Sobat Sobat SenjuJasrizal.blogspot.com yang baik hati,,, TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG INI... mohon maaf atas segala kekurangan, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat sobat2ku mengambil hikmah didalamnya....^_^

Minggu, 23 Desember 2012

Dalil-Dalil Tentang Wajibnya Hijab 3


Bila ada yang mengatakan : lafadh ayat yang mulia yaitu,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" maknanya tidak memestikan menutupi wajah secara bahasa, dan tidak ada dalil dalam Al Kitab, As Sunnah dan Ijma’ yang menunjukan kemestiannya atas hal itu, sedangkan perkataan sebagian ahli tafsir :  Bahwa itu memestikan,’ bertentangan dengan perkataan sebagian yang lain : Bahwa itu tidak memestikan,” maka dengan ini gugurlah beristidlal dengan ayat ini atas wajibnya menutup wajah.

Maka jawabnya : Dalam ayat yang mulia ini ada qarinah yang jelas yang menunjukan bahwa firman-Nya U ,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" termasuk dalam maknanya  menutup wajahnya dengan mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuhnya, dan qarinah yang disebutkan itu adalah firman-Nya U ,” katakanlah kepada isteri-isterimu,” sedangkan kewajiban berhijabnya isteri-isteri beliau dan menutupi wajahnya adalah sesuatu yang tidak ada perselisihan di dalamnya di antara kaum muslimin, maka penyebutan isteri-isteri beliau bersama puteri-puterinya dan istrei-isteri kaum muslimin itu menunjukan kewajiban menutupi wajah dengan mengulurkan jilbabnya seperti yang anda bisa lihat. Dan di antara dalil atas hal itu adalah apa yang telah kami jelaskan dalam surat An Nur[1]ketika membahas firman-Nya U ,” Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari mereka,” yaitu bahwa hasil istiqra’ ayat –ayat Al Qur’an menunjukan bahwa makna,” kecuali yang biasa nampak dari mereka,” adalah jubah yang dipakai sebagai rangkap pakaian, dan sesungguhnya tidak sah menafsirkan,” kecuali yang biasa nampak dari mereka,” dengan wajah dan kedua talapak tangan sebagaimana yang telah dijelaskan. Dan ketahuilah bahwa perkataan orang yang mengatakan : Bahwa telah ada qarinah qur’aniyyah yang menunjukan bahwa firman-Nya U ,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" tidak termasuk di dalamnya menutup wajah, dan qarinah yang disebutkan adalah firman-Nya U ,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,” orang itu berkata : Firman-Nya,” mudah untuk dikenal,” menunjukan  bahwa mereka lebih dikenal dengan keterbukaannya dan membuka wajahnya, karena yang menutupi wajahnya tidak dikenal.”(Jawabnya) : ini adalah bathil, dan kebathilannya sangat jelas sekali, dan konteks ayat sangat menolak pemahaman seperti ini, karena firman-Nya,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" jelas menolak pemahaman seperti itu, penjelasannya : Bahwa isyarat dalam firman-Nya,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,” kembali kepada penguluran jilbab ke seluruh tubuh mereka, sedangkan penguluran jilbab ke seluruh tubuh mereka tidak mungkin bagaimana pun juga lebih mudah dikenal dengan keterbukaannya dan pembukaan wajahnya seperti yang anda lihat, maka penguluran jilbab menafikan lebih keterkenalan  dengan keterkenalan pribadi dengan cara membuka wajah sebagaimana yang tidak diragukan lagi.

Dan firman-Nya,” kepada isteri-isterimu,”merupakan dalil juga yang menunjukan bahwa keterkenalan dalam ayat itu bukan dengan membuka wajah, karena hijab isteri-isteri Rasulullah r tidak ada perselisihan dikalangan kaum muslimin.

Wal hasil pendapat di atas itu sangat bathil dengan dalil-dali yang banyak :
Pertama  : Konteks ayat yang telah kami jelaskan tadi.
Kedua     : Firman-Nya,” kepada isteri-isterimu,”  sebagaimana yang telah kami jelakan.
Ketiga    : Bahwa seluruh mufassirin dari kalangan sahabat dan orang-orang sesudah mereka menafsirkan ayat itu dengan menyebutkan asbab nuzulnya, bahwa wanita-wanita penduduk kota Madinah dulu keluar malam di hari untuk membuang hajat mereka di luar rumahnya, sedang di kota Madinah ada sebagian orang-orang fasiq yang suka mengganggu wanita-wanita budak dan mereka tidak mau mengganggu wanita-wanita merdeka, sedangkan sebagian isteri kaum mu’minin keluar dengan mengenakan pakaian yang tidak berbeda dengan pakaian budak maka orang-orang fasiq itu mengganggunya dengan anggapan mereka itu budak, maka Allah U memerintahkan Nabinya r agar menyuruh isteri-isterinya dan puteri-puterinya serta isteri-isteri kaum mu’minin supaya memakai pakaian yang berbeda dengan pakaian budak, yaitu dengan cara mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, sehingga bila mereka melakukan hal itu dan dilihat oleh orang-orang fasiq mereka mengetahui bahwa mereka adalah wanita-wanita merdeka. Pengetahuan akan mereka bahwa mereka adalah wanita merdeka bukan budak adalah berdasarkan firman-Nya,’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,” yaitu mengenal sifatnya bukan Syakshnya (pribadinya), dan tafsiran ini selaras dengan dzahir Al Qur’an seperti yang anda lihat. Maka firman-Nya,”hendaknya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhnya,” karena penguluran jilbab mereka  ke seluruh tubuhnya memberikan isyarat bahwa mereka itu wanita merdeka, maka penampilan seperti ini lebih mudah dikenal bahwa mereka adalah wanita merdeka, sehingga tidak mendapatkan gangguan dari orang-orang fasiq yang suka mengganggu budak, dan ini merupakan penafsiran yang ditafsirkan oleh para ahli tafsir tentang ayat ini, dan ini sangat jelas, namun ini bukan maksudnya bahwa mengganggu wanita budak itu boleh, bahkan itu haram, dan tidak diragukan lagi bahwa orang yang suka mengganggu mereka adalah orang yang ada penyakit di dalm hatinya, dan sesungguhnya mereka itu masuk dalam keumuman firman-Nya,”dan orang-orang yang berpenyakit di dalam hatinya,” dalam firman-Nya,”Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafiq, orang-orang yang berpenyakit di dalam hatinya dan orang-orang yang menyebar kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu) niscaya kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar,”.

Dan di antara dalil yang menunjukan bahwa orang yang suka mengganggu wanita yang tidak halal itu adalah orang yang berpenyakit di dalam hatinya adalah firman-Nya U ,”Maka janganlah kamu tunduk[2] dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit di dalam hatinya…..” dan makna seperti ini adalah makna yang sudah ma’ruf di kalangan orang arab, seperti perkataan Al A’sya :
Menjaga kemaluannya, rela dengan ketaqwaan
bukan dari kalangan orang yang ada penyakit di dalam hatinya.

Dan secara umum tidak ada isykal (masalah) dalam memerintahkan wanita merdeka agar menyelisihi pakaian budak supaya orang-orang fasiq merasa segan, dan menolak gangguan orang-orang fasiq terhadap budak juga harus, dan itu mempunyai cara-cara lain yang bukan di antaranya mengulurkan jilbab.[3]
·         Dan Al ‘Allamah Abul ‘Ala Al Maududiy (wafat 1339) rahimahullah telah menukil sejumlah perkataan para ahli tafsir dalam menafsirkan ayat ini, kemudia beliau rahimahullah berkata :( Dan jelaslah dari perkataan-perkataan ini semuanya bahwa semenjak zaman sahabat yang terjamin hingga abad VIII  Hijriyyah, semua ulama menafsirkan ayat ini pada satu pemahaman, itulah yang telah kami pahami dari ungkapan-ungkapan tersebut, dan bila setelah itu kita merujuk kepada hadits-hadits Nabawiy dan atsar-atsar, pasti kita ketahui darinya juga bahwa para wanita telah lansung mengenakan niqab secara keseluruhan setelah turunnya ayat ini pada zaman Nabi. Mereka tidak pernah keluar rumah dengan membuka wajah (sufur), sungguh telah ada pada Sunan Abu Dawud, At Tirmidzi, Muwaththa’ Imam Malik, dan yang lainnya dari kitab-kitab hadits bahwa Nabi r telah memerintahkan bahwa,” wanita yang sedang dalam keadaan ihram tidak boleh mengenakan niqab dan kedua kaus tangan,” dan ,” melarang wanita dalam ihramnya mengenakan dua kaus tangan dan niqab,” dan ini sangat gamblang sekali penunjukannya bahwa wanita-wanita pada zaman nabi r telah terbiasa mengenakan niqab dan dua kaus tangan secara keseluruhan, maka Belia melarang mereka dari mengenakannya di saat ihram, dan bukan maksud larangan ini biar wajah di pamer di musim haji, namun maksudnya adalah biar gaun penutup kepala ini bukan termasuk pakaian yang dikenakan di saat ihram yang sederhana itu, selayaknya menjadi pakaian mereka di saat hari-hari biasa, sungguh telah ada pada  hadts-hadits lain penjelasan bahwa isteri-isteri Nabi r dan wanita lainnya, mereka menyembunyikan wajah-wajahnya di saat ihram dari pandangan laki-laki lain juga, dalam Sunan Abu Dawud dari Aisyah radhiyallahu 'anha, berkata : Adalah rombongan melewati kami, sedang kami dalam keadaan ihram bersama Rasulullah r, bila mereka berpapasan dengan kami, maka masing-masing kami mengulurkan jilbabnya dari kepala pada wajahnya, terus bila mereka telah berlalu, maka kami membukanya,” [4] dan dalam Muwaththa Imam Malik dari Fathimah Bintu Al Mundzir, berkata : Kami menutupi wajah kami sedang kami dalam keadaan ihram, dan kami saat itu bersam Asma Bintu Abu Bakar Ash shiddiq radiyallahu ‘anhuma, dan beliau tidak mengingkari kami,”[5] dan telah ada dalam Fathul Bari dari Aisyah radhiyallahu 'anha : Wanita mengulurkan jilbabnya dari atas kepalanya ke wajahnya,”[6] dan semua orang yang mengamati kalimat-kalimat  ayat dan penafsiran yang dikatakan oleh para ahli tafsir dari masa ke masa dengan kesepakatan, dan apa yang yang dilakukan oleh manusia pada zaman Nabi r, maka dia tidak melihat adanya peluang untuk mengingkari bahwa wanita itu sudah diperintahkan oleh syariat islam untuk menutupi wajahnya dari laki-laki lain, senantiassa amalan tersebut terus berlangsung dari emenjak zaman Nabi r hingga zaman kita sekarang ini.[7]
Dan beliau rahimahullah berkata lagi dalam tafsir surat Al Ahzab : ( Jilbab menurut bahasa Arab adalah milhafah, mulaa’ah dan pakaian yang lapang, sedangkan idnaa’ artinya adalah mengulurkan dan melipatkan, dan bila dimuta’addikan dengan huruf jarr ‘alaa, maka maknanya adalah mengulurkan dan menguraikan dari atas, sedangkan sebagian ahli terjemah pada zaman sekarang ini, mereka telah tergusur dengan dzauq gharbiy (rasa/selera barat), sehingga mereka menterjemahkan lafadh ini dengan makna menyelimutkan, agar mereka tidak menyerempet pada hukum menutup wajah, namun Allah U seandainya menghendaki apa yang mereka sebutkan, tentu Dia mengatakan,”yudniina ilaihinna,”. Sedangkan orang yang memahami bahasa Arab, pasti tidak akan menerima penafsiran,” yudniina ‘alaihinna,” dengan makna menyelimutkan saja, ini di samping bahwa firman-Nya,”jalaabiibihinna,” menolak sekali penafsiran seperti itu.
Dan ,”min,” adalah littabidl, yakni sebagian dari jilbab-jilbabnya, dan seandainya wanita menyelimutkannnya tentu dia menyelimutkan seluruhnya bukan sebagiannya atau ujungnya, dan dari sinilah berarti ayat itu bermakna bahwa wanita menutupi seluruh tubuhnya, dia menyelimuti dirinya dengan jilbab-jilbab itu, kemudian mereka mengulurkan ke wajahnya dari atasnya sebagian atau ujung jilbab itu, yaitu yang dikenal di kalangan umum dengan nama niqab.
Inilah yang telah dikatakan oleh para tokoh-tokoh ahli tafsir yang masih dekat zamannya dengan zaman risalah dan pembawanya r, Ibnu Jarir, Ibnu Al Mundzir telah meriwayatkan bahwa Muhammad Ibnu Sirin rahimahullah telah bertanya kepada Ubaidah As Salmaniy tentang makna ayat ini,( dan Ubaidah Ini telah masuk Islam pada zaman Nabi r, namun belum datang kepada beliau, dan datang ke kota Madinah pada zaman Umar t, beliau hidup di sana, dan kedudukannya setara dengan Al Qadliy Syuraih dalam masalah qadla’) kemudian jawabannya adalah beliau mengambil jubahnya terus menutupi diri dengannya, sehingga tidak nampak dari kepala dan wajahnya kecuali satu mata, dan Ibnu Abbas juga telah menafsirkannya dengan makna yang hampir sama, dan apa yang dinukilkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim serta Ibnu Mardawaih, beliau berkata : Allah telah memerintahkan wanita-wanita kaum mu’minin, bila mereka keluar dari rumah-rumah mereka untuk suatu hajat, agar menutupi wajah-wajahnya dari atas kepalanya dengan jilbab-jilbab, dan menampakan satu mata saja,” dan inilah juga yang dikatakan oleh Qatadah dan As Suddiy dalam penafsiran ayat ini.
Para tokoh-tokoh ahli tafsir yang datang setelah zaman para sahabat dan tabi’in, mereka sepakat atas penafsiran ayat ini dengan makna tadi.
Kemudian beliau rahimahullah berkata dalam penafsiran firman-Nya U ,”Yang demikian itu supaya mereka lebih dikenal, karena itu mereka tidak diganggu,”( Yang dimaksud dengan,” dikenal ,” yaitu adalah setiap orang yang melihat mereka mengenakan pakaian yang penuh ketenangan dan tertutup ini mengetahui bahwa mereka adalah wanita-wanita mulia lagi merdeka bukan wanita rendahan, lacur, lagi murahan, sehingga orang nakal lagi hidung belang berhasrat kepadanya. Dan maksud dari,” karena itu mereka tidak diganggu,” yaitu tidak seorangpun berani mengganggunya.
Di sini kita dia sejenak, kita berusaha bersama-sama memahami apa inti aturan sosial Islam yang didengungkan dengan perintah Al Qura’an ini ? dan apa maksud dan tujuannya yang disebutkan langsung oleh Allah Rabbul ‘Alamin ?
Sungguh Allah telah memerintahkan para wanita dalam ayat 31 surat An Nur agar tidak menampakan perhiasannya kecuali kepada orang-orang tertentu yang disebutkan dalam ayat ini,”dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan,” dan bila kita baca perintah ini dengan disambungkan bersama ayat urat Al Ahzab yang ada di depan kita, maka jelaslah bagi kita bahwa perintah yang ditujukan kepada para wanita dalam ayat ini adalah mengulurkan jilbab-jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yaitu menyembunyikan perhiasannya dari selain laki-laki mahram. Dan tentunya maksud ini tidak akan terlaksana kecuali bila jilbabnya itu sendiri tidak dihiasi dan diperindah, dan kalau tidak seperti itu tentu hilanglah tujuan ini dengan mengenakan jilbab yang dihiasi dan diperindah yang menarik perhatian. Dan lebih dari itu bahwa Allah U tidak hanya memerintahkan wanita agar mengulurkan jilbab dan menyembunyikan perhiasannya saja, namun dia juga memerintahkan mereka agar menjulurkan bagian jilbab-jilbabnya-dari atas-, dan semua orang yang berakal tidak mungkin memahami dari perkataan ini, selain Dia bermaksud agar wanita mengenakan niqab agar wajahnya tersembunyi juga di samping dia menyembunyikan  badan dan pakaiannya, kemudia Allah Rabbul ‘Alamin menyebutkan alasan perintah ini, Dia berkata : Sesungguhnya ini adalah cara yang paling bagus agar wanita-wanita kaum mu’minin dikenal sehingga mereka tidak disakiti.
Dan jelaslah dengan sendirinya dari hal ini bahwa perintah ini ditujukan kepada para wanita yang tidak merasa senang dengan rayuan laki-laki terhadapnya, rasa berbunga-bunga nampak pada wajah dan badannya, dan laki-laki sangat berhasrat terhadapnya, akan tetapi wanita-wanita itu merasa geram dan tersinggung, dan mereka itu tidak menginginkan dirinya tergolong bintang-bintang masyarakat yang lacur, namun mereka menginginkan agar mereka itu dikenal sebagai lentera-lentera rumah-rumah yang suci lagi bertaqwa. Wanita-wanita yang mulia lagi suci itu dikatakan oleh Allah kepadanya : Jika memang kalian ingin dikenal dengan sifat-sifat ini, dan meskipun laki-laki selalu memperhatikan dan menginginkan kalian, namun kalian tidak merasa suka dengan hal itu, bahkan merasa geram dan benci, maka jalan untuk menuju hal itu bukanlah dengan cara keluar dari rumahnya dengan cara berhias bagaikan pengantin di malam petama, dan menampakan kecantikan dan kemolekannya dengan begitu rupa yang menarik simpati dan hasrat di hadapan mata jalang yang lapar, namun cara terbaik untuk hal itu adalah mereka keluar dengan menyembunyiak semua perhiasannya di dalam jilbab yang diulurkan dan tidak dihiasi, mereka mengenakan niqab pada wajahnya, serta berjalan dengan cara yang tidak menarik perhatian orang terhadapnya sedikitpun hingga tidak boleh membunyika suara perhiasannya. Sesungguhnya wanita yang menghiasi dirinya dan  bersiap-siap sebelum keluar dari rumahnya, dan dia tidak meninggalkan rumahnya kecuali setelah meletakan berbagai macam bentuk, warna make-up dan polesan-polesan berwarna-warni antara merah, biru, hitam, dan putih, tidak ada tujuannya dari hal itu kecuali dia itu ingin menarik perhatian laki-laki, serta mengajak laki-laki agar meliriknya, dan memperhatikannya, serta ingin memilikinya, maka bila dia mengatakan setelah itu sesungguhnya pandangan-pandangan liar nan haus menyakitinya, dan mempersempitnya, dan meskipun dia mengklaim bahwa dia itu tidak ingin dikenal sebagai bunga desa dan wanita idaman, bahkan dia ingin menjadi ibu rumah tangga yang mulia lagi terhormat, maka hal itu tidak lain adalah tipu daya dan makar darinya.
Sersungguhnya ucapan orang itu tidak bisa menentukan niatnya, namun niat yang sebenarnyalah yang dia pilih, dan menentukan bentuk amalannya, nah dari itu sesungguhnya wanita  yang menjadikan dirinya sesuatu yang menarik perhatian pandangan, kemudian berjalan di hadapan laki-laki, maka perbuatannya itu membongkar niatnya yang tersembunyi di belakang, dan penggerak yang dimana dia berperilaku di baliknya, oleh sebab itu laki-laki pencari mangsa menginginkan apa yang inginkan oleh wanita macam ini. Al Qur’an berkata kepada wanita : Sungguh jauh, sungguh jauh kalian ingin menjadi lentera-lentera rumah yang bercahaya, dan ekaligus ingin menjadi bintang-bintang masyarakat yang lacur lagi bejat, biar kalian menjadi lentera-lentera rumah maka tinggalkan lah cara-cara, metode-metode, dan uslub-uslub yang sesuai dengan bintang-bintang masyarakat, dan telusurilah cara hidup yang membantu kalian agar menjadi lentera-lentera rumah.
Sesungguhnya pendapat peribadi bagi orang mana saja,- apakah sesuai dengan Al Qur’an atau tidak, dan apakah dia itu ingin menerima petunjuk Al Qur’an sebagai manhaj amalan dan kaidah etika ataupun tidak ingin- bila dia tidak mau sama sekali melanggar amanah dalam tafsir, maka tidak mungkin dia salah dalam memahami maksud dan tujuan Al Qur’an, dan selama dia itu tidak munafiq, maka dia pasti menerima bahwa maksud Al Qur’an adalah apa yang telah kami sebutkan tadi, dan bila setelah itu dia masih menyalahi, maka dia tetap akan menyalahi setelah dia mengakui bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan Al Qur’an, atau dia memahami Al Qur’an dengan pemahaman yang miring lagi salah.[8]



·         Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jaza’iriy (pengajar dan khathib di mesjid Nabawi,pent) hafidhahullah berkata : Firman-Nya U ,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33:59) Ayat ini dari surat Al Ahzab- mutaakhkhir bacaanya dari dua ayat sebelumnya[9]- membatalkan anggapan kekhususan dalam masalah hijab, karena dalam khithabnya isteri-isteri kaum mu’minin diikutkan dengan lafadh yang sharih(jelas), yaitu menuntut kaum mu’minah bila hendak keluar dari rumahnya untuk suatu keperluan yang mendesak agar menutupi wajahnya, dan menutupi kecantikan tubuhnya. Adapun alasan dalam ayat itu adalah menunjukan pada masyarakat islam saat itu, dimana masih terkungkung dan terbatas, karena akibat adanya orang-orang munafiq dan munafiqat, musyrikin dan musyrikat, sedangkan hukum Rasulullah r belum istiqrar dan keamanan belum menyeluruh, dengan dalil bahwa ada orang-orang munafiq yang masih mengganggu wanita-wanita budak di jalanan, merayunya agar mau mesum, maka termasuk sikap penjagaan serentak Allah U memerintahkan Nabi r agar memerintahkan isteri-isteri, puteri-puterinya dan wanita-wanita kaum mu’minin bila di antara mereka ada yang keluar rumah untuk hajatnya agar menutupi kepala dan wajahnya, agar diketahui bahwa dia itu wanita merdeka, bukan budak pekerja rumah, sehingga orang-orang munafik tidak menganggunya baik dengan perkataan mesum ataupun dengan rayuan gombal. Dan makud penjelasan ini adalah bahwa ayat ini merupakan penguat dan penetap wajibnya hijab.
Para penyeru sufur (penyeru para wanita untuk menanggalkan penutup mukanya) mengatakan : Sesungguhnya ayat ini tidak memerintahkan untuk menutupi wajah, namun hanya menyuruh untuk menutupi kepala saja,” Dan perkataan ini sangat bathil, karena jilbab adalah apa yang diletakan oleh wanita di atas kepalanya, maka bagaimana mungkin dikatakan : Ulurkan jilbabmu pada kepalamu sedangkan jilbab itu menutupinya. Dan yang benar adalah bahwa dia mengulurkan dari kepalanya pada wajahnya, inilah yang ma’qul (masuk akal)dan dipahami oleh orang Arab, kemudian sekedar menutup kepala tidak mencegah adanya rayuan yang dikhawatirkan, dan yang mencegah hal itu adalah menutupi wajah, adapun wanita yang membuka wajahnya maka menjadi pusat pandangan, dan memudahkan adanya sapaan gombal dan rayuan, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair :
Pandangan, terus senyuman, kemudian ucapan salam
Pembicaraan, terus janji, dan akhirnya pertemuan[10]

·         Syaikh Doktor Muhammad Mahmud Hijaziy berkata dalam tafsirnya : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" maka mereka menutup seluruh tubuhnya hingga wajahnya kecuali (mata) untuk sekedar melihat jalan.[11]

·         Syaikh Abdul Aziz Ibnu Khalaf berkata : ( dan mafhum dari jilbab adalah tidak terbatas pada nama, jenis dan warna tertentu, namun jilbab adalah setiap pakaian yang dipergunakan oleh wanita untuk menutupi semua tempat-tempat perhiasan baik yang tetap atau yang bisa dipindahkan (seperti pakaian, pent), dan bila kita telah mengetahui maksud darinya, maka hilanglah kesulitan dalam menentukan karakter dan namanya.
Maka firman-Nya U ,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,” [12]menunjukann pada pengkhususan wajah, karena wajah adalah tanda pengenal, jadi ini merupakan Nash atas wajibnya menutup wajah, dan firman-Nya U ,” karena itu mereka tidak diganggu.” Adalah Nash yang menunjukan bahwa dalam mengenal kecantikan perempuan bisa menimbulkan gangguan terhadapnya dan terhadap yang lainnya berupa kejahatan dan fitnah, oleh sebab itu Allah U  mengharamkan terhadap wanita  menampakan apa yang menonjolkan kecantikannya apapun hal itu.[13]
Dan beliau hafidhahullah berkata : [14] Jilbab itu lebih luas dari sekedar menutupkan kudung, karena jilbab itu menutupi/menyelimuti badan wanita seluruhnya, dan menutupi semua perhiasan yang ada pada badannya atau yang menjiplak badannya, karena memakai pakaian yang menjiplak badan wanita, hukumnya adalah haram atasnya di hadapan laki-laki yang bukan mahram….
Dan bila orang yang membolehkan membuka wajah mengatakan : Sesungguhnya ayat ini khusus bagi keluarnya isteri-isteri Nabi r di saat buang hajatnya. Jawaban kami : Yang hak sesungguhnya sebab turun ayat itu tidak membatasi padanya hukum ayat-ayat Al Qur’an, maka ayat-ayat itu mengkhithabi seluruh manusia pada zaman ini dan pada zaman  sesudahnya, sebagaimana mengkhithabi Rasulullah r dan para sahabatnya, dan hal ini tidak seorangpun dari ahli ilmu yang mengingkarinya, karena yang menjadi patokan adalah umumnya lafadh, bukan khususnya sebab.[15]


[1] Nanti akan diuraikan pada pembahasan tafsir surat An Nur.
[2] Yang dimaksud tunduk di sini adalah berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak bauk terhadap mereka.
[3] Adlwa Al Bayan Fi Idlahil Qur’an Bil Qur’an 6/576.
[4] Abu Dawud 1833 kitab haji bab wanita yang sedang ihram menutupi wajahnya 2/167.
[5] Al Muwaththa’ bab Takhmirul muhrim wajhahu hal : 217 cetakan Syuab tanpa perkataannya,”beliau tidak mengingkari kami,”
[6] Fathul Bari kitab haji bab ma yalbisul muhrimu minatstsiyab 3/406 cet : As Salafiyyah.
[7] Al Hijab 302-303.
[8] Tafsir Surat Al Ahzab hal : 161-163, 165-167.
[9] Yaitu ayat 32 dan ayat 53.
[10] Fashlul Khithab Fil Mar’ah wal Hijab 38-39.
[11] At Tafsir Al Wadlih 22/27.
[12] Beliau mengomentari tempat ini : Seandainya tidak ada dalil syari’ yang melarang wanita dari menampakan wajahnya kecuali nash dari Allah U  ini, tentulah cukup sebagai hukum yang mewajibkan, karena wajah adalah tanda pengenal wanita dari sisi penunjukannya kepada  keperibadiannya, dan dari sisi mendatangkan fitnah, karena dia itu tidak sering nampak dan muncul, dan dengan menutupinya, maka hilanglah tujuan-tujuan terlarang itu. Allah U memerintahkan wanita agar menutupi egala sesuatu yang bisa mengenalkan dia dari badannya, sedangkan perintah ini adalah menunjukan kewajiban, dan tidak ada dalil yang memalingkannya dari yang wajib kepada sunnah atau pilihan…dari hamisy hal 48.
[13] Nadharat Fi Hijab Al Mar’ah Al Muslimah 48-49.
[14] Ibid.
[15] Bagaimana bisa benar klaim kekhususan itu, sedangkan Al Qur’an menyatakan dengan tegas dan gambling dalam surat An Nur terhadap kaum mu’minat seluruhnya dengan firman-Nya,” Dan katakan kepada wanita-wanita yang beriman,” dan dalam surat Al Ahzab,”dan isteri-isteri orang-orang yang beriman,” ?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar