Bila ada yang mengatakan : lafadh ayat yang mulia yaitu,”
Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka"
maknanya tidak memestikan menutupi wajah secara bahasa, dan tidak ada dalil
dalam Al Kitab, As Sunnah dan Ijma’ yang menunjukan kemestiannya atas hal itu,
sedangkan perkataan sebagian ahli tafsir :
Bahwa itu memestikan,’ bertentangan dengan perkataan sebagian yang lain
: Bahwa itu tidak memestikan,” maka dengan ini gugurlah beristidlal
dengan ayat ini atas wajibnya menutup wajah.
Maka jawabnya : Dalam ayat yang mulia ini ada qarinah yang jelas yang menunjukan
bahwa firman-Nya U ,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka" termasuk dalam maknanya menutup wajahnya dengan mengulurkan jilbab
mereka ke seluruh tubuhnya, dan qarinah yang disebutkan itu adalah
firman-Nya U ,” katakanlah kepada isteri-isterimu,” sedangkan
kewajiban berhijabnya isteri-isteri beliau dan menutupi wajahnya adalah sesuatu
yang tidak ada perselisihan di dalamnya di antara kaum muslimin, maka
penyebutan isteri-isteri beliau bersama puteri-puterinya dan istrei-isteri kaum
muslimin itu menunjukan kewajiban menutupi wajah dengan mengulurkan jilbabnya
seperti yang anda bisa lihat. Dan di antara dalil atas hal itu adalah apa yang
telah kami jelaskan dalam surat An Nur[1]ketika
membahas firman-Nya U ,” Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya
kecuali yang biasa nampak dari mereka,” yaitu bahwa hasil istiqra’
ayat –ayat Al Qur’an menunjukan bahwa makna,” kecuali yang biasa nampak dari
mereka,” adalah jubah yang dipakai sebagai rangkap pakaian, dan
sesungguhnya tidak sah menafsirkan,” kecuali yang biasa nampak dari mereka,”
dengan wajah dan kedua talapak tangan sebagaimana yang telah dijelaskan. Dan
ketahuilah bahwa perkataan orang yang mengatakan : Bahwa telah ada qarinah
qur’aniyyah yang menunjukan bahwa firman-Nya U ,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka"
tidak termasuk di dalamnya menutup wajah, dan qarinah yang disebutkan
adalah firman-Nya U ,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal,” orang itu berkata : Firman-Nya,” mudah untuk dikenal,”
menunjukan bahwa mereka lebih dikenal
dengan keterbukaannya dan membuka wajahnya, karena yang menutupi wajahnya tidak
dikenal.”(Jawabnya) : ini adalah bathil, dan kebathilannya sangat
jelas sekali, dan konteks ayat sangat menolak pemahaman seperti ini, karena
firman-Nya,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka"
jelas menolak pemahaman seperti itu, penjelasannya : Bahwa isyarat dalam
firman-Nya,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,” kembali
kepada penguluran jilbab ke seluruh tubuh mereka, sedangkan penguluran jilbab
ke seluruh tubuh mereka tidak mungkin bagaimana pun juga lebih mudah dikenal
dengan keterbukaannya dan pembukaan wajahnya seperti yang anda lihat, maka
penguluran jilbab menafikan lebih keterkenalan dengan keterkenalan pribadi dengan cara
membuka wajah sebagaimana yang tidak diragukan lagi.
Dan firman-Nya,” kepada isteri-isterimu,”merupakan dalil
juga yang menunjukan bahwa keterkenalan dalam ayat itu bukan dengan membuka
wajah, karena hijab isteri-isteri Rasulullah r tidak ada perselisihan dikalangan kaum muslimin.
Pertama : Konteks ayat yang telah kami jelaskan tadi.
Kedua : Firman-Nya,” kepada isteri-isterimu,” sebagaimana yang telah kami jelakan.
Ketiga : Bahwa seluruh mufassirin dari kalangan
sahabat dan orang-orang sesudah mereka menafsirkan ayat itu dengan menyebutkan asbab
nuzulnya, bahwa wanita-wanita penduduk kota Madinah dulu keluar malam di
hari untuk membuang hajat mereka di luar rumahnya, sedang di kota Madinah ada
sebagian orang-orang fasiq yang suka mengganggu wanita-wanita budak dan mereka
tidak mau mengganggu wanita-wanita merdeka, sedangkan sebagian isteri kaum
mu’minin keluar dengan mengenakan pakaian yang tidak berbeda dengan pakaian
budak maka orang-orang fasiq itu mengganggunya dengan anggapan mereka itu
budak, maka Allah U memerintahkan Nabinya r agar menyuruh isteri-isterinya dan
puteri-puterinya serta isteri-isteri kaum mu’minin supaya memakai pakaian yang
berbeda dengan pakaian budak, yaitu dengan cara mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka, sehingga bila mereka melakukan hal itu dan dilihat oleh
orang-orang fasiq mereka mengetahui bahwa mereka adalah wanita-wanita merdeka.
Pengetahuan akan mereka bahwa mereka adalah wanita merdeka bukan budak adalah
berdasarkan firman-Nya,’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal,” yaitu mengenal sifatnya bukan Syakshnya (pribadinya), dan
tafsiran ini selaras dengan dzahir Al Qur’an seperti yang anda lihat.
Maka firman-Nya,”hendaknya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuhnya,” karena penguluran jilbab mereka
ke seluruh tubuhnya memberikan isyarat bahwa mereka itu wanita
merdeka, maka penampilan seperti ini lebih mudah dikenal bahwa mereka adalah
wanita merdeka, sehingga tidak mendapatkan gangguan dari orang-orang fasiq yang
suka mengganggu budak, dan ini merupakan penafsiran yang ditafsirkan oleh para
ahli tafsir tentang ayat ini, dan ini sangat jelas, namun ini bukan maksudnya
bahwa mengganggu wanita budak itu boleh, bahkan itu haram, dan tidak diragukan
lagi bahwa orang yang suka mengganggu mereka adalah orang yang ada penyakit di
dalm hatinya, dan sesungguhnya mereka itu masuk dalam keumuman firman-Nya,”dan
orang-orang yang berpenyakit di dalam hatinya,” dalam firman-Nya,”Sesungguhnya
jika tidak berhenti orang-orang munafiq, orang-orang yang berpenyakit di dalam
hatinya dan orang-orang yang menyebar kabar bohong di Madinah (dari
menyakitimu) niscaya kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka
tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar,”.
Dan di antara dalil yang menunjukan bahwa orang yang suka mengganggu
wanita yang tidak halal itu adalah orang yang berpenyakit di dalam hatinya
adalah firman-Nya U ,”Maka janganlah kamu tunduk[2]
dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit di dalam
hatinya…..” dan makna seperti ini adalah makna yang sudah ma’ruf di
kalangan orang arab, seperti perkataan Al A’sya :
Menjaga
kemaluannya, rela dengan ketaqwaan
bukan dari
kalangan orang yang ada penyakit di dalam hatinya.
Dan secara umum tidak ada isykal (masalah) dalam memerintahkan
wanita merdeka agar menyelisihi pakaian budak supaya orang-orang fasiq merasa
segan, dan menolak gangguan orang-orang fasiq terhadap budak juga harus, dan
itu mempunyai cara-cara lain yang bukan di antaranya mengulurkan jilbab.[3]
·
Dan Al
‘Allamah Abul ‘Ala Al Maududiy (wafat 1339) rahimahullah telah menukil
sejumlah perkataan para ahli tafsir dalam menafsirkan ayat ini, kemudia beliau
rahimahullah berkata :( Dan jelaslah dari perkataan-perkataan ini semuanya
bahwa semenjak zaman sahabat yang terjamin hingga abad VIII Hijriyyah, semua ulama menafsirkan ayat ini
pada satu pemahaman, itulah yang telah kami pahami dari ungkapan-ungkapan tersebut,
dan bila setelah itu kita merujuk kepada hadits-hadits Nabawiy dan
atsar-atsar, pasti kita ketahui darinya juga bahwa para wanita telah lansung
mengenakan niqab secara keseluruhan setelah turunnya ayat ini pada zaman Nabi.
Mereka tidak pernah keluar rumah dengan membuka wajah (sufur), sungguh telah
ada pada Sunan Abu Dawud, At Tirmidzi, Muwaththa’ Imam Malik, dan yang lainnya
dari kitab-kitab hadits bahwa Nabi r telah memerintahkan bahwa,” wanita yang sedang dalam keadaan ihram
tidak boleh mengenakan niqab dan kedua kaus tangan,” dan ,” melarang
wanita dalam ihramnya mengenakan dua kaus tangan dan niqab,” dan ini sangat
gamblang sekali penunjukannya bahwa wanita-wanita pada zaman nabi r telah terbiasa mengenakan niqab dan dua kaus
tangan secara keseluruhan, maka Belia melarang mereka dari mengenakannya di
saat ihram, dan bukan maksud larangan ini biar wajah di pamer di musim haji,
namun maksudnya adalah biar gaun penutup kepala ini bukan termasuk pakaian yang
dikenakan di saat ihram yang sederhana itu, selayaknya menjadi pakaian mereka
di saat hari-hari biasa, sungguh telah ada pada
hadts-hadits lain penjelasan bahwa isteri-isteri Nabi r dan wanita lainnya, mereka menyembunyikan
wajah-wajahnya di saat ihram dari pandangan laki-laki lain juga, dalam Sunan
Abu Dawud dari Aisyah radhiyallahu 'anha, berkata : Adalah rombongan
melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama Rasulullah r, bila mereka berpapasan dengan kami, maka
masing-masing kami mengulurkan jilbabnya dari kepala pada wajahnya, terus bila
mereka telah berlalu, maka kami membukanya,” [4] dan dalam Muwaththa Imam Malik dari Fathimah Bintu
Al Mundzir, berkata : Kami menutupi wajah kami sedang kami dalam keadaan
ihram, dan kami saat itu bersam Asma Bintu Abu Bakar Ash shiddiq radiyallahu
‘anhuma, dan beliau tidak mengingkari kami,”[5]
dan telah ada dalam Fathul Bari dari Aisyah radhiyallahu 'anha : Wanita
mengulurkan jilbabnya dari atas kepalanya ke wajahnya,”[6]
dan semua orang yang mengamati kalimat-kalimat
ayat dan penafsiran yang dikatakan oleh para ahli tafsir dari masa ke
masa dengan kesepakatan, dan apa yang yang dilakukan oleh manusia pada zaman
Nabi r, maka dia tidak melihat adanya peluang untuk
mengingkari bahwa wanita itu sudah diperintahkan oleh syariat islam untuk
menutupi wajahnya dari laki-laki lain, senantiassa amalan tersebut terus
berlangsung dari emenjak zaman Nabi r hingga zaman kita sekarang ini.[7]
Dan beliau rahimahullah
berkata lagi dalam tafsir surat Al Ahzab : ( Jilbab
menurut bahasa Arab adalah milhafah, mulaa’ah dan pakaian yang lapang,
sedangkan idnaa’ artinya adalah mengulurkan dan melipatkan, dan bila
dimuta’addikan dengan huruf jarr ‘alaa, maka maknanya adalah mengulurkan dan
menguraikan dari atas, sedangkan sebagian ahli terjemah pada zaman sekarang
ini, mereka telah tergusur dengan dzauq gharbiy (rasa/selera
barat), sehingga mereka menterjemahkan lafadh ini dengan makna menyelimutkan,
agar mereka tidak menyerempet pada hukum menutup wajah, namun Allah U seandainya menghendaki apa yang mereka sebutkan,
tentu Dia mengatakan,”yudniina ilaihinna,”. Sedangkan orang yang
memahami bahasa Arab, pasti tidak akan menerima penafsiran,” yudniina
‘alaihinna,” dengan makna menyelimutkan saja, ini di samping bahwa
firman-Nya,”jalaabiibihinna,” menolak sekali penafsiran seperti itu.
Dan ,”min,” adalah littabidl, yakni sebagian dari
jilbab-jilbabnya, dan seandainya wanita menyelimutkannnya tentu dia
menyelimutkan seluruhnya bukan sebagiannya atau ujungnya, dan dari sinilah
berarti ayat itu bermakna bahwa wanita menutupi seluruh tubuhnya, dia
menyelimuti dirinya dengan jilbab-jilbab itu, kemudian mereka mengulurkan ke
wajahnya dari atasnya sebagian atau ujung jilbab itu, yaitu yang dikenal di
kalangan umum dengan nama niqab.
Inilah yang telah dikatakan oleh
para tokoh-tokoh ahli tafsir yang masih dekat zamannya dengan zaman risalah
dan pembawanya r, Ibnu Jarir, Ibnu Al Mundzir telah meriwayatkan
bahwa Muhammad Ibnu Sirin rahimahullah telah bertanya kepada Ubaidah As
Salmaniy tentang makna ayat ini,( dan Ubaidah Ini telah masuk Islam pada zaman
Nabi r, namun belum datang kepada beliau, dan datang ke
kota Madinah pada zaman Umar t, beliau hidup di sana, dan kedudukannya setara
dengan Al Qadliy Syuraih dalam masalah qadla’) kemudian jawabannya
adalah beliau mengambil jubahnya terus menutupi diri dengannya, sehingga tidak
nampak dari kepala dan wajahnya kecuali satu mata, dan Ibnu Abbas juga telah
menafsirkannya dengan makna yang hampir sama, dan apa yang dinukilkan oleh Ibnu
Jarir dan Ibnu Abi Hatim serta Ibnu Mardawaih, beliau berkata : Allah telah
memerintahkan wanita-wanita kaum mu’minin, bila mereka keluar dari rumah-rumah
mereka untuk suatu hajat, agar menutupi wajah-wajahnya dari atas kepalanya
dengan jilbab-jilbab, dan menampakan satu mata saja,” dan inilah juga yang
dikatakan oleh Qatadah dan As Suddiy dalam penafsiran ayat ini.
Para tokoh-tokoh ahli tafsir yang datang setelah zaman para sahabat dan
tabi’in, mereka sepakat atas penafsiran ayat ini dengan makna tadi.
Kemudian beliau rahimahullah berkata dalam penafsiran firman-Nya U ,”Yang demikian itu supaya mereka lebih
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu,”( Yang dimaksud dengan,”
dikenal ,” yaitu adalah setiap orang yang melihat mereka mengenakan pakaian
yang penuh ketenangan dan tertutup ini mengetahui bahwa mereka adalah wanita-wanita
mulia lagi merdeka bukan wanita rendahan, lacur, lagi murahan, sehingga orang
nakal lagi hidung belang berhasrat kepadanya. Dan maksud dari,” karena itu
mereka tidak diganggu,” yaitu tidak seorangpun berani mengganggunya.
Di sini kita dia sejenak, kita berusaha bersama-sama memahami apa inti
aturan sosial Islam yang didengungkan dengan perintah Al Qura’an ini ? dan apa
maksud dan tujuannya yang disebutkan langsung oleh Allah Rabbul ‘Alamin ?
Sungguh Allah telah memerintahkan para wanita dalam ayat 31 surat An Nur
agar tidak menampakan perhiasannya kecuali kepada orang-orang tertentu yang
disebutkan dalam ayat ini,”dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan,” dan bila kita baca perintah
ini dengan disambungkan bersama ayat urat Al Ahzab yang ada di depan kita, maka
jelaslah bagi kita bahwa perintah yang ditujukan kepada para wanita dalam ayat
ini adalah mengulurkan jilbab-jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yaitu
menyembunyikan perhiasannya dari selain laki-laki mahram. Dan tentunya maksud
ini tidak akan terlaksana kecuali bila jilbabnya itu sendiri tidak dihiasi dan
diperindah, dan kalau tidak seperti itu tentu hilanglah tujuan ini dengan
mengenakan jilbab yang dihiasi dan diperindah yang menarik perhatian. Dan lebih
dari itu bahwa Allah U tidak hanya memerintahkan wanita agar mengulurkan
jilbab dan menyembunyikan perhiasannya saja, namun dia juga memerintahkan
mereka agar menjulurkan bagian jilbab-jilbabnya-dari atas-, dan semua orang
yang berakal tidak mungkin memahami dari perkataan ini, selain Dia bermaksud
agar wanita mengenakan niqab agar wajahnya tersembunyi juga di samping
dia menyembunyikan badan dan pakaiannya,
kemudia Allah Rabbul ‘Alamin menyebutkan alasan perintah ini, Dia
berkata : Sesungguhnya ini adalah cara yang paling bagus agar wanita-wanita
kaum mu’minin dikenal sehingga mereka tidak disakiti.
Dan jelaslah dengan sendirinya dari hal ini bahwa perintah ini ditujukan
kepada para wanita yang tidak merasa senang dengan rayuan laki-laki terhadapnya,
rasa berbunga-bunga nampak pada wajah dan badannya, dan laki-laki sangat
berhasrat terhadapnya, akan tetapi wanita-wanita itu merasa geram dan
tersinggung, dan mereka itu tidak menginginkan dirinya tergolong
bintang-bintang masyarakat yang lacur, namun mereka menginginkan agar mereka
itu dikenal sebagai lentera-lentera rumah-rumah yang suci lagi bertaqwa.
Wanita-wanita yang mulia lagi suci itu dikatakan oleh Allah kepadanya : Jika
memang kalian ingin dikenal dengan sifat-sifat ini, dan meskipun laki-laki
selalu memperhatikan dan menginginkan kalian, namun kalian tidak merasa suka
dengan hal itu, bahkan merasa geram dan benci, maka jalan untuk menuju hal itu
bukanlah dengan cara keluar dari rumahnya dengan cara berhias bagaikan
pengantin di malam petama, dan menampakan kecantikan dan kemolekannya dengan
begitu rupa yang menarik simpati dan hasrat di hadapan mata jalang yang lapar,
namun cara terbaik untuk hal itu adalah mereka keluar dengan menyembunyiak
semua perhiasannya di dalam jilbab yang diulurkan dan tidak dihiasi, mereka
mengenakan niqab pada wajahnya, serta berjalan dengan cara yang tidak menarik
perhatian orang terhadapnya sedikitpun hingga tidak boleh membunyika suara
perhiasannya. Sesungguhnya wanita yang menghiasi dirinya dan bersiap-siap sebelum keluar dari rumahnya,
dan dia tidak meninggalkan rumahnya kecuali setelah meletakan berbagai macam
bentuk, warna make-up dan polesan-polesan berwarna-warni antara merah,
biru, hitam, dan putih, tidak ada tujuannya dari hal itu kecuali dia itu ingin
menarik perhatian laki-laki, serta mengajak laki-laki agar meliriknya, dan
memperhatikannya, serta ingin memilikinya, maka bila dia mengatakan setelah itu
sesungguhnya pandangan-pandangan liar nan haus menyakitinya, dan
mempersempitnya, dan meskipun dia mengklaim bahwa dia itu tidak ingin dikenal
sebagai bunga desa dan wanita idaman, bahkan dia ingin menjadi ibu rumah tangga
yang mulia lagi terhormat, maka hal itu tidak lain adalah tipu daya dan makar
darinya.
Sersungguhnya ucapan orang itu tidak bisa menentukan niatnya, namun niat
yang sebenarnyalah yang dia pilih, dan menentukan bentuk amalannya, nah dari
itu sesungguhnya wanita yang menjadikan
dirinya sesuatu yang menarik perhatian pandangan, kemudian berjalan di hadapan
laki-laki, maka perbuatannya itu membongkar niatnya yang tersembunyi di
belakang, dan penggerak yang dimana dia berperilaku di baliknya, oleh sebab itu
laki-laki pencari mangsa menginginkan apa yang inginkan oleh wanita macam ini.
Al Qur’an berkata kepada wanita : Sungguh jauh, sungguh jauh kalian ingin
menjadi lentera-lentera rumah yang bercahaya, dan ekaligus ingin menjadi
bintang-bintang masyarakat yang lacur lagi bejat, biar kalian menjadi
lentera-lentera rumah maka tinggalkan lah cara-cara, metode-metode, dan
uslub-uslub yang sesuai dengan bintang-bintang masyarakat, dan telusurilah cara
hidup yang membantu kalian agar menjadi lentera-lentera rumah.
Sesungguhnya pendapat peribadi bagi orang mana saja,- apakah sesuai
dengan Al Qur’an atau tidak, dan apakah dia itu ingin menerima petunjuk Al
Qur’an sebagai manhaj amalan dan kaidah etika ataupun tidak ingin- bila dia
tidak mau sama sekali melanggar amanah dalam tafsir, maka tidak mungkin dia
salah dalam memahami maksud dan tujuan Al Qur’an, dan selama dia itu tidak
munafiq, maka dia pasti menerima bahwa maksud Al Qur’an adalah apa yang telah
kami sebutkan tadi, dan bila setelah itu dia masih menyalahi, maka dia tetap
akan menyalahi setelah dia mengakui bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan
Al Qur’an, atau dia memahami Al Qur’an dengan pemahaman yang miring lagi salah.[8]
·
Syaikh Abu
Bakar Jabir Al Jaza’iriy (pengajar
dan khathib di mesjid Nabawi,pent) hafidhahullah berkata : Firman-Nya U ,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33:59) Ayat ini dari surat
Al Ahzab- mutaakhkhir bacaanya dari dua ayat sebelumnya[9]-
membatalkan anggapan kekhususan dalam masalah hijab, karena dalam khithabnya
isteri-isteri kaum mu’minin diikutkan dengan lafadh yang sharih(jelas),
yaitu menuntut kaum mu’minah bila hendak keluar dari rumahnya untuk
suatu keperluan yang mendesak agar menutupi wajahnya, dan menutupi kecantikan
tubuhnya. Adapun alasan dalam ayat itu adalah menunjukan pada masyarakat islam
saat itu, dimana masih terkungkung dan terbatas, karena akibat adanya
orang-orang munafiq dan munafiqat, musyrikin dan musyrikat,
sedangkan hukum Rasulullah r belum istiqrar dan keamanan belum
menyeluruh, dengan dalil bahwa ada orang-orang munafiq yang masih mengganggu
wanita-wanita budak di jalanan, merayunya agar mau mesum, maka termasuk sikap
penjagaan serentak Allah U memerintahkan Nabi r agar memerintahkan isteri-isteri, puteri-puterinya dan wanita-wanita
kaum mu’minin bila di antara mereka ada yang keluar rumah untuk hajatnya agar
menutupi kepala dan wajahnya, agar diketahui bahwa dia itu wanita merdeka,
bukan budak pekerja rumah, sehingga orang-orang munafik tidak menganggunya baik
dengan perkataan mesum ataupun dengan rayuan gombal. Dan makud penjelasan ini
adalah bahwa ayat ini merupakan penguat dan penetap wajibnya hijab.
Para penyeru sufur (penyeru
para wanita untuk menanggalkan penutup mukanya) mengatakan : Sesungguhnya ayat
ini tidak memerintahkan untuk menutupi wajah, namun hanya menyuruh untuk
menutupi kepala saja,” Dan perkataan ini sangat bathil, karena jilbab
adalah apa yang diletakan oleh wanita di atas kepalanya, maka bagaimana mungkin
dikatakan : Ulurkan jilbabmu pada kepalamu sedangkan jilbab itu menutupinya.
Dan yang benar adalah bahwa dia mengulurkan dari kepalanya pada wajahnya,
inilah yang ma’qul (masuk akal)dan dipahami oleh orang Arab,
kemudian sekedar menutup kepala tidak mencegah adanya rayuan yang
dikhawatirkan, dan yang mencegah hal itu adalah menutupi wajah, adapun wanita
yang membuka wajahnya maka menjadi pusat pandangan, dan memudahkan adanya
sapaan gombal dan rayuan, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair :
Pandangan, terus senyuman, kemudian ucapan salam
Pembicaraan, terus janji, dan akhirnya pertemuan[10]
·
Syaikh Doktor
Muhammad Mahmud Hijaziy berkata
dalam tafsirnya : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka" maka mereka menutup seluruh tubuhnya hingga wajahnya kecuali
(mata) untuk sekedar melihat jalan.[11]
·
Syaikh Abdul
Aziz Ibnu Khalaf berkata : ( dan mafhum
dari jilbab adalah tidak terbatas pada nama, jenis dan warna tertentu, namun
jilbab adalah setiap pakaian yang dipergunakan oleh wanita untuk menutupi semua
tempat-tempat perhiasan baik yang tetap atau yang bisa dipindahkan (seperti
pakaian, pent), dan bila kita telah mengetahui maksud darinya, maka hilanglah
kesulitan dalam menentukan karakter dan namanya.
Maka firman-Nya U ,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal,” [12]menunjukann
pada pengkhususan wajah, karena wajah adalah tanda pengenal, jadi ini merupakan
Nash atas wajibnya menutup wajah, dan firman-Nya U ,” karena itu mereka tidak diganggu.” Adalah Nash
yang menunjukan bahwa dalam mengenal kecantikan perempuan bisa menimbulkan
gangguan terhadapnya dan terhadap yang lainnya berupa kejahatan dan fitnah,
oleh sebab itu Allah U
mengharamkan terhadap wanita
menampakan apa yang menonjolkan kecantikannya apapun hal itu.[13]
Dan beliau
hafidhahullah berkata : [14]
Jilbab itu lebih luas dari sekedar menutupkan kudung, karena jilbab itu
menutupi/menyelimuti badan wanita seluruhnya, dan menutupi semua perhiasan yang
ada pada badannya atau yang menjiplak badannya, karena memakai pakaian yang
menjiplak badan wanita, hukumnya adalah haram atasnya di hadapan laki-laki yang
bukan mahram….
Dan bila orang yang membolehkan
membuka wajah mengatakan : Sesungguhnya ayat ini khusus bagi keluarnya
isteri-isteri Nabi r di saat buang hajatnya. Jawaban kami : Yang hak
sesungguhnya sebab turun ayat itu tidak membatasi padanya hukum ayat-ayat Al
Qur’an, maka ayat-ayat itu mengkhithabi seluruh manusia pada zaman ini dan pada
zaman sesudahnya, sebagaimana
mengkhithabi Rasulullah r dan para sahabatnya, dan
hal ini tidak seorangpun dari ahli ilmu yang mengingkarinya, karena yang
menjadi patokan adalah umumnya lafadh, bukan khususnya sebab.[15]
[1] Nanti akan diuraikan pada pembahasan tafsir surat An Nur.
[2] Yang dimaksud tunduk di sini adalah berbicara dengan sikap yang
menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak bauk terhadap mereka.
[3] Adlwa Al Bayan Fi Idlahil Qur’an Bil Qur’an 6/576.
[4] Abu Dawud 1833 kitab haji bab wanita yang sedang ihram menutupi
wajahnya 2/167.
[5] Al Muwaththa’ bab Takhmirul muhrim wajhahu hal : 217 cetakan Syuab
tanpa perkataannya,”beliau tidak mengingkari kami,”
[6] Fathul Bari kitab haji bab ma yalbisul muhrimu minatstsiyab 3/406
cet : As Salafiyyah.
[7] Al Hijab 302-303.
[8] Tafsir Surat Al Ahzab hal : 161-163, 165-167.
[9] Yaitu ayat 32 dan ayat 53.
[10] Fashlul Khithab Fil Mar’ah wal Hijab 38-39.
[11] At Tafsir Al Wadlih 22/27.
[12] Beliau mengomentari tempat ini : Seandainya tidak ada dalil syari’
yang melarang wanita dari menampakan wajahnya kecuali nash dari Allah U ini, tentulah cukup sebagai
hukum yang mewajibkan, karena wajah adalah tanda pengenal wanita dari sisi
penunjukannya kepada keperibadiannya,
dan dari sisi mendatangkan fitnah, karena dia itu tidak sering nampak dan
muncul, dan dengan menutupinya, maka hilanglah tujuan-tujuan terlarang itu.
Allah U
memerintahkan wanita agar menutupi egala sesuatu yang bisa mengenalkan dia dari
badannya, sedangkan perintah ini adalah menunjukan kewajiban, dan tidak ada
dalil yang memalingkannya dari yang wajib kepada sunnah atau pilihan…dari
hamisy hal 48.
[13] Nadharat Fi Hijab Al Mar’ah Al Muslimah 48-49.
[14] Ibid.
[15] Bagaimana bisa benar klaim kekhususan itu, sedangkan Al Qur’an
menyatakan dengan tegas dan gambling dalam surat An Nur terhadap kaum mu’minat
seluruhnya dengan firman-Nya,” Dan katakan kepada wanita-wanita yang
beriman,” dan dalam surat Al Ahzab,”dan isteri-isteri orang-orang yang
beriman,” ?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar