Dalil-Dalil Dari Al Qur’an Al Karim
Firman-Nya U :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ
ِلأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ
جَلاَبِيْبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ
غَفُوْرًا رَحِيْمًا
Artinya :Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33:59)
·
Perkataan Al Imam Abu Ja’far
Muhammad Ibnu Jarir Ath Thabriy, beliau rahimahullah berkata dalam tafsir ayat ini : Allah U mengatakan kepada Nabi-Nya Muhammad r : Hai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"
janganlah kalian/wanita menyerupai budak dalam hal pakaiannya, jika mereka
keluar rumah untuk keperluannya, mereka membuka rambut dan mukanya, tapi
hendaklah mereka mengulurkan jilbab (jubah)nya keseluruh tubuh mereka agar
tidak diganggu orang jahat jika dia tahu bahwa mereka itu wanita merdeka dengan
gangguan perkataan “ kemudian ahli tafsir berbeda pendapat tentang cara
mengulurkan yang diperintahkan Allah kepada mereka , sebagian mengatakan:
ü Para wanita menutup muka dan kepalanya dan tidak menampakkan kecuali
satu mata saja. Beliau menyebutkan orang yang mengatakannya : Telah
memberitahukan kepada saya Ali, dia berkata Abu Shalih[1]
telah meberitahukan kepada kami, dia berkata Muawiyyah telah memberitahukan
kepada saya dari Ali[2]
dari Ibnu Abbas t,firman-Nya,”Allah memerintahkan wanita wanita mukminat bila keluar
dari rumah untuk suatu kebutuhan agar menutup wajah mereka dengan jilbab yang
diulurkan dari atas kepalanya dan hanya menampakan satu mata mereka saja[3]
ü Ya’qub telah memberi tahu saya, dia berkata Ibnu ‘Ulayyah telah
memberi kabar kami dari Ibnu Aun dari Muhammad dari Ubaidah[4]dalam
firman-Nya,” Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka" maka
Ibnu Aun mengenakannya di depan kami, dia berkata : Dan Muhammad mengenakannya
di depan kami, Muhammad berkata : Ubaidah mengenakannya di depan kami, Ibnu
berkata : Dengan kain rida’nya, terus beliau menutupi kepalanya dengan kain
itu, terus menutupi hidungnya dan mata yang kiri dan mengeluarkan mata
kanannya, dan mengulurkan rida’nya dari atas sampai menjadikannya dekat dengan
alisnya atau pada alisnya.
ü Ya’qub telah memberi kabarku,
berkata : Husyaim telah mengkabarkan kami, berkata : Hisyam telah mengkabarkan
kami, dari Ibnu Sirin, berkata : saya bertanya kepada Ubaidah tentang
firman-Nya,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" berkata : Maka beliau memperaktekan dengan
kainnya, beliau tutup kepala dan wajahnya dan hanya menampakan salah satu mata.[5]
ü Yang lain berkata : bahkan mereka wanita diperintahkan agar
mengikatkan jilbabnya pada kening-keningnya, beliau menyebutkan orang yang
mengatakannya :
Muhammad Ibnu saad telah mengabarkan kami, berkata : bapakku
telah mengabarkanku, berkata : Pamanku telah mengabarkanku, berkata : bapakku
telah mengabarkanku, dari bapaknya, dari Ibnu Abbas t, firman-Nya,” ,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu
dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Berkata : Wanita merdeka pernah memakai baju budak, maka
Allah memerintahkan wanita kaum mu’minin agar mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka, dan penguluran jilbab itu adalah : Bertaqannu’[6]
dan mengikatkannya pada keningnya. Busyr telah memberiahukan kepada kami,
berkata : Yazid telah mengabarkan kepada kami, berkata : said telah mengabarkan
kepada kami, dari Qatadah, firman-Nya,” Hai Nabi katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka"Allah mewajibkan mereka bila keluar untuk bertaqannu’ di
keningnya,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu,” dahulu budak bila lewat, maka mereka
(orang-orang fasik dan munafik) mengganggunya, maka Allah melarang
wanita-wanita merdeka menyerupai wanita-wanita budak.
ü Muhammad Ibnu Amr telah
mengkabarkan kepada kami, berkata : Abu ‘Ashim telah mengkabarkan kepada kami,
berkata : Isa telah mengkabarkan kepadaku, dan telah mengkabarkan kepadaku Al
Harits, berkata : Al hasan telah mengkabarkan kepada kami, berkata : Warqaa’
telah mengabarkan kepada kami semuanya, dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid,
Firman-Nya,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka" mereka berjilbab supaya diketahui bahwa mereka itu
wanita-wanita merdeka, sehinghga orang fasik tidak mengganggunya baik dengan
perkataan atau ribah…
ü Firman-Nya,” Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu,”
Allah U berkata : Penguluran mereka akan
jilbab-jibabnya itu bila mana mereka mengulurkannya ke seluruh tubuhnya adalah
lebih dekat dan lebih mudah untuk dikenal oleh orang yang mereka lewati, dan
mereka (laki-laki) mengetahui bahwa mereka itu bukan budak, sehingga mereka
enggan mengganggunya dengan perkataan yang tidak baik atau dengan perlakuan
kurang sopan,” Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
terhadap mereka untuk menyiksanya setelah mereka taubat dengan mengulurkan
jilbab-jilbabnya ke seluruh tubuhnya.[7]
· Al Imam Abu Bakar Ahmad Ibnu Ali Ar Raziy Al Jashshash (Wafat 370 H) rahimahullah berkata : Abdullah Ibnu Muhammad telah memberi
kabar kami, berkata : Al Hasan telah mengkabari kami, berakata : Abdurrazzaq
telah mengkabari kami, berkata : Ma’amar telah mengkabari kami dari Abu
Khaitsam dari Shafiyyah Bintu Syaibah dari Ummu salamah, berkata : Tatkala ayat
ini turun,” ,”
Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,” wanita-wanita dari kalangan
Anshar keluar (dari rumah) seolah-olah di atas kepala mereka ada gagak karena
pakaian hitam yang mereka kenakan.”
Abu Bakar berkata :Dalam
ayat ini ada dalalah (dalil yang menunjukan) bahwa wanita muda
diperintahkan untuk menutup wajahnya dari laki-laki lain, dan (diperintahkan)
untuk menampakan ketertutupan dan ‘iffah ketika keluar agar orang-orang
fasiq tidak berhasrat terhadapnya. Dan di dalam ayat ini ada dilalah bahwa
wanita budak tidak diwajibkan untuk menutup wajah dan rambutnya karena
firman-Nya,” dan isteri-isteri orang mu'min,” dzahirnya bahwa itu adalah wanita-wanita
merdeka.dan begitu juga diriwayatkan dalam tafsir agar mereka itu tidak seperti
budak-budak yang mereka itu tidak diperintahkan untuk menutup kepala[8]
dan wajah, maka menutupinya dijadikan sebagai pembeda antara wanita merdeka
dengan budak, dan telah diriwayatkan bahwa Umar pernah memukul budak-budak
wanita, dan terus berkata : Buka kepala kalian, janganlah berusaha menyerupai
wanita-wanita merdeka[9]
· Al Imam Al Faqih ‘Imaduddin Ibnu Muhammad
Ath Thabari yang terkenal
dengan julukan Ilkiya Al Harras[10]
(Wafat 504 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya : Firman-Nya
Ta’ala,” Hai Nabi
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka".(59) – Jilbab adalah rida’(jubah), maka Dia memerintahkan mereka (wanita)
supaya menutupi wajah dan kepala mereka, dan tidak mewajibkannya terhadap
budak.[11]
· Al Imam Muhyi As Sunnah Al
Baghawi (Wafat
516 H) rahimahullah dalam Ma’alim At Tanzil dalam menafsirkan
ayat itu hanya menuturkan perkataan Ibnu Abbas dan Ubaidah As Salmani
di atas saja dan tidak mempedulikan pendapat lain seolah-olah beliau tidak
menganggapnya, begitu juga Al Imam Al Khazin rahimahullah
melakukan hal serupa.[12]
· Abu Al Qasim Muhammad Ibnu Umar Al Khawarizmiy Az Zamakhsyari yang
diberi gelar Jarullah[13]
(Wafat 538 H) semoga Allah
mengampuninya mengatakan dalam tafsirnya Al Kasysyaf : Makna,”
Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,” adalah
mereka mengulurkan pakaiannya ke seluruh tubuh mereka, dan dengan jilbab itu
mereka menutupi wajah dan pinggangnya. Dikatakan bila pakaian lepasa dari wajah
wanita : Adnii tsaubaki ‘alaa wajhiki, dan ini dikarenakan sesungguhnya
wanita di awal islam masih seperti mereka pada zaman jahiliyyah berpakaian
seadanya, wanita tampak keluar rumah dengan hanya mengenakan baju kurung dan
kudung saja, tidak ada perbedaan antara wanita merdeka dengan budak, sedangkan
para pemuda dan laki-laki nakal mengganggu wanita-wanita budak bila mereka
keluar di malam hari untuk membuang hajat mereka di dekat pohon kurma dan
tempat yang sunyi, dan terkadang mereka itu mengganggu wanita-wanita merdeka
dengan alasan mereka mengiranya budak, mereka berkata : Kami mengiranya budak.
Maka wanita-wanita merdeka diperintahkan agar berpenampilan beda dengan budak
dengan memakai jubah (rida’), dan milhafah, menutupi kepala dan wajah agar
lebih tertutup dan lebih disegani, sehingga tidak ada orang yang berhasrat, dan
itu pada firman-Nya,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal,” yaitu lebih mudah untuk diketahui sehingga tidak diganggu dan
tidak mendapatkan apa yang tidak mereka sukai. Maka bila engkau mengatakan :
Apa arti min (dari) pada kalimat,”min jalaabiibihinna,” ? Saya
menjawab: Ia itu untuk menujukan sebagian (tab’idl), namun makna tab’idl
ini mengandung dua kemungkinan : Pertama : Mereka berjilbab dengan
bagian jilbabnya yang mereka kenakan, dan maksudnya adalah agar wanita merdeka
tidak boleh keluar rumah dengan hanya mengenakan baju kurung dan kudung saja
seperti budak dan orang yang suka sibuk kerja, dan dia itu memiliki dua jilbab
di rumahnya atau lebih. Kedua : Wanita mengulurkan sebagian jilbabnya
atau sisa kain jilbabnya pada wajahnya dia menutupinya agar berbeda dengan
budak, dan dari Ibnu Sirin : Saya bertanya kepada Ubaidah As Salmani tentang
hal itu, maka beliau menjawab : Ia (wanita) meletakan rida’nya di atas alisnya,
kemudian dia melingkarkannya sehingga ia meletakannya di atas hidungnnya, dan
dari As Suddiy : Ia menutupi salah atu matanya dan keningnya dan sisi lain
kecuali mata, dan dari Al Kisaiy : Mereka bertaqannu’ dengan milhafahnya
sambil menyelimutkannya ke seluruh tubuhnya, maksud dari menyelimutkan adalah
mengulurkannya.[14]
· Al Imam Al Qadli Abu Bakar
Muhammad Ibnu Abdillah yang terkenal dengan Ibnu Al ‘Arabi Al Maliki (Wafat 543 H) rahimahullah
berkata dalam tafsirnya : Masalah kedua : Orang berbeda pendapat
tentang menjelaskan makna jilbab dengan lafadh-lafadh yang berdekatan,
semuanya berputar bahwa jilbab itu adalah kain yang menutupi seluruh
tubuh, namun mereka bermacam-macam dalam mengungkapkannya di sana, dikatakan ia adalah rida’, dan
dikatakan pula dia adalah qina’. Masalah ketiga : Firman-Nya
Ta’ala,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,” dikatakan
maknanya : Dia dengan jilbab itu menutup kepalanya dari atas khimarnya
(kerudungnya), dikatakan pula : Dia dengan jilbab itu menutupi wajahnya
sehingga tidak ada yang nampak darinya kecuali mata kiri saja. Masalah
keempat : Dan yang menyebabkan mereka (para ahli tafsir) bermacam-macam
dalam mengungkapkan makna jilbab ini adalah bahwa mereka melihat bahwa
penutupan dan hijab adalah bagian dari penjelasan yang telah lalu, dan telah
diketahui maknanya, dan tambahan ini datang menambahnya, dan dibarengi
dengan qarinah yang sesudahnya
yaitu yang menjelaskannya, dan itu adalah firman-Nya,” Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal ,”
dan yang dhahir bahwa hal itu
adalah menyebabkan mudahnya dikenal di saat menutupi diri, maka ini menunjukan
pada hal berikut ini : Masalah kelima : Bahwa ini bermaksud membedakannya
dari budak yang biasa berjalan dengan membuka kepala, atau dengan satu qina’,
mereka diganggu oleh laki-laki dan diajak bicara, maka bila ia (wanita merdeka)
berjilbab dan menutupi diri, maka hijab itu menjadi penghalang antara dia
dengan orang yang mengganggu dengan pengajakan bicara dan menyakitinya, dan
telah dikatakan- yaitu : Masalah keenam : Sesungguhnya yang dimaksud
dengan hal itu adalah orang-orang munafiq. Qatadah berkata : Wanita budak bila
mereka lewat selalu diganggu oleh orang-orang munafiq, maka Allah melarang
wanita-wanita merdeka dari menyerupai wanita-wanita budak, agar tidak terkena
sepert gangguan ini. Dan telah diriwayatkan bahwa Umar Ibnu Al Khaththab pernah
memukul wanita-wanita budak karena mereka menutupi dirinya, beliau berkata :
Apakah kalian menyerupai wanita-wanita merdeka ? dan hal ini jelas dari
rangkaian pengaturan syari’at. [15]
· Al Imam Abul Faraj Jamaluddin
Abdurrahman Ibnu Ali Ibnu Muhammad Ibnu
Al jauzi Al Qurasyi Al Baghdadiy Al Hambali (Wafat 597 H) rahimahullah
berkata dalam tafsirnya : Sebab Nuzul ayat ini adalah bahwa orang-orang fasiq
suka mengganggu kaum wanita bila mereka keluar di malam hari, mereka bila
melihat wanita mengenakan qina’(penutup kepala dan wajah) mereka tidak
mengganggunya dan mengatakan : Ini adalah wanita merdeka,’ dan bila melihatnya
tidak mengenakan qina’ mereka mengatakan : Ini adalah budak,” maka
mereka mengganggunya. Maka turunlah ayat ini, ini dikatakan oleh As Suddiy.
Firman-Nya Ta’ala,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka,”Ibnu Qutaibah berkata ; Mengenakan rida’ (jubah) dan
yang lain mengatakan : Mereka menutup kepala dan wajahnya agar diketahui bahwa
mereka adalah wanita-wanita merdeka,” Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah,” yaitu lebih pantas dan lebih dekat,” untuk dikenal,” bahwa
mereka itu adalah wanita-wanita merdeka,” karena itu mereka tidak diganggu.”[16]
· Al Imam Fakhruddion Muhammad Ibnu Umar Ibnu Al Husain
Ibnu Al Hasan Ar Raziy (wafat 606 H) berkata dalam tafsir Al Kabir : Dahulu
zaman Jahiliyyah wanita merdeka dan wanita budak keluar (rumah) dengan terbuka,
yang membuat diikuti oleh para pezina, dan terkena tuduhan, maka Allah
memerintahkan wanita-wanita merdeka agar berjilbab, dan firman-Nya,” Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu.” Dikatakan : Diketahui bahwa mereka itu adalah wanita-wanita
merdeka, maka tidak diikuti (oleh para pezina), dan bisa dikatakan : Yang
dimaksud adalah bahwa mereka itu tidak pernah berzina, karena wanita yang
menutupi wajahnya-padahal bukan aurat[17]-
tidak diharapkan darinya bahwa dia itu mau membukakan auratnya, maka diketahui
bahwa mereka itu selalu tertutup, tidak mungkin diajak berzina.[18]
· Al Imam Abu Abdillah Muhammad
Ibnu Ahmad Al Anshariy Al Qurthubi Al
Maliki (Wafat
671 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya : Karena kebiasaan
wanita-wanita arab adalah berpakaian seadanya saja, dan mereka itu membuka
wajah-wajahnya sebagaimana yang dilakukan oleh budak, sedang hal seperti ini
mengundang pandangan laki-laki
terhadapnya sehingga pikiran mereka menghayal terhadapnya, maka Allah
memerintahkan Rasul-Nya r untuk memerintahkan kaum wanita
agar mengulurkan jilbab-jilbabnya keseluruh tubuhnya di kala keluar untuk
hajat-hajat mereka…..
Al Qurthubi berkata lagi : Firman-Nya,” mengulurkan
jilbabnya,” jalaabib adalah bentuk jamak dari jilbab yaitu
kain yang lebih lapang dari khimar (kerudung), dan diriwayatkan dari
Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud bahwa jilbab adalah rida’ (jubah),
dikatakan juga bahwa jilbab adalah Qina’, dan yang benar sesungguhnya
jilbab adalah kain /pakaian yang menutupi seluruh tubuh, sebagaimana yang
terdapat dalam Shahih Muslim dari Ummu ‘Athiyyah, beliau berkata
: Wahai Rasulullah ! seseorang diantara kami ada yang tidak mempunyai jilbab ?
Rasulullah berkata : Hendaklah saudarinya memberikan kepada jilbab….”
Dan beliau rahimahullah
menghikayatkan sebuah atsar dari Umar Ibnu Al Khaththab t beliau berkata : Apa yang mencegah wanita
muslimah bila dia mempunyai hajat dia keluar sambil menyembunyikan diri dengan
mengenakan pakaian lusuhnya atau pakaian lusuh tetangganya, tidak ada seorang
pun yang mengenalinya sampai dia pulang kembali kerumahnya.
Al Qurthubi rahimahullah berkata lagi :
Firman-Nya,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,”
yaitu wanita-wanita merdeka, sehingga tidak bercampur dengan budak. Bila
diketahui bahwa mereka itu adalah wanita merdeka maka mereka tidak akan
mendapatkan gangguan sedikitpun karena memandang kemerdekaannya, sehingga
hasrat mengganggu pun terputus darinya, bukan maksudnya supaya dikenal siapa
dia[19],
Umar t bila melihat budak memakai qina’ beliau
memukulnya dengan tongkatnya, demi menjaga pakaian wanita merdeka, dan ini
sebagaimana para sahabat Nabi r melarang para wanita mendatangi
mesjid setelah Rasulullah r wafat, padahal Rasulullah pernah
bersabda,”Janganlah kalian melarang wanita dari mendatangi mesjid Allah,”
sampai-sampai Aisyah radhiyallahu 'anha mengatakan,” Seandainya Rasulullah r masih hidup sampai sekarang ini,
tentu beliau pasti melarang para wanita dari keluar (rumah), sebagaimana
wanita-wanita Bani Israil telah dilarang,”, ,”Dan Maha pengampun lagi Maha
Penyayang”
merupakan penghibur bagi para wanita karena meninggalkan berjilbab sebelum ada
perintah pensyariatannya [20]
·
Al Imam Al Qadli Nashiruddin Abdullah Ibnu Umar Al Baidlawi Asy Syafii’ (Wafat 691 H) rahimahullah
berkata dalam tafsirnya :,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka,” artinya hendaklah mereka menutupi wajah-wajahnya dan
tubuhnya dengan milhafah (Jubah) bila mereka keluar untuk suatu
kebutuhan.Dan min (dari) adalah untuk menunjukan sebagian (tab’idl),
karena sesungguhnya wanita mengulurkan sebagian jilbabnya, dan berselimut
dengan sebagian yang lainnya,” Dan yang demikian ittu agar mereka lebih mudah
untuk dikenal,” yaitu dibedakan dari wanita budak dan para penyanyi,”maka
mereka tidak diganggu,” orang-orang
jahat tidak mengganggu mereka,” Dan Maha pengampun,” terhadap yang telah lalu,”lagi maha
penyayang,” terhadap hamba-hambanya karena selalu memperhatikan
kemashlahatan mereka sampai hal-hal yang kecil.[21]
·
Al Allamah Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Syihabuddin Al Khaffajiy (1069 H) rahimahullah berkata dalam catatan kakinya
atas tafsir Al Baidlawiy dalam rangka mensyarah point sebelumnya darinya :
Perkataannya : (Dan min untuk tab’idl,,,) dan telah dikatakan dalam Al Kasysyaf
bahwa itu mengandung dua kemungkinan : Mereka berjilbab dengan masing
jilbab-jilbab yang mereka kenakan, maka berarti bagian itu adalah salah satu
darinya, atau yang dimaksud adalah bagian dari setiap jilbab itu, dengan
cara mengulurkan sebagian kain jilbabnya, sedangkan bagian yang lainnya
dikenakan di wajah, dia bertaqannu’ dengannya, dan berjilbab sesuai
kemungkinan pertama maknanya berhijab menutupi seluruh tubuhnya, dan berarti taqannu’
menutupi kepala dan wajah di sini adalah dengan disertai mengulurkan sisanya ke
seluruh badan, dan firman-Nya,” Hendaklah mereka mengulurkan,” ini ada
kemungkinan sebagai maquulul qaul (yang diucapkan),yaitu pemberitaan
yang bermakna perintah[22]atau
jawaban perintah sebagaimana sejalan dengan firman-Nya,”Katakan kepada
hamba-hambaku yang telah beriman,” Hendaklah mereka mendirikan shalat,”[23]
dan jilbab adalah izar yang lebar yang diselimutkan, maka apa yang dikatakan
: ( Sesungguhnya ungkapan,” ‘alaihinna,” berbeda dengan,” ‘ ala
wujuuhihinna,” dan beliau telah menafsirkannya dengan menutupi wajah dan
seluruh tubuhnya dengan jilbab itu, maka bagaimana bisa benar kalau
begitu pernyataan bahwa(min) itu berfaidah tab’idl, karena
kalimat sebagian itu tidak benar diletakan sebagai makna min kecuali
bila ada sebagian jilbab yang masih tersisa tidak dipakai pada wajah dan
badan) adalah tidak usah diperhatikan (bukan pernyataan yang benar),
karena firman-Nya,”’Alaihinna (ke seluruh tubuh mereka) bisa dengan taqdir
mudlaf, jadi maknanya ‘alaa ru’uusihinna atau wujuuhihinna,
atau karena sudah dimafhumi darinya meskipun tidak ada taqdir, dan
adapun perkataannya : badan-badannya, maka itu adalah penjelasan bagi
kenyataan, karena sesungguhnya wanita bila mengulurkan sebagian kain jilbabnya
pada wajah maka sudah dipastikan sebagian yang lain tersisa pada badan, namun
yang diperintahkan adalah menarik yang sebagian itu, karena dengannya badan
bisa terjaga. Perkataannya : dari wanita-wanita budak dan para penyanyi, ini adalah
meng’atafkan dua hal yang sama-sama artinya, atau yang dimaksud dengan para
penyanyi itu adalah para pelacur, dan adapun bila yang dimaksud adalah
biduanita maka ini tidak benar. Dan perkatannya : mereka (wanita merdeka)
dibedakan, maksud dengan ma’rifah adalah membedakan secara majaz
karena itulah yang dimaksud, dan seandainya dibiarkan pada maknanya, maka tetap
benar, As Subkiy berkata dalam Thabaqatnya : Ahmad Ibnu Isa dari kalangan ahli
fiqhi madzhab Syafii beristinbath dari ayat ini bahwa apa yang dilakukan
oleh para ulama dan para tokoh berupa merubah pakaian dan surban mereka adalah
hal yang bagus, meskipun tidak pernah dilakukan oleh salaf, karena dengan hal
ini mereka memiliki ciri khusus agar dikenal, sehingga perkataan mereka
diamalkan[24].
Perkataannya : (terhadap yang telah lalu) bukan maksudnya perintah berjilbab
sebelum ayat ini turun, sehingga bisa dikatakan bahwa tidak ada dosa sebelum
datangnya perintah dalam syariat, ini adalah berdasarkan madzhab Mu’tazilah dan
penghukuman jelek menurut akal semata, namun yang dimaksud adalah dosa-dosa
kalian yang lalu yang telah dilarang secara muthlaq, maka itu diampuni bila Dia
menghendaki, dan seandainya diterima bahwa yang dimaksud adalah itu, maka
larangan akan hal itu sudah diketahui dari ayat hijab secara dalil iltizam.
Dan dikatakan : Yang dimaksud adalah
bagi kemungkinan terjadinya kekurangan dalam menutupi.[25]
·
Al Imam Abdullah Ibnu Ahmad Ibnu Mahmud An Nasafi Al Hanafi (Wafat 701 H) rahimahullah
berkata dalam tafsirnya :,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka,” yaitu mereka mengulurkannya keseluruh tubuhnya dan
menutupi wajah dan pinggangnya dengan jilbab itu. Dikatakan bila pakaian
terurai dari wajah wanita : Adnii Tsaubaki ‘Alla Wajhiki[26],dan
lafadh Min adalah littab’idl, jadi maknanya : Dia
mengulurkan sebagian jilbabnya dan selebihnya pada wajahnya. [27]
[1] Abu Shalih Al Mishri Abdullah Ibnu
Shalih, padanya ada kelemahan, At Taqrib 1/423.
[2] Dia adalah Ali Ibnu Abi Thalhah, yang diperbincangkan oleh sebagian
para Imam, dia tidak pernah mendengar dari Ibnu Abbas, bahkan tidak pernah
melihatnya, dan telah dikatakan bahwa diantara keduanya ada Mujahid, lihat
dicatatan kaki tentang hal ini.
[3] Sanadnya hasan sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Abdul Qadir
Habibullah As Sindiy, lihat Raf’ul Junnah Amama Jilbabil Mar’ah Al Muslimah Fil
Kitab Was Sunnah Hal :138, Atsar ini mempunyai syahid yang kuat dengan sanad
yang shahih dari Ubaidah As Salmaniy (pent).
[4] Para perawi dalam sanad ini adalah bagaikan gunung dalam ketsiqahan
dan hapalannya. Ibnu Jarir adalah Al Hafidh yang sangat terkenal ahli tafsir
yang masyhur. Ya’qub adalah Ibnu Ibrahim Ad Dauqiy tsiqah. Ibnu Ulayyah adalah
Ismail Ibnu Ulayyah seorang Imam besar lagi tsiqah. Ibnu Aun adalah
Abdullah Ibnu Al Muzanniy seoarang alim yang tsiqah lagi
kuat. Sedangkan Muhammada adalah Ibnu Sirin seorang ulama tabiin.Ubaidah adalah
As salmani imam yang tsiqah lagi zuhud, seorang diantara tabiin besar
mukhadlram yang tsiqah lagi kuat. Al Hafidh berkata dalam At Tahdzib : Syuraih
Al Qadli bila mengalami kesulitan masalah, beliau bertanya dan meruju kepadanya
7/84, Al Imam Adz Dzahabiy berkata : Ubaidah Ibnu Amr As Salmaniy Al Muradiy Al
Kufiy Al faqih Al ‘Alam, hampir menjadi sahabat, masuk islam di Yaman pada masa
Futuh Mekkah, mengambil ilmu dari Ali, dan
Ibnu Masud y. Asy Sya’biy berkata : Beliau sejajar dengan Syuraih dalam
keputusan. Al ‘Ajaliy berkata : Ubaidah adalah salah satu murid Ibnu Masud yang
selalu mengajar dan memberikan fatwa kepada manusia. Ibnu Sirin berkata : Saya
tidak pernah melihat orang yang lebih hati-hati dari Ubaidah, dan beliau itu
banyak diambil ilmunya, lihat Tadzkiratul Huffadh1/50. dan bila sudah jelas
bagi anda bahwa Ubaidah As Salmaniy itu termasuk kibar At Tabiin, dan beliau
itu beriman pada zaman hidup nabi r ,
dan beliau itu inggah di Madinah pada zaman Umar Ibnu Al Khaththab t, dan terus di sana sampai meninggal dunia, tentu engkau mengetahui
bahwa beliau itu menafsirkan dengan apa yang tersebar di masyarakat saat itu
yang terwakili oleh para pemuka para sahabat y, tokoh-tokoh umat ini yang merupakan sumber acuan agama ini.
[5] Sanadnya shahih lihat Raf’ul Junnah :139.
[6] Ketahuilah bahwa (bertaqannu’ itu bermakna
umunya adalah menutupi wajah, dan dengan penafsiran ini berarti riwayat ini
selaras dengan riwayat sebelumnya, dan sudah pada maklum bahwa menggabungkan
antara dua perkataan pada perkataan orang yang berakal adalah wajib bila masih bisa,
dan bila salah satunya dibuang maka itu tidak boleh, dan suatu yang sangat
mengherankan adalah bahwa Ibnu Jarir telah menukil perkataan Ibnu Abbas ini
dalam konteks orang yang tidak berpendapat wajibnya menutup wajah, dan beliau
tidak menengok kepada riwayat-riwayat yang menjelaskan makna taqannu’ dalam
riwayat ini) dari perkataan Syaikh Abu Hisyam Al Anshariy- dinukil dari
Majallah Al Jamiah As Salafiyyah.
[7] Jamiul Bayan ‘An Ta’wili Aayil Qur’an 22/45-47.
[8] Diriwayatkan dari hadits Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa Nabi r masuk menemuinya, maka maulah (bekas budak) milik orang –orang
bersembunyi, Nabi r bertanya : Dia itu sudah
haidl (baligh) ?, orang-orang berkata : Ya, sudah, maka Nabi r menyobekkan dari kain
sorbannya bagi dia, terus berkata : Berikhtimarlah dengan ini,” Diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dan Ibnu Abi Syaibah.
[9] Ahkam Al Qur’an 3/371-372.
[10] Ilkiya adalah kosa kata Persia artinya Orang besar yang terpandang
di hadapan manusia, Dan Ilkiya Al Harras adalah Ali Ibnu Muhammad Ibnu Ali,
kunyahnya Abul hasan yang bergelar Imaduddin, lahir tahun 450 H, belajar fiqih
terhadap Imam Al Haramain, dan ia adalah termasuk muridnya yang terpandang
setelah Al Ghazali, dan diantara karangannya adalah Syifaul Mustarsydin Fi Mabahitsil Mujtahidin,
ini adalah termasuk buku masalah khilaf yang paling hebat, dan kitab dalam
Ushul Fiqh, lihat biografinya dalam Thabaqat Asy Syafiiyyah 7/231—234, Al
Bidayah Wan Nihayah 12/172, Sydzaratudz Dzahab 4/8, Wafayatul ‘Ayan 1/448, An
Nujum Az Zahirah 5/201.
[11] Tafsir Ilkiya Al Harras Ath Thabari 4/354.
[12] Lubab At Ta’wil Fi Ma’ani At Tanzil 5/227.
[13] Beliau digelari ini karena pernah tinggal di Mekkah beberapa waktu,
termasuk tokoh Mu’tazilah di zamannya, Bermadzhab Hanafiy, di dalam tafsirnya Al Kasysyaf Az
Zamakhsyari telah menguak kemukjizatan
Al Qur’an Al Qur’andari sisi Balaghahnya, dan beliau dengan indahnya mengungkap
keindahannya, sampai pada akhirnya orang yang menulis tafsir seudahnya
membutuhkan beliau dari sisi ini, namun beliau mendapatkan keritikan tajam
dalam sisi usahanya ingin mencocokan ayat-ayat Al Qur’an sesuai dengan madzhab
mu’tazilahnya, dan serangannya terhadap ahlus sunnah dengan kata-kata yang
kasar, dan Ahlus Sunnah dibela oleh Syaikh Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Manshur Al
Munayyir Al Iskandari Al Malikiy (Wafat 680H) dan beliau mengomentari
kemu’tazilahanhnya dengan teliti dalam kitabnya Al Intishaf.
[14] Al Kasysyaf ‘An Haqa’iqi At Tanzil Wa ‘Uyun Al Aqawil Fi Wujuh At
Ta’wil 3/274.
[15] Ahkam Al Qur’an 3/1585.
[16] Zadul Masir Fi ‘Ilmit Tafsir 6/422.
[17] Akan datang insya Allah penjelasan bahwa wajah itu bukan aurat
yaitu di dalam shalat, bukan secara muthlaq, bahkan perintah menghijabi wajah
pada ayat ini merupakan dalil bahwa wajah itu adalah aurat dalam masalah
pandangan, lihat penjelasan nanti.
[18] Mafatihul Ghaib 6/591.
[19] Lihat Tafsir Ats Tsa’alibiy Al Malikiy (wafat 875 H) yang bernama
Al Jawahir Al Hisan Fi Tafsiril Qur’an 3/237.
[20] Al Jami’ Li Ahkam al Qur’an 14/243.
[21] Anwar At Tanzil Wa Asrarut ta’wil 2/280.
[22] Berarti Mudlari’ di dalam ayat itu bermakna amr (perintah),
sedangkan dhahir dari perintah adalah menunjukan kewajiban, bahkan sesungguhnya
perintah bila datang dalam bentuk fiil mudlari’, maka penunjukannnya
terhadap perintah sangat kuat sekali.
[23] Ibrahim : 31.
[24] Istinbath ini telah diingkari oleh Al Allamah Shiddiq Hasan Khan
rahimahullah, dan beliau menukil larangan akan hal itu dari ulama salaf, lihat
Fathul Bayan Fi Maqashidil Qur’an, karya beliau 7/413-414.
[25] ‘Inayatul Qadli Wa Kifayatu Ar Radli ‘Ala Tafsir Al Baidlawiy
[26] Dan apa yang dinukul oleh An Nasafi dalam tafsirnya ini menunjukan
secara jelas bahwa wanita muslimah pada masyarakat-masyarakat islami selalu
menutupi wajahnya, dan penguluran pakaian di saat terurai dari wajah wanita
adalah sesuatu yang sudah terkenal dan merata di kalangan kaum muslimin,
sehingga gambaran ini menjadi contoh yang harus ditiru).. Dari nukilan Syaikh
Abdul Aziz Ibnu Khalaf, Nadharat Fi Hijabil Mar’ah Al Muslimah Lil Albaniy,
catatan kaki 51.
[27] Madarik at Tanzil wa Haqa’qut Ta’wil 3/79.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar