Sobat Sobat SenjuJasrizal.blogspot.com yang baik hati,,, TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG INI... mohon maaf atas segala kekurangan, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat sobat2ku mengambil hikmah didalamnya....^_^

Rabu, 05 Desember 2012

Rivalitas Apparel : Adidas dan Nike


Adidas selama ini telah mensposori klub-klub besar dari seluruh dunia mulai dari Real Madrid dari Spanyol, Chelsea dan Liverpool dari Inggris, Bayer Munich dari Jerman serta AC Milan dari Italia. Selain itu, Adidas juga mensponsori beberapa timnas. Saat ini ada enam timnas yang disponsori dan akan turun pada babak final UEFA Euro 2012 di Polandia dan Ukraina di antaranya adalah Jerman dan Spanyol. Pada event empat tahunan itu, Adidas juga mendapatkan kepercayaan menjadi official match ball UEFA Euro 2012. Bola yang akan digunakan adalah Tango 12. Untuk menghasilkan bola ini dibutuhkan waktu selama dua tahun untuk melakukan riset yang melibatkan pemain, federasi serta klub elite.

"Bola ini juga diujicobakan ke 16 tim yang turun di Euro 2012 nanti. Masing-masing tim mendapatkan jatah 30 bola," kata Monica Ang menambahkan.
Benarkah Nike Connection yang membantu memuluskan pendanaan kepindahan Alexis Sanchez yang kebetulan disponsori Nike agar bisa pindah ke Barcelona (yang juga disponsori Nike) ? Kenapa Nike Connection tak semulus dalam upaya Barca mendatangkan Fabregas dan Arsenal yang ketiga - tiganya disponsori Nike ? Atau sedemikian tak punya uang – kah Barca
yang seharusnya sedang menikmati gelimang uang hadiah Liga BBVA Spanyol dan Liga Champions ? Benarkah Nike Connectionmungkin kembali berjalan dalam jalinan tripartit Nike Connection Sneijder – Inter Milan – MU agar Sneijder pindah ke MU ?
Hadirnya Nike saat menjadi pesaing utama adidas, memang memberi warna dan dinamika dalam apparel olahraga, apaalgi di sepakbola. Awalnya AS tak tertarik dengan sepakbola, yang benar – benar sepakbola. Ya, AS memiliki cara sendiri mengartikan “Sepakbola”, dengan hadirkan “American Football” yang justru memakai tangan pula untuk bermain. Semua berubah sejak Piala Dunia 1994, yang ironisnya, dibantu pelaksanaannya oleh perusahaan asing bernama adidas (karena FIFA punya kontrak jangka panjang dengan adidas) yang selanjutnya hadirkan rivalitas bernilai puluhan miliar dollar AS hingga kini.
Harus diketahui, sejak Piala Dunia 1962 di Chili, dan (setelah kontrak diperpanjang hingga) Piala Dunia 2014 di Brasil nantinya, FIFA telah bekerjasama dengan Adidas untuk menyediakan peralatan pendukung pelaksanaan Piala Dunia, dan kegaiatan FIFA lainnya, termasuk pada Piala Dunia 1994 di AS. Barulah perusahaan AS (awalnya) menyadari bahwa potensi ekonomi akan sepakbola begitu dahsyat, yang kemudian direspon oleh Nike untuk ikut terjun pada bisnis sepakbola.
Hal ini juga karena awalnya publik AS bertanya – tanya, mengapa perusahaan Jerman harus susah payah membangun unit usaha terpisah (Adidas America, awalnya perusahaan olahraga AS yang diakuisisi Adidas kemudian diubah merk dagangnya), membiayai sepenuhnya penyelenggaraan liga sepakbola dengan tajuk Major League Soccer (1993, karena sepakbola umumnya disebut oleh warga AS dengan Soccer) yang berbeda dengan NFL. Maka, profit yang dikumpul Nike hingga saat itu (utamanya dari basket) mulai dialihkan untuk ekspansi ke “sepakbola yang sesungguhnya”.
Maka tak heran, rivalitas antar klub di berbagai liga sepakbola, menjadi representasi upaya untuk tidak saling mengalah antara Adidas dan Nike, dan nantinya kadang menjadi ironis. Hal itu untuk saling membangun citra, serta menutup citra lainnya. Misal, jika anda memilih Milan sebagai contoh rivalitas klub sekota, kita akan melihat warna merah didukung Adidas dan pihak biru oleh Nike. Uniknya, Paolo Maldini sebagai pemain legenda di AC Milan memakai Nike, sementara Javier Zanetti di Inter justru memakai Adidas. Atau menengok rivalitas terbesar di Amerika Latin, yaitu di Argentina, berpusat di Buenos Aires dengan tajuk “Super Classico” antara Boca Juniors (Nike) dan River Plate (Adidas). Juga di London, antara Chelsea (Adidas) melawan Arsenal (Nike).
Atau kita tahu bahwa Brasil sejak 1998 disponsori Nike tapi klub yang bermain di satdion keramat Brasil, yaitu Maracana, adalah Fluminense dengan Adidas. Hal itu mungkin ingin dibalas Nike dengan fakta di Jerman yang “sangat” Adidas, tapi klub ibukota yaitu Hertha Berlin disponsori Nike. Ironisnya, Adidas tentu senang saat pertandingan terakhir klub “paling adidas” (karena tempat asal Adidas didirikan, di Herzogenaurach, kota kecil dekat Munich) Bayern Munich di Bundesliga dimainkan di Olimpia Berlin untuk memastikan salah satu “klub Nike di Jerman” terdegradasi.
Yang paling kontroversial mungkin Spanyol, baik dalam konteks “Derby Madrid” maupun “Derby Espana”. Maksud Derby Madrid adalah Real Madrid (Adidas) melawan Atletico Madrid (Nike). Untuk Derby Espana, tentu saja Real Madrid melawan Barcelona (Nike). Konflik pencitraan antara Adidas dan Nike menjadi lebih unik disini. 10 tahun lalu, karena tak ingin salah satu pemain terbaik yang disponsori Adidas, yaitu Zinedine Zidane, tertutup citra “Adidas” nya (karena Juventus memilih disponsori Nike), kolaborasi Adidas dan Real Madrid hadirkan transfer terbesar saat itu agar Zidane ke El Real. Hal sama saat aset terbesar Adidas, David Beckham, harus dijaga nilai komersialnya saat MU memilih Nike.
Uniknya, kini El Real hadirkan transfer raksasa pada Christiano Ronaldo yang disponsori Nike, dan justru jadi “kemenangan” Adidas karena Nike gagal mengeksplorasi nilai komersial CR9 saat membela MU yang didukung Nike. Asal tahu saja, terlepas “tanpa gelar” yang harus dialami El Real meski mengeluarkan dana hingga 250 juta Euro untuk tahun 2009, mereka tetap profit. Bahkan meski 2011 ini Madrid hanya menjuarai Copa del Rey, mereka tetap profit amat besar. Bandingkan dengan Barca, yang menjuarai La Liga, dan utamanya Liga Champions (yang artinya mendapat hadiah uang amat besar pula), tapi tak kunjung bisa membeli Fabregas karena dianggap “kemahalan”.
Transfer sekitar 85 juta Euro untuk CR9 merubah banyak hal di Spanyol. Pertama, sejatinya yang membuat CR9 tertarik pindah ke Spanyol juga karena tingkat pajak yang masih rendah dibanding di Inggris, sehingga bersedia pidah ke El Real. Bagi El Real, secara komersial transfer ini ternyata berbuah manis, karena seragam adidas Madrid bernomor punggung 9 tahun ini telah terjual melebih 100 juta Euro, belum lagi pendapatan tiket masuk karena euforia pada CR9, serta penjualan seragam dari pemain lainnya. Memang tetap MU (Nike) yang tahun ini dengan pendapatan bersih tertinggi, tapi El Real dengan pengeluaran hinga 250 juta Euro tapi bisa meraup untung disaat sepi gelar (hanya 1, Copa del Rey 2011), adalah prestasi komersial luar biasa. Sehingga, seolah Adidas bisa manfaatkan “aset paling berharga Nike saat ini”, karena kebijakan di Real Madrid pendapatan “name rights” tiap pemain harus dibagi ke klub.
Hal ini yang sebetulnya hampir sama dilakukan Barcelona selaku seteru utama El Real, tapi sedikit gagal. Awalnya, Lionel Messi disponsori Nike, tapi jelang Piala Dunia 2006 (di Jerman) adidas bisa “membajak” Messi untuk mengikat kontrak eksklusif dengan adidas. Tentu saja menjadi berbahaya bagi adidas, bagaimana Nike bisa mendongkrak penjualan kostum Nike bernomor punggung 10 (nomor Messi di Barcelona), tapi nyatanya penjualan kaos ini masih kalah dengan nilai yang didapat El Real dari CR9. Bagi anda yang benar – benar fanatik sepakbola, pasti ingat apa yang terjadi di final Liga Champions 2009 di Roma. Saat itu, Messi sebetulnya mencetak gol dengan sundulan ke gawang MU, dan artinya tidak terkait dengan kebutuhan sepatu.
Tapi yang dilakukan Messi ialah merayakan gol selebrasi yang tidak pernah dilakukan pemain lain . Selebrasi dengan melepas sepatu (adidas) yang dibanggakannya, dan memang hanya diacung - acungkan, yang oleh Messi disebut “mengingatkan saya akan Argentina karena warna birunya”. MU dan Barcelona memang disponsori Nike, sehingga kostum mereka laris manis dan seolah menegaskan kemenangan Nike. Tapi tunggu dulu, selebrasi Messi yang jadi “promosi tidak langsung” mengubah segalanya, karena setelah laga itu, toko – toko Adidas hampir kehabisan stok “sepatu biru Messi’ (F50, kebetulan Adidas untuk memilih warna biru karena diproduksi massal, tidak hanya untuk Messi). Jadi, pendapatan Adidas dari final itu tetap menyaingi Nike, meski 2 klub yang berlaga adalah klub yang disponsori Nike.
Lebih unik lagi tahun 2010 ini, saat Real Madrid gagal sejak perdelapan final di Liga champions, padahal Real Madrid menjadi tuan rumah final. Menjadi suatu tamparan, saat Barcelona hadir di semifinal, dan menjadi makin memalukan bagi El Real jika “musuh bebuyutan” mereka yang justru bermain di stadion mereka. Untunglah, hadir salah satu pelatih, yang (mungkin kini) paling terkenal saat ini, yaitu Jose Mourinho. Sejak di Chelsea dan kemudian kini di Inter Milan, Jose mengikat kerjasama unik antara apparel dengan pelatih (karena biasanya pemain).
Maka tak heran jika saat melatih Inter, meski Inter disponsori Nike, tapi Jose memakai sepatu Adidas. Begitu tertariknya El Real pada Jose semakin menjadi saat Inter yang dilatihnya mampu gagalkan rencana Barcelona bermain di Santiago Bernabeu (Final Liga Champions). Wajar jika Jose kemudian “dibajak” Real Madrid dengan akumulasi kontrak 60 juta Euro (termasuk kompensasi untuk Inter) agar Jose Mourinho melatih Real Madrid sejak 2010 / 2011. Terlebih Mourinho membuktikan bahwa dirinya memang “raja gelar”, karena meski gagal mendatangkan gelar La Liga dan Liga Champions, tapi dirinya mampu menghadirkan gelar Copa del Rey yang belasan tahun tak bisa diraih Real Madrid. Ambisinya untuk 2011 / 2012, ingin mengulangi “tren tahun kedua” dalam melatih suatu klub, dimana klub yang dilatihnya selalu amat sukses di tahun kedua kepelatihannya. Saking berambisinya, Real Madrid untuk tahun 2011 / 2012 memakai kostum dengan banyak warna emas menghiasi seragam putih mereka, seolah yakin bahwa komperisi menjadi ‘kompetisi emas” bagi mereka, seperti janji Mourinho.
Persaingan Adidas dan Nike di klub juga merambah di tim nasional. Tentu tim Jerman yang paling banyak pemain utamanya memakai sepatu adidas, setidaknya 21 dari 23 (2 lainnya adalah mario gomez dengan Puma, Miroslav Klose dengan Nike). Tapi Inggris lebih unik, dan menjadi dilematis. Disatu sisi, bahkan sebetulnya lebih banyak pemain Inggris yang dikontrak adidas (meski tidak semuanya masuk timnas). Tapi “kapak perang” makin seru saat Adidas gagal melanjutkan akuisisi perusahaan olahraga di Inggris (sebelumnya berhasil membeli Reebok), dan celakanya Nike yang berhasil “membeli” Umbro. Padahal, selama ini pemain – pemain Inggris yang disponsori adidas memberi “image rights” nya untuk Umbro saat display pakaian timnas Umbro. Tentu saja dengan telah “dibeli” Nike, Nike menikmati banyak keuntungan saat aset adidas di Inggris mempopulerkan seragam timnas Inggris.
Menjadi pelik, apa ada konspirasi saat Inggris gagal ikut Piala Eropa 2008. Adidas mengklaim pihak mereka rugi karena terlanjur membuat iklan dari pemain – pemain Inggris yang diharap bisa membawa Inggris ikut Euro. Benarkah ? Bagaimana jika sebetulnya adidas sengaja “merancang” agar Inggris tidak lolos, agar Nike (dengan Umbro – nya) tidak bisa memanfaatkan penjualan ? It’s Debatable ! tapi justru inilah keunikan sepakbola dengan segala intriknya.
Liga sepakbola paling prestisius di dunia, yaitu Liga Champions telah lama disponsori Adidas (bekerjasama UEFA selaku penyelenggara). Jadi, bola, baju wasit, dan perlengkapan lain disediakan pihak Adidas. Nike tentu berusaha memanfaatkan celah. Jadi, biasanya sponsor timnas sepakbola akan pengaruhi pula sponsor liga domestik, tapi kebanyakan sebatas baju wasit (!) Sehingga, meski Spanyol disponsori Adidas, bola yang dipakai dalam La Liga disponsori Nike, seperti halnya di Inggris. Padahal 2 liga domestik ini yang paling populer setelah Liga champions. Itulah rivalitas sponsor.
Adu lahan untuk sponsor timnas makin ketat saat ini. Adidas tentu sebetulnya kehilangan banyak sejak Nike makin aktif di sepakbola. Awalnya Belanda (1999), kemudian Australia (2004), Turki (2005), dan yang paling menyakitkan bagi Adidas adalah saat Nike “menelikung” untuk mensponsori Perancis (2007, berlaku efektif 2011). Maka tidak ada kata lain untuk “membalas”. Sehingga, tim nasional yang awalnya disponsori Nike atau sponsor lain, kini telah disponsori Adidas. Seperti Yunani (2003) yang memberi kejutan dengan menjadi juara Euro 2004 yang hadirkan keuntungan tak terduga bagi Adidas.
Kemudian Adidas melakukan hal sama di Rusia (2007), Meksiko (2007), Denmark (2008), Slovakia (2008), Skotlandia (2009). Strategi “kepungan” juga dilakukan, bahkan sedikit dikaitkan pada isu politis. Setelah Adidas berhasil mensponsori Kanada, kebetulan semangat anti AS hadir saat George Bush Jr memimpin. Sehingga tentu menguntungkan saat (tim nasional sepakbola) Kuba dan Venezuela memilih disponsori Adidas, karena tidak mungkin Fidel Castro dan Hugo Chavez “didukung” AS. Bahkan, setelah rivalitas di Asia Timur (Jepang dengan Adidas, Korea Selatan dengan Nike), ada upaya memperkuat rivalitas antar Korea saat adidas berusaha mensponsori Korea Utara, seperti saat berhasil mensponsori China. Tentu saja Kim Yong Il juga tidak sudi tim mereka disponsori Nike, meski belum pasti (hingga kini) apakah proposal Adidas diterima.
Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, seperti Piala Dunia 2002 di Korea Selatan – Jepang, mungkin akan hadirkan banyak sekali kejutan, tidak seperti Piala Dunia 2006. Pertama, banyak sekali pemain yang tidak dipanggil atau terancam tidak bisa ikut karena cedera. Pada 2002, Adidas was – was saat Zidane cedera, dan parahnya Perancis tidak lolos di babak penyisihan, sehingga citra Adidas jatuh. Untung saja Jerman hadir sampai ke Final, tapi karena Brasil memenangi Piala Dunia saat itu, Nike benar – benar menikmati keuntungan penjualan yang sangat meningkat. Terlebih Korea Selatan membuat kejutan hingga ke semi final sehingga tercipta penjualan jutaan kaus karena euforia tuan rumah. Padahal Jepang (Adidas) hanya sampai perempat final. Kesuksesan Nike masih ditambah keberhasilan AS mencapai perempat final pada Piala Dunia 2002.
Konflik antara apparel dan tim nasional (khususnya pelatih) bukannya tidak sering terjadi. Saat Spanyol juara Euro 2008, sebetulnya Adidas berharap Raul Gonzalez tetap diajak dalam tim (saat itu oleh Luis Aragones), untuk perkuat brand. Untung saja Euro 2008 ada 2 tim adidas yang bermain (Jerman, Spanyol) sehingga menjadi keuntungan bagi Adidas. Dominasi Adidas tetap terjaga di tingkat Eropa, saat sejak 1996 (Euro, Inggris) hingga di Swis – Austria (2008) selalu dimenangi tim yang disponsori Adidas (Jerman, Perancis, Yunani, Spanyol).
Piala Dunia 2010 juga dihadapi dengan rasa was – was baik Adidas dan Nike menyangkut aset dalam bentuk pemain. Di pihak Nike, mereka khawatir aggal mengeksplorasi brand mereka, saat Adriano, Ronaldo, dan Ronaldinho sebagai aset Nike dipastikan tidak diajak, dan justru tetap bertahannya Lucio (selaku kapten) dan Kaka yang keduanya memakai Adidas, yang justru bisa dimanfaatkan pesaing. Juga saat keadaaan Fernando Torres dan Cesc Fabregas yang sering sekali tampil dalam iklan Nike, masih belum menentu untuk hadir di Afrika Selatan.
Tapi bukan berarti Adidas tidak menghadapi pukulan. Saat David Beckham cedera panjang, memang ada Frank Lampard dan Stevan Gerrard yang masih menjaga popularitas Adidas di Inggris, tapi tentu menjadi kerugian besar. Serta sikap Raymond Domenech yang tidak memanggil Karim Benzema, Samir Nasri, dan Hatem Ben Arfa, tentu menjadi kegusaran bagi Adidas. Seperti kegusaran Adidas pada Maradona yang tidak memanggil Javier Zanetti dan Roman Riquelme.
Maka Sergio Batista mau tak mau harus “sadar diri’ bahwa banyak pemain Argentina yang disponsori secara individual oleh adidas (bukan hanya Messi), bukan semata Argentina secara tim disponsori adidas. Maka sebetulnya pihak adidas (mungkin) ketar – ketir saat Argentina dan Kolombia gagal masuk semifinal Copa America. Untungnya, rival utama mereka pun, Nike dengan Brasil – nya, juga tumbang oleh Paraguay (yang kebetulan disponsori adidas). Sebetulnya juga menjadi ironi dalam hal final Uruguay dan Paraguay, terutama di pihak Uruguay. Karena ketiga pemain utamanya, yaitu Luis Suarez, Diego Forlan, dan Endinson Cavani, disponsori adidas, sementara Uruguay sendiri disponsori Puma. Untuk Paraguay menjadi tak terlalu dilematis, karena hampir semua pemainnya memakai sepatu adidas.
Mungkin sejatinya “permusuhan” diantara (utamanya) adidas dan Nike justru menguntungkan bagi mereka pula. Kita diluar yang menyaksikan, kemudian ikut terbawa persaingan diantara klub – klub, dan karena fanatisme akan tim favorit serta pemain favorit menjadi makin tinggi, tingkat konsumsi merchandise jadi semakin meningkat. Persaingan justru tidak mengurangi pendapatan mereka, tapi persaingan diantara kedua “rival” ini sedemikian cerdik dikreasi, sehingga publik larut menikmati rumitnya olahraga, dalam kasus ini khususnya fanatisme akan sepakbola.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar