Dalil Ketiga
Firman-Nya
U :
يَا نِسَاءَ
النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلاَ
تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِيْ فِيْ قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ
قَوْلاً مَعْرُوْفاً . وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى وَأَقِمْنَ الصَّلاَةَ وَآتِيْنَ الزَّكَاةَ
وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ
الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا
Artinya : Hai isteri-isteri Nabi, kamu
sekalian tidaklah sama seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka
janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada
penyakit di dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang jahilayyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat
dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
( Al Ahzab 32-33)
Dan
yang menjadi pokok pembahasan adalah firman-Nya,” Dan hendaklah kamu tetap
di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
jahilayyah yang dahulu,”
·
Imamul Mufassirin Ibnu Jarir
Ath Thabari rahimahullah berkata : (Dikatakan bahwa tabarruj
di sini adalah tabakhtur (berlenggang) dan (takassur) berlenggak
lenggik) kemudian beliau meriwayatkan dengan sanadnya dari Qatadah berkata :
Yaitu bila kalian keluar dari rumah kalian, beliau berkata : mereka (wanita jahillah dahulu) mempunyai
cara jalan, takassur, dan taghannuj (gerakan yang merangsang),
maka Allah melarang dari melakukan hal itu.” Ya’qub telah memberitahu kami,
beliau berkata : Ibnu ‘Aliyyah telah memberitahu kami, beliau berkata : Saya
mendengar Ibnu Abi Nujaih berkata tentang firman-Nya U ,” dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang jahilayyah yang dahulu,” beliau berkata : (Yaitu) Tabakhtur,
dan dikatakan : Sesungguhnya tabarruj adalah menampakan perhiasan, dan
wanita menampakan kecantikannya di hadapan laki-laki.[1]
·
Al Imam Abu Bakar Al Jashshah rahimahullah berkata : Dan firman-Nya U,” Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu,” Hisyam meriwayatkan dari
Muhammad Ibnu Sirin berkata : Dikatakan kepada Saudah Bintu Zam’ah : Kenapa
tidak keluar (untuk haji dan umrah) sebagaimana yang dilakukan
saudari-saudarimu ? Beliau berkata : Saya sudah melaksanakan haji dan umrah
kemudian Allah memerintahkan saya agar diam
di dalam rumahku, maka Demi Allah
saya tidak akan keluar,” Maka beliau tidak pernah keluar hingga mereka yang
mengeluarkan janazahnya. Dan dikatakan bahwa makna,” Dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu,” jadilah kalian orang yang waqar, tenang,
dan kalem, dikatakan waqira fulan fi baitihi yaqiru wuquran bila
dia tenang dan tuma’ninah di dalam rumahnya. Dalam potongan ayat ini ada
dilalah yang menunjukan bahwa wanita itu diperintahkan agar selalu berada di rumahnya dan dilarang
keluar, dan firman-Nya U,” dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
jahilayyah yang dahulu,”Ibnu Abi Najih meriwayatkan dari Mujahid,” dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahilayyah yang
dahulu,”beliau berkata : Adalah wanita dahulu berjalan di depan pria, maka
itu adalah tabarruj jahiliyyah. Sa’id berkata dari Qatadah,”
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahilayyah
yang dahulu,” yaitu bila kalian keluar dari rumah kalian, beliau berkata :
Mereka memiliki cara berjalan, takassur, dan taghannuj, maka
Allah melarang mereka dari melakukan hal itu, dikatakan pula : Tabarruj
itu adalah menampakan kecantikan kepada kaum pria. Dan dikatakan : Jahiliyyah
uula adalah sebelum Islam, dan jahiliyyah tsaniyyah
(kedua) adalah keadaan orang di dalam islam yang melakukan perlakuan seperti
perlakuan mereka. Dan semua hal ini adalah termasuk apa yang diajarkan oleh
Allah kepada isteri-isteri Nabi r demi menjaga kesucian mereka, dan wanita lainnya dimaksud juga
dengannya.[2]
·
Al Qadli Abu Bakar Ibnu Al
‘Arabiy rahimahullah
berkata : Firman-Nya U : (وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ) artinya diamlah di dalam rumahnya, janganlah
keluar, dan janganlah meninggalkan rumahnya, sampai-sampai diriwayatkan-namun
ini tidak benar[3]-
bahwa Nabi r tatkala pulang selesai haji Wada’ berkata kepada isteri-isterinya :
Ini, kemudian tampaknya tikar,” sebagai isyarat pada keharusan
wanita tetap berada di dalam rumahnya, dan menghindari dari keluar darinya,
kecuali karena dharurat. Dan saya telah mengelilingi seribu
sekian desa di bumi ini, maka saya tidak mendapatkan wanita-wanita yang lebih
tertutup, dan lebih menjaga diri daripada wanita-wanita penduduk Nablis yang
dikota itu Ibrahim Al Khalil r pernah dilemparkan ke dalam api, saya tinggal di sana sebulan, dan saya
tidak melihat seorang wanita pun dijalanan di siang hari kecuali hari jum’at,
mereka keluar menghadiri jum’at hingga ruangan mesjid buat mereka penuh,
kemudian setelah shalat selesai dan mereka kembali pulang ke rumahnya, mata
saya tidak pernah melihat seorang pun dari mereka hingga jum’at berikutnya,
namun desa-desa yang lainnya para wanitanya tampak tabarruj ada yang
memakai perhiasan ada juga yang tidak, perhiasan mereka beragam yang
menimbulkan fitnah, dan sungguh saya telah melihat wanita-wanita yang menjaga
kehormatannya (‘Afa’if) di Masjid Al Aqsha, mereka tidak keluar dari
tempat i’tikafnya hingga mati syahid di dalamnya.[4]
·
Al Imam Abu Abdillah Al
Qurthubi rahimahullah :
Makna ayat ini adalah perintah untuk selalu tinggal di dalam rumah, meskipun khithabnya
adalah isteri-isteri Nabi r namun wanita lainnya masuk di dalamnya karena ada makna yang
menyatukan, ini bila tidak ada dalil yang mengkhususkannya buat seluruh wanita,
bagaimana sedangkan syari’at seluruhnya memestikan agar wanita tetap diam di
dalam rumahnya, dan menghindari dari keluar dari dalam rumah kecuali karena dharurat,
sesuai penjelasan yang telah lalu, Allah U memerintahkan isteri-isteri Nabi r agar selalu tinggal di dalam rumah mereka, dan Dia mengkhithabi
mereka dengan hal itu sebagai pemuliaan bagi mereka, serta melarang mereka
melakukan tabarruj, dan Dia memberitahukannya bahwa itu adalah perlakuan
jahiliyyah pertama,” وَلاَ
تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ اْلأُوْلَى ,”[5]
{ Ibnu ‘Athiyyah rahimahullah berkata : Dan yang nampak bagi saya bahwa
Dia mengisyaratkan kepada Jahiliyyah yang mereka dapatkan, maka mereka
diperintahkan agar pindah dari kebiasaan yang biasa mereka lakukan, yaitu
kebiasaan sebelum turunnya syari’at berupa kebiasaan orang-orang kafir, karena
sesungguhnya mereka itu dahulu tidak memiliki ghairah, sedangkan wanita
tanpa berhijab, dan itu dinamakan jahiliyyah pertama ditinjau dari keadaan yang
mereka jalani, dan bukan maknanya bahwa di sana ada jahiliyyah lain[6], nama
jahiliyyah telah diberikan kepada masa sebelum Islam, mereka berkata : Jahiliy
dalam jajaran para penyair, Ibnu Abbas mengatakan dalam Al Bukhari : saya
mendengar bapakku pada zaman jahiliyyah berkata, dan yang lainnya.
Al Qurthubiy berkata dalam rangka
mengomentari : ( Saya berkata : Dan ini adalah perkataan yang baik, namun ini
dibantah bahwa orang-orang Arab adalah orang yang hidup kasar dan sulit pada
umumnya, sedangkan bersenang-senang dan memperlihatkan perhiasan hanyalah ada
pada zaman akhir-akhir dahulu, dan itu yang dimaksud dengan jahiliyyah uulaa,
dan yang dimaksud dari ayat adalah
menyalahi wanita-wanita yang ada sebelum mereka, berupa berjalan dengan taghannuj,
taksir, dan menampakan kecantikan kepada laki-laki, dan perbuatan yang
lainnya yang tidak dibolehkan syari’at, dan itu mencakup perkataan semuanya,
sehingga mereka harus tetap di rumahnya, dan bila ada keperluan mendesak untuk
keluar, maka hendaklah keluar dengan pakaian yang tidak menarik dan dengan
penutupan yang sempurna, Wallahul Muwaffiq.[7]
Al Qurthubiy berkata lagi :
Dikarenakan kebiasaan wanita-wanita Arab adalah biasa-biasa saja, dan
mereka itu membuka wajah-wajahnya seperti yang dilakukan oleh budak, dan hal ini
mengundang pandangan laki-laki kepadanya, dan pikiran pun melayang-layang
tentang mereka, maka Allah memerintahkan Rasul-Nya r agar memerintahkan mereka supaya mengulurkan jilbab-jilbabnya ke
seluruh tubuhnya bila mereka hendak keluar untuk hajat-hajat mereka.[8]
·
Al Imam Abu Hayyan berkata : ( Adalah kebiasaan orang-orang arab wanitanya baik yang
merdeka ataupun yang budak keluar dengan wajah terbuka, hanya mengenakan baju
kurung dan kudung)
Beliau berkata juga : ( Yang nampak dari wanita pada zaman
jahiliyyah adalah wajah)
Dan Abu hayyan menukil dari Al Laits,
bahwa beliau berkata : ( Tabarrajatil mar’atu (wanita bertabarru)
artinya : Dia menampakan kecantikannya dari wajahnya dan badannya)
Dan menukil dari Muqatil dalam tafsir makna tabarruj
: ( Melipatkan kudung pada mukanya, namun tidak mengencangkannya)[9]
Al Hafidh menukil dalam Fathul Bari dari Al Farra’
perkataannya : ( Mereka pada zaman jahiliyyah wanitanya mengulurkan kudungnya
dari belakangnya, dan membuka bagian depannya, maka mereka diperintahkan agar
menutupi diri)[10]
Dan Al Imam Abu Hayyan menukil juga :
( Wanita-wanita Arab dahulu mereka itu membuka wajah-wajahnya seperti
yang dilakukan oleh budak, dan hal ini mengundang pandangan laki-laki
terhadapnya, maka Allah memerintahkan mereka agar mengulurkan jilbab-jilbabnya,
supaya dengannya mereka menutupi wajah-wajahnya, dan dipahamilah perbedaan
antara wanita-wanita merdeka dengan wanita-wanita budak)[11]
·
Al ‘Allamah Muhammad Anwar Al
Kasymiri Ad
Duyubandiy rahimahullah telah menyebutkan ayat-ayat yang mempunyai
hubungan dengan macam-macam hijab yang
diperintahakan, beliau berkata : Dan diantaranya adalah firman-Nya,” Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu…………,”khithab di dalam ayat itu –meskipun
khusus- namun hukumnya adalah umum, kemudian keluar untuk kebutuhan itu sama
sekali bukan termasuk tabarruj jahiliyyah uula, karena tabarruj
mereka itu adalah keluar rumah seperti laki-laki dengan penampilan yang tidak
layak dan tidak menutupi diri.[12]
·
Dan beliau menukil perkataan tentang pembagian macam-masam hijab dari Al Hafidz
Ibnu Hajar, bahwa sesungguhnya : Diantara hijab itu ada hijab dengan cara
mengenakankan niqab ketika keluar, dan ini disebut hijab muka, dan yang kedua
namanya hijab Al Asykhash,[13]yaitu
diam di dalam rumah, Wallahu ‘Alam.
·
Syaikh Ismail haqqa Al
Burusawiy berkata : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu……artinya
hendakalah kalian selalu berada di rumah wahai isteri-isteri Nabi, dan
tetaplah di tempat tinggal kalian, dan khithab ini- meskipun khusus
terhadap isteri-isteri Nabi- namun wanita yang lain masuk di dalamnya.[14]
·
Ar Raghib Al Ashfahaniy berkata ; (Tsaubun mubarrajun : Artinya digambar padanya
bintang-bintang, maka dianggap keindahannya, dikatakan tabarrajatil mar’atu
artinya diamenyerupainya dalam hal menampakan keindahan, dikatakan dhaharat
min burjiha artinya muncul dari istananya, dan hal ini ditunjukan oleh
Firman-Nya U,” dan tetaplah di rumah-rumah kalian, dan janganlah bertabarruj
seperti tabarruj jahiliyyah uulaa,” dan firman-Nya,”dengan tidak
bermaksud menampakan perhiasan,” dan barj adalah lapangnya mata dan
indahnya sebagai penserupaan terhadap burj dalam dua hal itu.[15]
·
Asy Syaukani rahimahullah berkata : ( Dan mungkin saja
yang dimaksud dengan jahiliyyah lain adalah apa yang terjadi pada islam berupa
penyerupaan terhadap ahli jahiliyya baik dalam ucapan ataupun perlakuan,
sehingga maknanya : dan janganlah kalian wahai muslimat bertabarruj setelah
islam kalian dengan tabarruj yang menyerupai tabarruj jahiliyyah
yang dahulu kalian alami dan yang dialami oleh wanita-wanita sebelum kalian, yaitu
: janganlah kalian menimbulkan dengan perlakuan-perlakuan dan
perkataan-perkataan kalian lakukan jahiliyyah yang menyerupai jahiliyyah yang
sebelumnya.[16]
·
Al Alusi rahimahullah berkata : Dan yang dimaksud
sesuai dengan seluruh Qira’at adalah perintah terhadap mereka radliyallahu
ta’ala ‘anhunna agar selalu tinggal di rumah, dan ini hal yang
dituntut dari semua wanita, At Tirmidzi dan Al Bazzar meriwayatkan dari Ibnu
Masud t
dari Nabi r berkata,”Sesungguhnya wanita itu adalah aurat, dan keadaan dia sangat
dekat dengan rahmat Rabbnya adalah ketika dia berada di dalam rumahnya,”[17].
Dan Al Bazzar meriwayatkan dari Anas t berkata : Para wanita datang kepada Rasulullah r, terus mereka berkata : Wahai Rasulullah, laki-laki mendapatkan
keutamaan jihad fi sabilillah, maka apakah kami mempunyai
amalan yang bisa menyamai keutamaan para mujahidin fi sabilillah
Ta’ala ? Maka Beliau r berkata : Siapa orang di antara kalian diam duduk di rumahnya, maka
sesungguhnya dia mendapatkan amalan para mujahidin fi sabilillah Ta’ala,”.
Keluarnya wanita dari rumah bisa menjadi haram, bahkan bisa jadi menjadi dosa
besar seperti keluar untuk ziarah kubur bila mafsadahnya besar, dan
begitu juga termasuk dosa besar keluarnya meskipun untuk ke mesjid sedang dia
telah mengenakan parfum dan bersolek bila fitnah dipastikan ada, namun
bila diperkirakan ada fitnah maka ini termasuk haram namun bukan
tergolong dosa besar. Bolehnya wanita keluar seperti untuk melaksanakan haji,
menziarahi kedua orang tua, menjenguk orang sakit, ta’ziah kerabat yang
meninggal dunia dan yang lainnya, dan ini hanya boleh dengan persyaratan yang
disebutkan dalam pembahasannya.[18]
·
Syaikh Mushthafa Al Maraghi rahimahullah : Dan hendaklah kamu tetap
di rumahmu,” yaitu diamlah di dalam rumah kalian, maka janganlah keluar tanpa
ada kebutuhan, dan ini merupakan perintah bagi mereka dan yang lainnya.[19]
·
Al Maududiy rahimahullah berkata : (Sesungguhnya tempat diam dan tempat tinggal wanita adalah di
dalam rumahnya, dan tidaklah mereka itu digugurkan dari kewajiban-kewajiban di luar
rumah melainkan agar mereka itu tetap berada di dalam rumahnya dengan tenang
dan penuh wibawa, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban hidup sebagai ibu rumah tangga, adapun bila mereka
mempunyai kebutuhan untuk keluar maka boleh bagi mereka keluar dari rumahnya
dengan syarat menjaga sisi ‘iffah [20]dan rasa
malu, pakaiannya tidak ada pancaran kilau, atau hiasan, atau sifat daya tarik
yang mengundang pandangan terhadapnya, dan pada dirinya tidak ada keinginan
untuk menampakan perhiasannya, mereka terkadang berusaha untuk membuka sedikit
dari wajahnya dan saat yang lainnya membuka tangannya, dan janganlah dalam
jalannya itu ada sesuatu yang bisa menarik dorongan gejolak hati, dan janganlah
mereka mengenakan perhiasan-perhiasan yang gemerincing yang membisik pada
pendengaran, janganlah mengangkat suaranya dengan maksud didengar orang, ya
memang mereka boleh berbicara dalam hal yang dibutuhkan, namun dalam
perkataannya itu wajib jangan mengandung unsur kelembutan, sendu, dan pada gaya
bicaranya janganlah mengandung kehalusan, dan rasa memikat, semua batasan dan
aturan ini – bila diperhatikan oleh wanita – mereka boleh keluar untuk
kebutuhan-kebutuhannya.
·
Fadhilatusy Syaikh Husnain
Muhammad Makhluf Mufti Negri Mesir yang lalu mengatakan : Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu,” yaitu diamlah di rumah, maka janganlah
keluar tanpa ada kebutuhan syar’iyyah, dan sebagaimana halnya mereka
(isteri-isteri Nabi) adalah para wanita kaum mu’minin lainnya.
·
Beliau berkata lagi : Dan diantara yang
membolehkan mereka untuk keluar adalah : Melaksanakan ibadah haji, shalat di
mesjid, menziarahi kedua orang tua, menjenguk orang yang sakit, dan berta’ziah
kepada kerabat, serta berobat, dan hal lainnya dengan tentunya menjaga
syarat-syaratnya yang diantaranya menutupi diri dan tidak bersolek.[21]
·
Al ‘Allamah Asy Syaikh Abdul
Aziz Ibnu Abdillah Ibnu Baz rahimahullah berkata : Dalam ayat-ayat ini Allah melarang isteri-isteri Nabi Al
Karim Ummahatul Mu’minin yang merupakan wanita yang paling baik
serta paling suci dari melakukan khudlu’ dengan perkataan kepada
laki-laki, dan khudlu’ itu adalah menghaluskan dan melembutkan
perkataan, supaya mereka tidak dihasrati oleh orang yang di dalam hatinya ada
penyakit dan syahwat zina dan dia mengira bahwa mereka mengiakan keinginannya,
dan Dia memerintahkan mereka agar tetap berada di dalam rumahnya, serta
melarangnya dari melakukan tabrruj ala jahiliyyah, yaitu menampakan perhiasan
dan kecantikan seperti kepala, wajah, leher, dada, lengan, betis dan
perhiasan lainnya karena hal itu mendatangkan kerusakan yang sangat besar dan
fitnah yang tiada terkira serta membangkitkan selera syahwat laki-laki untuk
melakukan jalan menuju perzinahan. Dan bila Allah U menghati-hatikan Ummahatul Mu’minin dari hal-hal yang
mungkar ini padahal mereka adalah wanita yang paling baik, paling beriman, dan
paling cuci, maka wanita-wanita yang lainnya lebih utama sekali untuk
mendapatkan peringatan, pengingkaran, dan kehawatiran dari terjerumus ke dalam
sebab-sebab fitnah, semoga Allah U menjaga kami dan anda sekalian dari fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan
bukti keumuman hukum itu bagi isteri-isteri Rasul r dan wanita lainnya adalah firman-Nya U dalam ayat ini,” dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ta’atilah Allah dan Rasul-Nya,” karena sesungguhnya perintah-perintah ini
adalah umum buat isteri-isteri Nabi U dan wanita lainnya.[22]
·
Syaikh Abu Bakar Al Jaza’iri hafidhahullah berkata : Dalam ayat yang
mulia ini mengandung banyak dalil yang agung yang menekankan hukum hijab, dan
menetapkannya, dan itu sebagai berikut :
·
Wanita mu’minah dilarang
menghaluskan dan melembutkan suaranya bila berbicara dengan laki-laki yang
bukan mahram dengannya.
·
Perkiraan adanya penyakit
syahwat dalam hati sebagian orang yang beriman, dan ini merupakan illat
(alasan hukum) dilarangnya wanita dari melembutkan dan menghaluskan suaranya
bila berbicara.
·
Wajibnya membatasi ungkapan
dan pembicaraan sekedar kebutuhan saja, yaitu wanita tidak melebihi pembicaraan
bila berbicara dengan laki-laki yang bukan mahram dari batas ukuran paham,
tidak boleh memperpanjang dan mengatakan hal yang tidak ada kaitannya, namun
kata-katanya wajib dibatasi pada batas kebutuhan saja.
·
Diamnya wanita di dalam
rumahnya, dan rumah merupakan tempat dia beraktifitas sesuai tabi’atnya, tidak
boleh keluar kecuali karena kebutuhan yang mendesak, sebab rumah merupakan
tempat pendidikan anak-anaknya, tempat melayani suaminya, dan beribadah kepada
Rabbnya, serta zakat, dzikir kepada Allah U dan hal-ahal yang bisa mendekatkan kepada-Nya.
·
Haramnya bertabarruj,
yaitu keluarnya wanita muslimah dari rumahnya dengan membuka wajahnya,
juga menampakan kecantikannya tanpa ada perasaan kaku dan malu.
Sesungguhnya
kelima dilalah pada ayat ini
dalam mengkhithabi Ummahatul Mu’minin radliyallahu ‘anhunna,
masing-masing dari yang lima itu menunjukan dengan fahwa (mafhum)nya
atas kewajiban berhijab dan wajibnya atas wanita, hanyasannya para mubthilin
(penyeru sufur) tidak berpendapat seperti itu, mereka mengatakan tentang
ayat ini dan ayat sesudahnya : Sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan
isteri-isteri Nabi r, dan ini khusus bagi mereka saja, serta tidak ada hubungan sama sekali
dengan isteri-isteri, dan puteri-puteri kaum mu’minin,”. Dan ini adalah
pendapat yang aneh dan mengundang ketawa…..
Kedua
ayat ini perumpamaannya sama dengan ayat sumpahnya Allah U kepada Rasul-Nya r bahwa seandainya beliau berbuat
syirik tentu amalannya semua hapus, dan menjadi golongan orang-orang yang
merugi dalam ayat surat Az Zumar, padahal sudah pada ma’lum bahwa
Rasulullah r adalah ma’shum tidak mungkin bersumber darinya perbuatan syirik
dan dosa lainnya, namun pembicaraan ini tidak lain termasuk dalam kategori,”
kamu yang saya maksud, dan dengarkanlah wahai tetangga,” oleh sebab
itu bila Rasulullah r yang begitu mulia dan agungnya melakukan syrik tentu amalannya hapus
dan termasuk orang yang merugi, maka orang lain lebih utama, sebagaimana bahwa
hijab seandainya diwajibkan atas isteri-isteri Nabi r sedang mereka adalah Ummahatul Mu’minin maka wanita yang lainnya lebih
utama. Dan tampaknya bahwa sesungguhnya hijab itu bertentangan dengan kebiasaan
orang arab pada zaman jahiliyyahnya, dan tidak tidak disyari’atkan tahap demi
tahap, sedikit demi sedikit, karena tidak mungkin dengan cara bertahap, maka
tatkala disyari’atkan sekaligus itu menjadi hal yang sangat besar, maka Allah U memulainya dalam hal ini dengan
isteri-isteri Rasulullah r supaya tidak dikatakan- dan sungguh banyak yang mengatakannnya waktu
itu sedang kota Madinah penuh dengan kenifakan dan orang-orang munafiq- :
Lihatlah (Muhammad) dia mengharuskan isteri-isteri orang untuk tinggal di rumah
dan berhijab, sementara Dia membiarkan isteri-isteri dan putri-putrinya pulang
pergi mondar mandir bersenang-senang dengan kehidupan…..dan kata-kata lain yang
biasa dikatakan oleh orang yang berpenyakit di dalam hatinya di setiap zaman
dan tempat. Maka tatkala Allah U mengharuskannya kepada isteri-isteri Rasul-Nya r maka tidak ada peluang bagi wanita yang beriman kepada Allah U dan hari akhir untuk untuk sufur tidak mencontoh isteri-isteri
Rasulullah r, sedang sufur itu tidak nampak pada isteri-isteri dan
puteri-puterinya, dan inilah yang dikenal dikalangan ulama Ahli Ushul dengan
nama qiyas jaliyy dan qiyas aula seperti haramnya
memukul kedua orang tua dengan diqiyaskan pada mengucapkan ,”ah,” dalam
firman-Nya U ,”Maka janganlah kamu mengatakan kepada keduanya,”ah,” dan janganlah
kamu membentak mereka, dan ucapkan lah kepada keduanya perkataan yang mulia,”.[23]
·
Syaikh Abdul Aziz Ibnu Khalaf berkata : Sungguh Allah U telah mengiring taujih ini dengan taqwa, karena tidak ada
yang komitmen dengan sifat-sifat yang terpuji ini kecuali orang-orang yang
takut akan Allah U dan bertaqwa kepada-Nya dari
kalangan wanita, konteks ayat ini dituturkan kepada isteri-isteri Nab ir, namun apakah ada seorang muslim
yang mengatakan : Bahwa hukum ini khusus bagi isteri-isteri Nabi rsaja ? Dan bahwa wanita lain boleh melanggarnya ? ini perkataan yang
tidak ada seorangpun mengatakannya, dan
(sesungguhnya) hukum itu patokannya adalah pada keumuman lafadz tidak pada
khususnya sebab.
Dan semua ini nampak, karena ini semuanya adalah hukum-hukum, etika-etika dan taujih-taujih
dari Allah U kepada wanita muslimah agar selalu menjaga kehormatannya dan
kesuciannya, dan untuk memutus segala sarana yang bisa mendekatkan kepada
fitnah dan kejahatan, dan ini merupakan jalan orang yang mengharapkan Allah dan
hari akhir.
Dan adapun isteri-isteri Nabi r maka kandungan ayat adalah mengkhithabi mereka sebagai
penghormatan dan pengagungan derajat mereka, padahal suatu hal yang jauh sekali
timbulnya fitnah dari mereka dan para sahabat, karena kemulian dan keagungan
mereka tidak sama seperti wanita lainnya, bukan dengan apa yang bisa
menimbulkan fitnah dan kejahatan dari akibat badan dan kecantikan wanita, maka
tidak ragu lagi bahwa mereka dengan wanita kaum muslimat dan mu’minat itu sama
(dalam hal fitnah yang ditimbulkan oleh badan,pent), karena semuanya satu
karakter yaitu tidak ma’shum, kami katakan semuanya satu karakter yaitu
tidak ma’shum, karena tidak ada yang ma’shum seorang pun setelah
Muhammad r,
hanyasannya mereka itu adalah wanita yang paling bertaqwa, sebab mereka adalah
isteri-isteri Rasulullah r, dan Allah telah menyatakan bahwa mereka itu adalah wanita-wanita thayyibat,
dan mereka itu dibersihkan dari tuduhan perbuatan nista, semoga ridla
Allah r,
rahmat-Nya dan barakah-Nya r dilimpahkan kepada isteri-isteri beliau, puteri-puterinya, dan wanita
muslimat dan mu’minat yang mengikuti mereka.[24]
·
Doktor As Sayyid Muhammad Ali
An Namir berkata : (
Dan untuk tujuan tertentu Allah menyandarkan rumah kepada wanita, dikarenakan
wanita itu banyak tinggal di rumah, Allah r berfirman,”dan hendaklah kamu tetap di rumahmu,” padahal rumah itu milik suami, namun rumah
itu disandarkan kepada wanita dikarenakan dia melakukan peran begitu besar di
dalamnya)[25]
Wahai saudari yang mengulurkan purdah
Di lembah dan di tempat tinggi
Berbahagialah –aku tebusanmu- karena
Sengatan panas tindak menyakitimu
Dan tinggalkan kecenderungan kepada sufur
Dan peringanlah gangguan orang banyak
Harimau bila tetap di sarangnya
Siapa yang mengharapkan harimau ?
Sedangkan burung banyak terkena perangkap
[1] Tafsir Ath Thabari 22/4.
[2] Ahkam al Qur’an 3/359-360.
[3] Namun dishahihkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 4/74,
dan lihat Shahihul Jami’ Ash Shaghir 6/77 hadits no :6775
[4] ahkam Al Qur’an 3/1535-1537.
[5] Al Jami’ Li Ahkam Al Qur’an 14/179-180.
[6] Lihat kritik Al Albaniy terhadap istilah Jahiliyyah abad dua puluh
dalam buku Hayatu Al Albaniy Wa Atsaruhu Wa Tsanaaul Ulama ‘alaihi karya Ustadz
Muhammad Ibrahim Asy Syaibaniy 1/391-394.
[7] Al Jami Li Ajkamil Qur’an 14/180.
[8] Ibid 4/243.
[9] Al Bahrul Muhith 7/230
[10] Fathul Bari 8/490.
[11] Al Bahrul Muhith 7/250
[12] Faidhul Bari 1/254.
[13] Ibid
[14] Ruhul Bayan 7/170.
[15] Al Mufradat hal : 54.
[16] Fathul Qadir 4/278.
[17] Hadits Shahih.
[18] Ruhul Ma’ani 22/6.
[19] Tafsir Al Maraghi 22/6.
[20] Al Hijab hal : 313.
[21] Shafwatul Bayan Li Ma’anil Qur’an 2/183.
[22] Risalah Fil Hijab Was Sufur 13-14.
[23] Fashlul Khithab Fil Mar’ah Wal hijab 35-38.
[24] Nadzarat Fi Hijabil Mar’ah Al Muslimah 94-95.
[25] ‘Idadul Mar’ah Al Muslimah
hal : 59.
[26] Fiqhun Nadhri Fil Islam hal : 188.
[27] Inilah ayat ketiga yang
merupakan dalil ketiga atas wajibnya hijab beserta beberapa uraian para
ulama,ada banyak hadits yang menganjurkan agar wanita tetap tinggal di rumah,
diantaranya sebuah atsar yang bersumber dari seorang shahabiyyah Ummu Humaid As
Sa’idiy, dia datang kepada Rasulullah r terus berkata : wahai Rasulullah sesungguhnya saya
menginginkan shalat bersamamu,” maka Rasulullah r berkata :
قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّيْنَ الصَّلاَةَ مَعِيْ
. وَصَلاَتُكِ فِيْ بَيْتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ ِفيْ حُجْرَتِكِ . وَصَلاَتُكِ
فِيْ حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِيْ دَارِكِ . وَصَلاَتُكِ فِيْ دَارِكِ
خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِيْ مَسْجِدِ قَوْمِكِ . وَصَلاَتُكِ فِيْ مَسْجِدِ
قَوْمِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلاَتِكِ فِيْ مَسْجِدِيْ
Artinya
: Saya sudah mengetahui bahwa engkau senang melakukan
shalat bersamaku, namun shalat kamu di kamar tempat tidurmu lebih baik dari
shalat yang kamu lakukan di dalam kamarmu, dan shalat kamu di dalam kamarmu itu
lebih baik dari shalat kamu di ruangan tengah rumahmu, dan shalat kamu di ruangan tengah rumahmu lebih baik
dari shalat kamu di masjid kaummu, dan shalat yang kamu lakukan di mesjid
kaummu lebih baik dari shalat yang kamu lakukan dimesjidku(HR Ahmad dalam Al Musnad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dalam
Shahihnya, Al Hafidz ibnu Hajar mengatakan bahwa Hadits ini Hasan).
Bahkan ada sabdanya yang sangat tegas :
ثَلاَثَةٌ لاَ تُسْأَلْ عَنْهُمْ : وَذَكَرَ مِنْهُمْ
: وَامْرَأَةٌ غَابَ عَنْهَا زَوْجُهَا وَقَدْ كَفَاهَا مُؤْنَةَ الدُّنْيَا
فَتَبَرَّجَتْ بَعْدَهُ
Artinya :Tiga orang yang jangan ditanya tentang
(adzab yang akan menimpa) mereka : dan beliau menyebutkan diantaranya : wanita
yang ditinggal pergi suaminya sedang suaminya telah mencukupi kebutuhan
dunianya terus dia (wanita) keluar dari rumahnya.( HR
Ahmad dan Al Hakim dalam al Mustadrak dengan sanad shahih sesuai syarat Al
Bukhari dan Muslim dan Adz Dzahabi menyetujuinya, Al Bukhari dalam Al Adab Al
Mufrid, Abu Ya’la, Ath Thabrani dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Rasulullah
r
mengatakan seperti ini karena beliau menginginkan agar wanita tetap dalam
keadaan tertutup sehingga tidak menjadi fitnah dan tidak terfitnah, oleh sebab
itu wanita hanya boleh melakukan shalat wajib berjamaah di mesjid hanya pada
shalat yang dilakukan di malam hari saja agar tidak kelihatan oleh laki-laki,
beliau bersabda,” izinkanlah isteri-isteri kalian di malam hari untuk ke
mesjid,”( HR
Muslim Kitab Shalat No : 139). (pent)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar