarenakan detik kabisat tersebut terjadi secara simultan di bumi, maka di Indonesia detik kabisat (leap second) itu jatuh pada tanggal 1 Juli 2012 pukul 06:59:59 WIB (karena WIB adalah UTC+7) yang berlanjut ke pukul 06:59:60 WIB, baru menjadi pukul 07:00:00 WIB. Detik kabisat ini berlaku hanya untuk tanggal 30 Juni 2012 (1 Juli 2012 untuk zona waktu Indonesia) saja. Hari-hari berikutnya tidak lagi berlaku.
Apa itu Detik Kabisat atau Leap Second?
Detik kabisat adalah penyisipan 1 detik ke dalam kalender. 1 detik tambahan tersebut disisipkan agar waktu yang disiarkan kepada masyarakat luas bisa diatur seakurat mungkin dengan nilai waktu matahari rata-rata. Detik kabisat ini diperlukan untuk menjaga kecocokan dan keakuratan waktu yang didasari oleh pengamatan astronomi. Dalam jangka waktu yang lama, penambahan detik kabisat terus meningkat dengan kecepatan
hampir serupa dengan parabola 31 s/abad2. Namun, leap second ini tidak ada kaitannya dengan tahun kabisat. Tahun 2012 ini memang merupakan tahun kabisat, yaitu tahun dimana ada 29 hari di bulan Februari, namun itu tidak ada kaitan dan hubungan sama sekali dengan leap second.
Kenapa Leap Second digunakan dan apa penyebab terjadinya leap second?
Detik kabisat digunakan untuk menyinkronkan dua sistem waktu yang kita gunakan saat ini. Seperti yang kalian ketahui, dunia pernah memakai dua sistem waktu yang berbeda. Yang pertama adalah sistem waktu astronomis (Greenwich Mean Time). 1 detik dalam waktu astronomis didefinisikan IAU (International Astronomical Union) pada 1960 sebagai satu per 31.556.929,9747 panjang tahun tropik 1900. Dengan sistem waktu ini maka sehari di Bumi didefinisikan sebagai panjang waktu 86.400 detik atau setara 1.440 menit atau setara 24 jam.
(Jam kuno di Greenwich)
Sistem waktu ini diperkirakan menggunakan sistem kuno yang sudah sejak dahulu digunakan oleh kebudayaan Mesir, Babylonia, India dan Islam. Yang menggunakan waktu matahari rata-rata sebagai implikasi dari adanya perputaran bumi pada porosnya (rotasi). Karena gerak rotasi bumi tidaklah teratur dan linier secara terus-menerus. Misalnya, gerak menjauh perlahan Bulan terhadap Bumi. Sejak era penerbangan antariksa ke Bulan dimulai, disadari bahwa Bulan menjauh secepat 3,82 cm per tahun terhadap Bumi.
(kurva perbedaan antara UT1 dengan UTC sebelum tahun 1971)
Gerak menjauh ini pun berdampak pada banyak hal, salah satunya adalah perubahan besar gaya tidal Bulan terhadap Bumi yang mengakibatkan rotasi Bumi melambat. Dan karena itu, setiap 100 tahun (1 Abad), rotasi bumi melambat sampai 1,4 – 1,7 milidetik. 1,4 – 1,7 milidetik bukanlah waktu yang panjang, namun dalam dunia modern yang semakin menuntut rincian serinci-rincinya, hal ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Terlebih lagi di era komputerisasi ini, hal tersebut tentunya tidak bisa ditolerir. Oleh karena itu sebenarnya secara perlahan, panjang hari matahari terus bertambah. Sehingga ukuran waktu yang dihitung dari rotasi bumi telah mengumpulkan delay jika dibandingkan dengan sistem waktu atomik. Dan disaat keterlambatan (delay) mencapai 1 detik, ditambahkanlah 1 detik itu sebagai leap second.
Sistem Waktu Atomik
Dikarenakan hal itu, sepertinya kita membutuhkan sistem waktu yang lebih mudah dan stabil dengan variabel yang lebih sedikit. Untuk itulah muncul sistem waktu yang kedua, yaitu sistem waktu atomik. Sistem ini mulai digunakan pada tahun 1960 seiring dengan digunakannya jam atom Cesium-133. Dalam waktu atomik, penghitungan 1 detik itu adalah waktu yang dibutuhkan cahaya merah–jingga untuk bergetar 9.192.630.771 kali dalam proses eksitasi isotop Cesium–133 sesuai dengan definisi oleh ICWM (International Committee for Weights and Measurements). Eksitasi adalah transisi elektron dalam sebuah atom dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi lebih rendah yang diikuti oleh pancaran foton (cahaya) dengan energi yang sebanding. Terbentuknya sistem waktu atom ini pun menjadi awal dari munculnya UTC (Universal Time Coordinated) yang muncul setahun setelahnya, yaitu pada tahun 1961.
Mempertahankan GMT
Meskipun UTC terbentuk, namun sistem waktu sebelumnya, yaitu GMT (UT1) masih tetap digunakan sampai batas waktu yang masih belum ditentukan. Oleh karena itu, sejak 1961, sistem jam atom pun disamakan dengan rotasi bumi. Dan hal ini menyebabkan sepuluh tahun kemudian, kinerja jam atom diperlambat selama 10 detik. Hal ini tentunya sangat menyulitkan, karena menimbulkan gap yang sangat besar, yaitu 10 detik. Namun jika hal yang dilakukan adalah hal yang sebaliknya, yakni menyesuaikan GMT dengan jam atom, maka gap yang ditimbulkan tidak terlalu besar.
Pengumuman penggunaan detik kabisat
Pengumuman detik kabisat pun diberikan jika perbedaan antara UT1 dengan UTC mendekati setengah detik. Hal ini tentunya lebih bisa masuk diakal dibandingkan dengan UTC yang disinkronkan dengan UT1 yang menghasilkan perbedaan selama 10 detik. Oleh karena itu, digunakanlah sistem yang mana UT1 disinkronkan dengan jam atom, ditambahkan nya detik kabisat pun dilakukan agar perbedaan antara UT1 dengan UTC tidak melebihi ±0,9 detik. Dan karena itu, saat detik kabisat disisipkan, setelah 23:59:59 UTC,sebuah detik kabisat positif akan menyebabkan penghitungan 23:59:60 UTC sebelum berubah menjadi 00:00:00 UTC. Kemungkinan terjadinya sebuah detik kabisat negatif juga ada, yaitu jika rotasi bumi menjadi sedikit lebih cepat, dalam kasus ini, setelah 23:59:58 UTC akan langsung diikuti oleh 00:00:00 UTC.
Biasanya, penambahan waktu 1 detik tambahan tersebut disisipkan pada tanggal 30 Juni atau 31 Desember. Oleh karena itu, jika perbedaan antara UT1 dengan UTC mencapai 0,6 detik, maka detik kabisat pun ditambahkan.
Oleh karena itu, dunia kini hanya menggunakan sistem waktu tunggal, yaitu UTC. Namun, UTC yang digunakan sekarang agak berbeda dengan UTC yang digunakan sebelum tahun 1971 dikarenakan adanya leap second ini. Kesepakatan yang dilakukan pada tahun 1972 pun akhirnya menghapuskan dualisme sistem waktu astronomik dan atomik. Dan UTC inilah sistem waktu yang digunakan oleh dunia secara global baik di bidang komunikasi, maupun teknologi.
Seiring berlakunya kesepakatan tersebut, waktu yang ditunjukkan jam atom kemudian diklasifikasikan sebagai waktu TDT (Terestrial Dynamical Time). Selisih antara TDT dengan UTC dikenal sebagai DT dalam dunia astronomi. Pada 1972, nilai DT adalah 10 detik, namun kini telah berubah menjadi 35 detik seiring terjadinya 25 detik kabisat sejak 1972 hingga 2012.
International Earth Rotation System (IERS) bertanggung jawab untuk mengukur rotasi bumi dan menentukan apakah sebuah detik kabisat diperlukan. Pengumuman mereka dilakukan di buletin C, biasanya diterbitkan setiap enam bulan.
Sulit Diprediksi
Detik kabisat sudah jelas tidak ada kaitannya dengan tahun kabisat. Begitu juga siklus nya, jika tahun kabisat memiliki siklus 4 tahun sekali pada tahun yang memiliki angka satuan dan habis dibagi 400 pada angka tahun abad (kelipatan 100), maka Detik Kabisat tidak demikian. Secara sejarah, detik kabisat telah disisipkan kira-kira setiap 18 bulan. Namun, kecepatan putaran bumi adalah tidak bisa diperkirakan dalam waktu panjang. Sehingga tidaklah mungkin untuk membuat perhitungan untuk memperkirakan detik kabisat lebih dari satu tahun sebelumnya.
Jika dirata–ratakan dalam 30 tahun terakhir ini detik kabisat ditambahkan setiap 19 bulan sekali, namun dalam praktiknya tidak linier karena bersifat menggerombol (clustering). Sebelum 2012, penambahan detik kabisat berlangsung pada 1972 (30 Juni dan 31 Desember), 1973–1979 (31 Desember), 1981–1983 dan 1985 (30 Juni), 1987 dan 1989–1990 (31 Desember), 1992–1994 (30 Juni), 1995 (31 Desember), 1997 (30 Juni), 1998 dan 2005 (31 Desember) serta 2008 (30 Juni). Detik kabisat (dan juga tahun kabisat) sekaligus mendemonstrasikan bahwa kalender ternyata tidaklah sesederhana bayangan manusia, bahkan pada kalender terpopuler sekalipun seperti kalender Matahari (Gregorian) ini.
sumber:http://forum.viva.co.id/iptek/643546-fenomena-detik-kabisat-leap-second.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar