Sobat Sobat SenjuJasrizal.blogspot.com yang baik hati,,, TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG INI... mohon maaf atas segala kekurangan, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat sobat2ku mengambil hikmah didalamnya....^_^

Minggu, 23 Desember 2012

Dalil-Dalil Tentang Wajibnya Hijab 2


Peringatan : Wanita budak harus berhijab bila hawatir fitnah.
Syaikhul Islam Taqiyyuddin Abul Abbas Ahmad Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H)  rahimahullah berkata : ( Dan begitu juga wanita budak (amah) bila dikhawatirkan menimbulkan fitnah, maka dia harus mengulurkan sebagian jilbabnya (pada wajahnya) dan berhijab, serta wajib menundukan pandangan baik darinya ataupun dia sendiri. Dan tidak ada di dalam Al Kitab dan As Sunnah dalil yang mebolehkan memandang wanita seluruh budak, dan tidak ada pula dalil yang membolehkan dia tidak berhijab dan menampakan perhiasannya, namun Al Qur’an tidak memerintahkannnya seperti perintah kepada wanita merdeka, dan As Sunnah membedakan secara praktek antara mereka dengan wanita merdeka, dan tidak membedakan antara mereka dengan lafadh yang umum, namun sudah menjadi kebiasaan kaum mu’minin adalah wanita merdeka diantara mereka berhijab sedangkan yang budak tidak, dan Al Qur’an juga mengecualikan wanita-wanita tua yang sudah tidak berhasrat dan tidak menarik, Al Qur’an tidak mewajibkan hijab atas mereka, dan Al Qur’an juga mengecualikan dari kalangan laki-laki yaitu laki-laki yang sudah tidak ada hajat lagi terhadap wanita, maka pengecualian itu diberlakukan terhadap sebagian wanita budak adalah lebih utama dan lebih layak, yaitu wanita-wanita budak yang bisa menimbulkan fitnah dan hasrat bila mereka tidak berhijab dan malah menampakan perhiasannya, dan sebagaimana wanita tidak boleh menampakan perhiasannya kepada anak tirinya yang berhasrat dan berkeinginan syahwat, kemudian khithab itu datang secara umum biasanya, maka yang keluar dari biasanya keluar pula dengan khithab itu dari sejawatnya, sehingga bila ternyata tampaknya wanita budak dan memandangnya itu menimbulkan fitnah, maka wajib hal itu dicegah sebagaimana bila terjadi bukan dalam hal itu).[1]
Orang-orang yang menafikan hikmah dan ta’lil mengklaim bahwa syariat telah membedakan antara dua hal yang sama dan menggabungkan antara dua hal yang berbeda, dan untuk memperkuat keyakinannya itu mereka berdalih dengan beberapa hal diantaranya : Dintaranya : Syariat mengharamkan memandang wanita tua yang buruk rupa bila dia itu wanita merdeka, dan membolehkan memandang wanita budak yang cantik jelita. Sungguh Al Imam Al Muhaqqiq Syamsuddin Muhammad Ibnu Abu Bakar Ibnu Al Qayyim Al Jauziyyah murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah membantah mereka dengan bantahan yang detail atas dalil-dalil mereka, dan di antara bantahan yang beliau kemukakan untuk menohok syubhat yang tadi adalah :
(Dan Adapun (pernyataan) pengharaman memandang wanita tua merdeka yang buruk rupa, dan bolehnya memandang wanita budak yang cantik jelita, maka itu adalah suatu kedustaan terhadap syariat, di mana Allah mengharamkan ini dan membolehkan itu ? Allah U hanyalah mengatakan,”Katakanlah kepada orang-orang mu’min,” Hendaklah mereka menahan pandangannya,”[2]dan Allah tidak membiarkan bagi mata untuk memandang kepada wanita budak yang canti jelita, dan bila khawatir fitnah karena akibat memandang budak, maka haram atasnya memandang kepadanya tanpa ragu lagi.
Dan syubhat ini hanyalah timbul karena Allah mensyariatkan wanita-wanita merdeka agar menutupi wajah mereka dari pandangan laki-laki lain, dan adapun budak,
maka hal itu tidak diwajibkan, namun ini tentunya bagi wanita budak yang biasa-biasa saja yang dipekerjakan, adapun wanita-wanita budak yang biasa di tasarri[3] yang pada biasanya mereka itu terjaga dan tertutup, maka di mana Allah dan Rasul-Nya membolehkan bagi mereka membuka wajahnya di pasar, di jalanan, dan di tempat ramai, serta membolehkan bagi laki-laki menikmati dengan memandanginya ?
Maka ini sungguh suatu kekeliruan yang murni atas nama syariat, dan kesalahan ini diperkuat dengan kekeliruan yang lebih dasyat yang bersumber dari pernyataan sebagian ahli fiqih, mereka berkata : (Sesungguhnya wanita merdeka itu adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, dan aurat budak adalah apa yang biasa tidak nampak darinya, seperti perut, punggung, dan betis) maka mereka mengira bahwa apa yang biasa nampak darinya itu adalah hukumnya sama dengan hukum wajah laki-laki, sedangkan ini adalah hanyalah di dalam shalat, bukan dalam masalah pandangan, karena sesungguhnya aurat itu ada dua : Aurat di dalam shalat, dan aurat di dalam pandangan, maka wanita merdeka boleh shalat dengan membuka wajah [4]dan kedua telapak tangannya, namun dia tidak boleh keluar dengan membuka wajah dan telapak tangan ke pasar dan tempat ramai, Wallahu ‘Alam.[5]
Dan apa yang ditetapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Al Imam Al Muhaqqiq Ibnu Al Qayyim rahimahumallah berupa ihtijabnya wanita-wanita budak yang cantik, dan tampaknya budak-budak yang tidak cantik, sungguh telah ditetapkan dengan jelas oleh Al Imam Ahmad rahimahullah, Ibnu Manshur telah menukil darinya, bahwa beliau berkata : Wanita budak tidak boleh memakai niqab,” dan Ibnu Manshur serta Abu Hamid Al Khaffaf  telah menukil darinya juga, bahwa beliau berkata : Wanita budak yang cantik hendaklah memakai niqab,” [6]

·         Al ‘Allamah Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Jazzi Al Kalbi Al Malikii (Wafat 741 H) rahimahullah berkata  dalam tafsirnya : Wanita-wanita arab dahulu biasa membuka wajahnya seperti budak, dan hal itu mengundang perhatian laki-laki terhadapnya, maka Allah U memerintahkan mereka agar mengulurkan jilbab-jilbabnya supaya menutupi wajah-wajahnya sehingga bisa dibedakan antara wanita merdeka dengan budak. Jalaabib adalah bentuk jamak dari jilbab, yaitu pakaian yang lebih besar dari khimar, ada yang mengatakan pula bahwa ia adalah rida’(jubah), cara mengulurkannya menurut Ibnu Abbas t adalah si wanita mengulurkannya pada wajahnya sehingga tidak nampak darinya kecuali satu mata untuk melihat jalan, dan ada yang mengatakan : Dia melilitkannya sehingga tidak nampak kecuali kedua matanya saja. Dan ada yang mengatakan : Dia menutupi separuh wajahnya.[7]
,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu,” yaitu yang demikian itu lebih dekat untuk dikenal wanita-wanita merdeka dari wanita-wanita budak, maka bila diketahui bahwa wanita itu adalah wanita merdeka maka dia tidak mendapat gangguan seperti gangguan yang di dapatkan budak. Bukan maksudnya wanita itu dikenal siapa dia, namun maksudnya adalah bisa dibedakan mana wanita merdeka dan mana wanita budak, karena dahulu di Madinah ada wanita-wanita budak yang dikenal nakal, sehingga terkadang diganggu oleh laki-laki nakal.[8]

·         Al Imam An Nahwiy Al Mufassir Atsiruddin Abu Abdillah Muhammad Ibnu Yusuf Ibnu Ali  Ibnu Hayyan Al Andalusiyy yang terjkenal dengan sebutan Abu Hayyan (Wafat 745 H) rahimahullah berkata di dalam tafsirnya :…… As Suddiy berkata : Dia menutup salah satu matanya, keningnya, dan bagian muka yang lainnya kecuali satu mata saja”[9]Dan beliau rahimahullah  berkata lagi : ( Dan yang dhahir bahwa firman-Nya,” Dan wanita-wanita kaum mu’minin,” mencakup wanita-wanita merdeka dan budak, dan fitnah akibat wanita budak adalah lebih banyak karena banyaknya aktifitas mereka, berbeda dengan wanita merdeka, maka mengeluarkan mereka (budak) dari umumnya wanita memerlukan kepada dalil yang jelas[10], dan ,”min,” pada kalimat ,”jalaabiibihinna,” adalah littab’idl, sedangkan ,”’alaihinna,” mencakup seluruh tubuhnya, atau  ,”‘alaihinna,” artinya kepada wajah-wajahnya, karena yang biasa nampak pada zaman jahiliyyah dari diri mereka  adalah  wajah.,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,” karena mereka menutupi diri mereka dengan keiffahan, sehingga mereka tidak diganggu, dan tidak mendapatkan apa yang mereka tidak sukai, karena wanita bila sangat tertutup, maka tidak ada orang yang berani mengganggu, berbeda dengan yang suka bertabarruj, maka dia itu sangat digandrungi.

Fasal

Penjelasan benarnya adanya perbedaan antara wanita merdeka dengan budak dalam masalah hijab

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : (Sedangkan hijab itu adalah khusus bagi wanita-wanita merdeka tidak termasuk wanita budak, sebagaimana sunnah kaum mu’minin pada zaman Nabi r dan para khalifahnya : Bahwa wanita merdeka berhijab, sedangkan wanita budak adalah tampak)[11] dan belia rahimahullah berkata : Firman-Nya,”katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" : adalah dalil yang menunjukan bahwa hijab itu hanya diperintahkan kepada wanita-wanita merdeka saja, tidak wanita budak, karena Dia mengkhususkan isteri-isteri dan puteri-puterinya, dan tidak mengatakan hamba sahayamu, dan hamba sahaya isteri-isterimu dan puteri-puterimu, terus mengatakan,” dan isteri-isteri orang mu'min,” sedangkan hamba sahaya tidak masuk dalam jajaran isteri-isteri orang mu’min, sebagaiman tidak masuk dalam firman-Nya,” wanita-wanita islam,” budak-budak yang mereka miliki, sehingga di’athafkan kepadanya dalam dua ayat An Nur dan Al Ahzab[12], dan ini terkadang dikatakan :  Hanyasannya berlaku bagi orang yang mengkhususkan budak-budak yang dimiliki dengan perempuan saja, dan kalau tidak demikian, sesungguhnya orang yang mengatakan : Dia itu mencakup laki-laki dan permpuan atau bagi laki-laki saja, maka pendapat ini peril ditinjau kembali.
Dan juga firman-Nya,”Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ isterinya,”[13] dan firman-Nya,”Orang-orang yang mendhihar isterinya di antara kamu,” [14]yang dimaksud adalah wanitawanita yang diberi mahar (merdeka)bukan budak, maka begitu juga ayat ini, maka ayat penguluran jilbab adalah di saat menampakan diri ke luar rumah, sedangkan ayat hijab  adalah di saat berbincang-bincang di dalam rumah, ini di samping dasar yang ada di dalam hadits Shahih, di saat Nabi r memilih Shafiyyah Bintu Huyayy, dan perkataan para sahabat : Bila beliau menghijabinya, berarti dia tergolong Ummahatul Mu’minin, dan kalau tidak berarti dia termasuk hamba sahayanya, menunjukan bahwa hijab itu khusus bagi wanita –wanita merdeka saja.
Dan di dalam hadits itu juga menunjukan bahwa sifat keibuan bagi kaum mu’minin hanya diraih oleh isteri-isteri beliau, tidak hamba-hamba sahayanya yang di-tasarri, dan Al Qur’an tidak menunjukan kecuali kepada itu, karena Dia berfirman,” dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka,”[15] dan firman-Nya,”dan tidak (pula)mengawini isteri-isterinya elama-lamanya sesudah ia wafat,”[16], dan ini adalah dalil ketiga dari ayat ini, karena, dhamir pada firman-NyaApabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka ,” kembali kepada isteri-isterinya, dan sama sekali tidak ada khithab yang berkenaan dengan hamba sahayanya, namun kebolehan menikahi bekas hamba-hamba sahayanya sesudah beliau wafat masih perlu ditinjau ulang.[17]

Fasal
Penyebutan atsar-atsar dari Umar t yang membedakan antara budak dengan wanita merdeka dalam hal taqannu’ dan jilbab.[18]

Abdur Razak meriwayatkan dalam Mushannafnya : Telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Qatadah dari Anas, bahwa Umar t pernah memukul budak milik keluarga Anas yang beliau lihatnya mengenakan penutup kepala, maka beliau berkata : Buka kepala kamu, jangan sekali-kali kamu menyerupai wanita merdeka,” .

Ibnu Juraij meriwayatkan dari ‘Atha bahwa Umar t pernah melarang wanita-wanita budak dari mengenakan jilbab, karena dengan itu mereka menyerupai wanita-wanita merdeka. Ibnu Juraij berkata dari Nafi’ : Sesungguhnya Shafiyyah Bintu Abi Ubaid telah memberi kabar kepadanya, dia berkata : Seorang wanita keluar dengan menutup wajah lagi berjilbab, maka Umar berkata : Siapa wanita ini ? maka dikatakan kepadanya : Hamba sahaya milik si Fulan, laki-laki tergolong keluarga beliau, maka Umar mengirim seseorang kepada Hafshah, terus berkata : Apa sebabnya engkau menutupi wajah budak ini memakaikannya jilbab, sampai saya hendak memukulnya, dan saya tidak mengira dia itu kecuali wanita merdeka ? janganlah kalian menyamakan wanita budak-budak itu dengan wanita-wanita merdeka”..dan diriwayatkan oleh Al Baihaqiy, dan berkata : Atsar-atsar seperti itu dari Umar adalah shahih.

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya : Ali Ibnu Mushar telah mengabarkan kami dari Al Mukhtar Ibnu Filfil dari Anas Ibnu Malik, berkata : Seorang hamba sahaya masuk menemui Umar Ibnu Al Khaththab yang pernah beliau kenali milik orang kalangan Muhajirin atau Anshar, sedangkan dia itu mengenakan jilbab yang dengannya dia bertaqannu’, maka beliau bertanya kepadanya : Kamu sudah dimerdekakan ? dia menjawab : Belum,” Umar bertanya : Maka kenapa jilbab itu ?! lepaskan dari kepalamu, hanyasannya jilbab itu wajib bagi wanita-wanita merdeka dari kalangan wanita-wanita orang mu’min, “budak itu mencari-cari alasan, maka Umar menghampirinya dengan tongkatnya, beliau pukul kepalanya hingga ia melepaskan jilbabnya.

Muhammad Ibnu Al Hasan meriwayatkan dalam Kitab Al Atsar : Telah mengabarkan kepada kami Abu Hanifah dari Hammad Ibnu Abi Sulaiman Dari Ibrahim An Nakhai’ bahwa Umar Ibnu Al Khaththab pernah memukul wanita-wanita hamba sahaya karena sebab mereka menutup kepala, dan beliau berkata : Janganlah kalian menyerupai wanita-wanita merdeka.

·         Al Imam Al Hafidz Abu Al Fida  Ismail Imaduddin Ibnu Umar Ibnu Katsir Al Qurasyiy Asy Syafii’ (Wafat 774 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya yang bagus : Allah U  berfirman kepada Rasul-Nya r sambil memerintahkan agar menyuruh wanita-wanita mu’minat apalagi isteri-isteri dan puteri-puterinya  karena kemuliaan mereka supaya mengulurkan jilbab-jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, supaya mereka membedakan diri dari cirri-ciri wanita jahiliyyah dan budak. Sedangkan  jilbab adalah rida’yang lebih lebar dari kerudung (khimar), ini dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, Al Hasan Al Bashri, Said Ibnu Jubair, Ibrahim An Nakhai’, ‘Atha Al Khurasani dan lain-lain, sama dengan izar saat ini. Al Jauhariy berkata : Jilbab adalah milhafah, seorang wanita dari Hudzail berkata dalam rangka memuji saudaranya yang mati :

Rajawali bergerak menujunya, sedang dia lalai

Layak jalannya gadis perawan yang mengenakan jilbab
 Ali Ibnu Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas t : Allah memerintahkan istri-istri orang-orang mu’min bila mereka keluar dari rumahnya untuk suatu hajat agar menutupi wajah mereka dengan jilbab yang diulurkan dari atas kepalanya, dan hanya menampakan satu mata.[19]

Dan Muhammad Ibnu Sirin berkata : saya bertanya kepada Ubaidah As Salmani tentang firman Allah Ta’ala,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka,” maka beliau menutupi wajah dan kepalanya dan menampakan mata kirinya.[20][21]

·         Al Imam Jalaluddin Abu Abdillah Muhammad Ibnu Ahmad Al Mahalliy rahimahullah (Wafat 764 H) menafsirkan ayat ini dengan perkataannya : مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ bentuk jamak dari jilbab,dan jilbab adalah jubah yang dengannya perempuan menutupi seluruh tubuhnya, dan maknanya : Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbabnya pada wajahnya bila mereka keluar untuk hajatnya kecuali satu mata, karena hal itu lebih memudahkan untuk mengenali mereka bahwa mereka itu adalah wanita-wanita merdeka sehingga mereka tidak diganggu, berbeda dengan budak-budak dimana mereka itu tidak menutupi wajahnya, sehingga menyebabkan orang-orang munafiq mengganggu/menggoda mereka, dan Allah itu Maha Pengampun atas yang telah lalu dari mereka karena tidak menutupinya, Maha Penyayang terhadap mereka karena Dia telah menutupi mereka.[22]

·         As Sayuthi rahimahullah berkata : Ini adalah ayat hijab buat seluruh wanita, di dalamnya ada  kewajiban atas wanita untuk menutupi kepala dan wajah.[23]

·         Al Imam Al Khathib Asy Syarbiniy rahimahullah berkata dalam tafsirnya : يُدْنِيْنَ mengulurkan عَلَيْهِنَّ ke wajah dan seluruh tubuh mereka, maka janganlah mereka membiarkan sedikitpun dari badannya terbuka.[24]

Dan beliau berkata lagi : ‘Adil berkata : Dan bisa dikatakan : Yang dimaksud : Mereka lebih mudah dikenal bahwa mereka itu tidak berzina, karena wanita yang menutupi wajahnya-padahal bukan aurat-, yaitu di dalam shalat, tidak diharapkan padanya bahwa dia mau membuka auratnya, maka karena mereka itu tertutup, tidak mungkin minta dilayani berzina dari mereka.[25]

·         Syaikh Abu As Su’ud Muhammad Ibnu Muhammad Al ‘Imadiy (Wafat 951 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya : Yaitu hendaklah mereka menutup wajah dan badan mereka dengan jilbab itu bila mereka keluar untuk suatu kepentingan.[26]

·         Asy Syaikh Ismail Haqa Al Barwasawiy (Wafat 1137 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya : Dan maknanya adalah hendaklah mereka menutup wajah dan badan mereka dengan jilbab itu di kala keluar dari rumahnya untuk suatu kepentingan, dan janganlah mereka keluar dengan wajah dan badan terbuka seperti budak agar tidak diganggu oleh orang-orang nakal dengan anggapan bahwa mereka itu adalah budak….” Dan beliau menukil atsar dari Anas t berkata : Seorang budak perempuan melewati Umar Ibnu Al Khaththab t dengan menutupi mukanya maka Umar hendak memukulnya dengan tongkat, seraya berkata : Hai Lakaa’[27], kau menyerupai wanita merdeka, lepaskan kain penutup itu..[28]

·         Al Imam Al ‘Allamah Asy Syaukani (Wafat 1250 H) rahimahullah berkata di dalam tafsirnya : (Al Wahidi berkata : Para Ahli tafsir berkata : Mereka hendaklah menutupi wajah dan kepala mereka kecuali satu mata saja, sehingga mereka diketahui bahwa mereka itu adalah wanita merdeka yang tidak boleh diganggu)….sampai akhirnya beliau rahimahullah berkata : (Dan bukanlah yang dimaksud dengan firman-Nya,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,” adalah salah satu dari mereka diketahui dari yang lainnya, akan tetapi maknanya adalah mereka itu dikenal bahwa mereka adalah wanita-wanita merdeka bukan budak karena mereka telah mengenakan pakaian yang khusus buat wanita merdeka.[29]

·         Asy Syaikh As Sayyid Muhammad Usman Ibnu As Sayyid Muhammad Abi Bakar Ibnu As Sayyid Abdullah Al Mairghiniy Al Mahjub Al Makiy (Wafat 1268 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya : Maknanya hendaklah mereka mengulurkan pada wajah dan badan mereka kain yang menutupinya seperti jubah dan pakaian yang menutupi.[30]

·         Al ‘Allamah Abu Al Fadhl Syihabuddin As Sayyid Mahmud Al Alusiy Al Baghdadi (Wafat 1270 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya : (Al Idnaa adalah bermakna At Taqrib (mendekatkan/mengulurkan) dikatakan adnannii artinya qarrabanii, dan mengandung makna penguluran dan penguraian, dan oleh karenanya di muta’addikan dengan ‘alaa, sesuai pengetahuan saya, dan mungkin saja rahasia tadlmin adalah pengisyaratan akan yang dimaksud itu adalah menutupi yang masih memungkinkan melihat jalan, maka perhatikanlah).Dan beliau rahimahullah berkata lagi : Dan yang dhahir dari kata عَلَيْهِنَّ adalah keseluruh tubuhnya, dan dikatakan pula : pada kepalanya, dan dikatakan pula : pada wajah-wajah mereka, karena yang biasa nampak zaman jahiliyah adalah wajah….”  Beliau berkata lagi : Dan dalam riwayat lain dari Al Habru (Ibnu Abbas) yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mardawaih : Dia (wanita) menutupi wajahnya dengan jilbab yang diulurkan dari atas kepalanya dan hanya menampakan satu mata. Dan Abdur Razzaq dan Jamaah meriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, beliau berkata : Tatkala ayat ini,’ Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka," turun, maka wanita-wanita Anshar keluar rumah seolah-olah diatas kepala mereka ada burung gagak karena saking tenangnya, sedangkan mereka mengenakan pakaian hitam.[31] Dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha beliau berkata : Semoga Allah Ta’ala merahmati para wanita Anshar, tatkala turun,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33:59),” mereka langsung merobek muruth (kain tebal) yang mereka miliki terus mereka menutup seluruh tubuhnya dengannya, kemudian mereka ikut shalat di belakang Rasulullah r seolah-olah diatas kepala mereka ada burung gagak.[32]
·         Ni’matullah Ibnu Mahmud Al Khajwaniy : يدنين   artinya menutupi عليهن  pada tangan-tangan, kaki-kaki, dan seluruh badannya من  dari sisa-sisa جلابيبهن   jubah-jubahnya sehingga tidak nampak dari bagian-bagian dan anggota-anggota badannya sedikitpun kecuali kedua matanya, bahkan satu mata saja.[33]  

·         Syaikh Abdul Aziz Ibnu Ahmad Ad Damiri mengatakan : Mereka mengulurkan ridanya untuk menutupi wajahnya, kepalanya sekaligus dadanya.[34]

·         Al Muhayimiy berkata : يدنين   mendekatkan yang mengandung penutupan عليهن  terhadap wajah dan badan-badan mereka.[35]

·         ‘Allamatusy Syam Muhammad Jamaluddin Al Qasimiy (Wafat 1332 H) rahimahullah berkata dalam tafsirnya : Maka wanita-wanita merdeka diperintahkan dengan pakaiannya itu menyalahi penampilan budak, yaitu dengan mengenakan rida’ dan milhafah (baju yang menutupi seluruh badan, pent) serta menutup kepala dan wajah agar mereka terjaga dan tidak menimbulkan hasrat laki-laki liar. Dan beliau berkata lagi : Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Yunus Ibnu Yazid, bahwa dia bertanya kepada Az Zuhriy : Apakah wanita budak harus memakai khimar, baik sudah nikah atau belum ? beliau menjawab : Dia harus memakai khimar (kerudung) bila sudah nikah, dan laranglah dia dari mengenakan jilbab, karena dilarang mereka menyerupai wanita-wanita merdeka yang muhshanah.[36]

·         Al ‘Allamah Syaikh Abu Abdillah Abdul Rahman Ibnu Nashir Al Sa’di  rahimahullah berkata dalam tafsirnya : Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Ayat ini adalah yang disebut ayat hijab, Allah menyuruh Nabi-Nya agar memerintahkan seluruh wanita, dan memulai dengan isteri-isteri dan puteri-puterinya karena mereka adalah lebih harus ditekankan terlebih dahulu dari yang lainnya, dan karena orang yang hendak memerintah orang lain seharusnya dia memulai dengan keluarganya sebelum orang lain sebagaiman firman-Nya ,” Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka,” agar ,”mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka,” dan jilbab itu adalah pakaian rangkap seperti milhafah, khimar, rida’ dan lain-lain, yaitu hendaklah mereka menutupi dengan jilbab itu wajah dan dada mereka, kemudian Dia menyebutkan hikmah hal itu dengan firman-Nya,” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu,” ini menunjukan akan adanya gangguan bila mereka tidak berhijab, itu dikarenakan mereka bila tidak berhijab, mungkin saja dikira bahwa mereka itu adalah bukan wanita baik-baik, sehingga orang yang berpenyakit di dalam hatinya berusaha untuk mengganggunya, dan bisa saja mereka dihina, serta mereka diduga budak sehingga orang nakal berani mengganggunya, maka hijab itu sebagai pemutus akan hasrat dan keinginan orang-orang jahat terhadap mereka.,” Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ,” karena Dia mengampuni bagi kalian apa yang telah lewat, dan menyayangi kalian, karena Dia telah menjelaskan hukum-hukum-Nya kepada kalian, Dia telah jelaskan halal dan haram. Ini adalah penutup pintu dari pihak wanita, dan adapun dari pihak orang-orang jahat, maka Dia telah  mengancam mereka dengan firman-Nya,”Sesungguhnya bila tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit di dalam hatinya,” yaitu penyakit keraguan dan syahwat,”dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah,” yaitu yang menakut-nakuti (kalian) akan musuh lagi membicarakan jumlah banyak dan kekuatan mereka dan lemahnya kaum mu’minin, dan Dia tidak menyebutkan apa yang harus mereka hentikan darinya, agar mencakup semua apa yang dibisikan dan diwaswaskan oleh jiwa mereka terhadap mereka, dan kejahatan dan gangguan yang secara tidak langsung menghina Islam dan pemeluknya, juga menakut-nakuti kaum muslimin dengan kabar bohong dan mematahkan kekuatannya, dan usaha mereka dalam mengganggu kaum mu’minat dengan perbuatan buruk dan keji, dan maksiat-maksiat lainnya yang banyak bersumber dari orang-orang seperti mereka,”niscaya Kami perintahkan kamu (untuk) menyerang mereka,”  yaitu memerintahkan engkau untuk menghukumi mereka, dan memeranginya, serta Kami kuasakan engkau untuk membinasakan mereka, kemudia bila Kami lakukan hal itu, maka tidak ada bagi mereka kekuatan untuk melawanmu, dan mereka tidak memiliki daya dan pertahanan, dan oleh sebab itu Dia berfirman,”kemudian mereka tidak menjadi tetangganu ( di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar.[37]

·         Al Imam Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah berkata : Dan di antara dalil-dalil qur’aniy yang mewajibkan berhijabnya perempuan  dan mereka menutup seluruh tubuhnya hingga wajahnya adalah firman Allah U ,” Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" banyak para ulama berkata : Bahwa sesungguhnya makna,” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" adalah bahwa mereka menutupi seluruh wajahnya dengan jilbab itu, dan tidak nampak darinya kecuali satu mata saja untuk melihat, diantara yang mengatakan hal ini adalah Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas,Ubaidah As Salmaniy dan lain-lain.


[1] Tafsir Surat An Nur 86.
[2] An Nur : 30.
[3] Tasarri adalah si tuan menggauli budaknya, dan itu halal di dalam islam.
[4] Namun bila shalat di tempat yang di sana ada laki-laki bukan mahram melihatnya maka dia tetap harus menutup wajahnya, begitulah para ulama mengatakan di antaranya Ash Shan’aniy, Syaikh Utsaimin dan lain-lain.(pent)
[5] Al Qiyas Fi Asy Syari 69.
[6] Ash Sharim Al Masyhur 74.
[7] Dan Al Qurthubi menisbatkannya kepada Al Hasan (Al Jami’ Li  ahkam Al Qur’an 14/243).
[8] At Tashil Li Ulumit Tanzil 3/144
[9] Al Bahrul Muhith 7/250
[10] Jelaslah dari ini bahwa Al Imam Abu Hayyan rahimahullah berpendapat bahwa wanita budak dan wanita merdeka sama saja dalam hukum kewajiban hijab yang empurna yang mencakup wajah dan kedua telapak tangan, berdasarkan karena tidak adanya dalil yang membedakan antara keduanya dalam hukum, dan darinya jelaslah marjuhnya (lemahnya) pendapat fadlilatu Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Al Baniy hafidhahullah berupa istidlal beliau dengan perkataan Abu Hayyan : (Maka mengeluarkan mereka (budak) dari umumnya wanita memerlukan kepada dalil yang jelas) terhadap keabsahan madzhab beliau dalam menyamakan antara wanita merdeka dengan budak – bukan dalam wajibnya hijab yang sempurna seperti madzhab Abu Hayyan pemilik teks ini- namun dalam masalah kesamaan antara keduanya dalam sufur (membuka wajah).

[11] Tafsur Ayat An Nur : 56.
[12] Yaitu firman-Nya,”dan janganlah menampakan perhiasannya……..atau wanita-wanita islam atau budak-budak yang mereka miliki,” An Nur : 31, juga firman-Nya,”Tidak ada dosa atas isteri-isteri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak mereka…..dan permpuan-perempuan yang beriman, dan hamba sahaya yang mereka miliki,” Al Ahzab : 55.
[13] Al Baqarah :226.
[14] Al Mujadilah : 2.
[15] Al Ahzab : 6.
[16] Al Ahzab : 53
[17] Majmu Al fatawa 15/448-449, dan dalam apa yang beliau sebutkan tadi ada bantahan terhadap anggapan jauh Al Allamah Al Albaniy atas pengkhususan firman-Nya,”isteri-isteri orang mu’min,” bagi wanita-wanita merdeka saja, tidak termasuk budak, sebagiamana yang tertera dalam Hijabul Mar’ah Al Muslimah 44-47, padahal beliau menshahihkan atsar Umar t yang membedakan antara budak dengan wanita merdeka sebagaimana yang akan datang insya Allah.
[18] Lihat Nashbu Ar Rayah karya Az Zailai’ 1/300-301, Al Muhalla Ibnu Hazm 3/218, Irwaul Ghalil Al Albaniy 6/203-204, mereka menshahihkan atsar –atsar ini yang membedakan antara hijab wanita merdeka dan budak.
[19] Riwayat Ali Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas adalah munqathi, Al Hafidh Ibnu Hajar berkata : (Dia meriwayatkan dari Ibnu Abbas sedang dia itu tidak mendengar darinya, diantara keduanya ada  Mujahid), dan Duhaim berkata : (Dia tidak mendengar tafsir dari Ibnu Abbas), dan Ibnu Hibban menyebutkannya dalam jajaran orang yang tsiqat, dan berkata : (Dia meriwayatkan dari Ibnu Abbas sedang dia tidak pernah melihatnya)-(Dia mempunyai riwayat dalam Muslim satu hadits dalam masalah ‘Azl, dan dalam yang lain meriwayatkan baginya satu hadits dalam masalah Fara’idl)-Al Hafidh Ibnu Hajar berkata : ( Saya berkata : Al Bukhari menukil  dalam bab tafsirnya riwayat Muawiyah Ibnu Shalih darinya dari Ibnu Abbas dalam judul bab dan yang lainnya, namun beliau tidak menyebutkan namanya seraya berkata : Ibnu Abbas berkata, atau disebutkan dari Ibnu Abbas)….dan bisa dipahami dari shigat jazm (pasti) bahwa Al Imam Al Bukhari berihtijaj dengan riwayat ini yaitu riwayat Ali Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas t dalam beberapa tempat dari kitab tafsirnya, beliau menuturkannya dengan cara mu’allaq meskipun tidak memenuhi syarat beliau dalam Al Jami’ Ash Shahih, dan Ibnu Hajar memaushulkannya dalam Fathul Bari, lihat Fathul Bari 8/207, 8/228, 8/265, dan lihat Tahdzib At Tahdzib 7/339-340.
Dan sanadnya hasan lihat Raf’ul Junnah (pent)
[20] Atsar ini disebutkan oleh As Sayuthi dalam Ad Durr Al Mantsur 5/221, dan berkata :Dikeluarkan oleh Al Faryabi dan Abdu Ibnu Humaid, Ibnu Al Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim dari Muhammad Ibnu Sirin.
 Isnadnya shahih, lihat Raf’ul Junnah (pent).
[21] Tafsir Al Qur’an Al Adhim 6/470.
[22] Qurratu al ‘Ain ‘Ala Tafsir Al Jalalain :560.
[23] ‘Aunul Ma’bud 4/106, Al Iklil di pinggir Jami’ Al Bayan 334.
[24] Artinya: Siraj Al Munir 3/271
[25] Ibid 3/372.
[26] Ir Syadul ‘Aqli As Salim Ila Mazaya Al Qur’an Al Karim 7/115.
[27] Kata yang diucapkan bagi sesuatu yang dianggap hina, seperti budak, gembel, orang dungu, seperti ucapan anda ; Ya Khissis,” dari Fathul bayan karya Shiddiq hasan Khan 7/415.
[28] Fathul Bayan 7/240.
[29] Fathul Qadir Al Jami’ baina Fannai Ar Riwayah Wad Dirayah Min ‘Ilmit Tafsir 4/304-305.
[30] Tafsir Al Mairghiniy 2/93.
[31] Dikeluarkan oleh Abu Dawud 2/182 dengan sanad yang shahih, dan dikeluarkan dalam Ad Durr 5/221 dari riwayat Abdur Razzaq dan Abd Ibnu Humaid, Abu Dawud, Ibnu Al Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dari hadits Ummu Salamah radhiyallahu 'anha  dengan lafadh,” Karena pakaian-pakaian hitam yang mereka kenakan,” Ghirban adalah jamak dari ghurab, pakaian hitam diserupakan dengan gagak karena sama-sama hitamnya.
[32] Ruhul Ma’ani Fi Tafsiril Qur’an Al ‘Adhim Was Sab’il Matsani 22/88-90.
[33] Ruhul Ma’ani Fi Tafsiril Qur’anil Adhim Was Sab’il Matsani 22/88-90.
[34] At Taisir Fi Ulumi At Tafsir :91, dinukil dari  Majallah Al Jami’ah As Salafiyyah.
[35] Tabshirur Ar Rahman 2/164, nukilan dari Majallah Al Jami’ah As Salafiyyah.
[36] Tabshir Ar Rahman 2/164, dinukil dari  Majallah Al Jami’ah As Salafiyyah.

[37] Taisir Al Karimir Rahman Fi Tafsir Kalam Al Mannan 6/122.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar