Ummat Islam
suka mencampuradukkan antara al-rafadh (berpaham Rafidhah) dan al-tasyayyu'
(berpaham Syi'ah). Mereka tidak bisa membedakan kedua istilah tersebut. Ini
disebabkan ketidakpahaman tentang akidah mereka sendiri. Mereka tidak mau
mengkaji akidah Islam secara benar dari sumbernya yang asli dan otentik, yaitu
al-Qur'an dan hadits, serta pendapat para sahabat Nabi, pengikutnya (tabi'in)
dan generasi ketiga (tabi'it-tabi'in). Padahal, mereka itu tiga angkatan, yang
dinilai oleh Rasulullah sebagai generasi terbaik ummat Islam. Masalahnya,
sebagian ummat tidak mau mempelajari Islam dan ilmunya. Akibatnya, akidah Islam
mereka artikan secara tidak proporsional. Mereka tidak tertarik untuk menjaga
kesucian dan kemurnian akidah Islam. Bahkan mereka hampir tidak mengenal satu
pun buku yang membicarakan akidah Sunni atau Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Akibatnya, mereka akan terjebak tatkala membaca buku-buku tafsir dan hadits,
yang mengandung kisah-kisah israiliyyat dan kisah-kisah palsu. Atau, mereka
memahami akidah Islam dari literatur-literatur baru tanpa dasar yang kokoh dan
benar. Karena itu, mereka terputus dari ulama salaf salih, yang mendapatkan
kerelaan dari Allah.
Karena
ketidaktahuan itu, pulalah yang membuat mereka menganut paham yang berlawanan
dengan akidah ulama salaf. Misalnya, tanpa disadari, mereka menganut ajaran
kaum Rafidhah, Qadariyah, Khawarij dan Jahamiyah. Bahkan, ketidaktahuan itu
berakibat buruk, Ketika anda mencoba meluruskan pemahaman mereka, dan
mengembalikannya kepada pemahaman dan akidah salaf yang benar, mereka tidak
memperdulikan koreksi anda. Mereka telah menjadi penganut fanatik.
Kenyataan
ini dikhawatirkan melanda ummat Islam. Apalagi bila para ulama tidak
berperan-serta mengajarkan dan menanamkan akidah kepada setiap Muslim. Ilmu
akidah mestinya diberikan lebih dini daripada ilmu-ilmu lain, seperti dilakukan
oleh Rasulullah.
Akibat logis
dari strategi, pendidikan yang salah selama ini --tidak menanamkan akidah lebih
dini-- maka banyak ummat Islam resah atau bingung menghadapi paham-paham yang,
sebelumnya, dipandang jelas dan tuntas oleh kaum Sunni. Paham-paham yang mapan
itu seharusnya tetap tertanam di hati kaum Muslimin saat ini. Mereka membutuhkan
itu, karena sejarah berulang dengan sendirinya. Untuk itu, saya merasa
terdorong menjelaskan pengertian al-rafadh dan al-tasyayyu'.
1. Pengertian Etimologi1
Menurut
bahasa, rafadh berarti meninggalkan, menyempal (taraka). Sedangkan al-Rafidhah
berarti: sempalan atau salah satu golongan (firqah) dari Syi'ah. Menurut
al-Ashmu'i, disebut demikian, karena mereka menyempal dari salah seorang imam
Syi'ah, yaitu Zayd ibn 'Ah.
Tasyuyyu',2 menurut bahasa berarti sikap
menganut atau mendukung. Syi'at al-rijal berarti penganut dan pendukung
seseorang. Jadi, kata-kata tasyayya'arrajul, artinya; seorang lelaki menganut
paham Syi'ah.
Setiap
masyarakat memiliki sesuatu pandangan. Sebagian mereka mengikuti pendapat yang
lain. Mereka adalah satu kelompok, seperti firman Allah: "Sebagaimana
dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa lalu."
(QS, Saba'; 34:54)
Tadi kita
telah membedakan antara istilah rafadh dan tasyayyu' menurut pengertian bahasa.
Kini kita akan menjelaskan perbedaan keduanya dari segi istilah dan syari'at.
Ada
perbedaan yang menyolok antara kedua istilah tersebut. Ini perlu kita ketahui,
bila hendak menolak tuduhan palsu kaum Rafidhah terhadap kaum Sunni. Kaum
Rafidhah selalu mengacaukan pengertian rafadh di kalangan ummat Islam, dan
menyelewengkan makna kecintaan ummat kepada keluarga Nabi. Ini mereka lakukan
untuk merusak kesucian Islam dengan syi'ar yang palsu.
Menurut
syari'at agama, istilah rafadh berarti sikap memuliakan 'Ali ibn Abi Thalib
lebih dari Abu Bakar dan 'Umar. Menurut mereka, 'Ali lebih utama dibanding
mereka berdua. Karena itu, 'Ali lebih pantas menduduki kursi kekhalifahan.
Dalam hal ini, mereka tidak sampai mencaci maki Abu Bakar dan 'Umar.
Tapi, bila
sikap tersebut diikuti oleh rasa benci kepada Abu Bakar dan 'Umar, atau malah
memaki mereka, ini disebut rafadh ekstrim. Tak soal, apakah makian itu dengan
bahasa yang jelas, ataukah hanya dengan bahasa isyarat. Dan jika sikap ini
diikuti pula dengan kepercayaan bahwa 'Ali ibn Abi Thalib atau keturunannya
akan muncul kembali ke dunia setelah mereka wafat, maka inilah rafadh yang paling
ekstrim.
Sedangkan
istilah tasyayyu', menurut syari'at agama berarti sikap mencintai 'Ali ibn Abi
Thalib dan memandangnya lebih utama dari para sahabat Nabi yang lain --kecuali
Abu Bakar dan 'Umar. Jika 'Ali lebih ditokohkan daripada Abu Bakar dan 'Umar,
maka itu namanya paham rafadh.
Menurut ibn
Hajar,3 Tasyayyu' adalah sikap mencintai
'Ali dan memandangnya lebih utama dari para sahabat lain. Dan bila di antara
sahabat-sahabat itu termasuk Abu Bakar dan 'Umar, maka tasyayyu'nya ekstrim,
dan biasanya disebut paham Rafidhah. Tetapi jika sikap tadi tidak memandang
'Ali lebih utama daripada Abu Bakar dan 'Umar, maka itu hanya disebut Syi'ah.
Namun, jika sikap tersebut ditambah rasa benci dan makian terhadap Abu Bakar
dan 'Umar, maka itu menjadi paham rafadh ekstrim. Kalau kemudian dilengkapi
dengan kepercayaan bahwa 'Ali bakal muncul kembali ke dunia, maka rafadh-nya
menjadi sangat ekstrim."
Kami telah
menjelaskan pengertian rafadh dan tasyayyu', baik secara etimologis maupun
terminologis. Perbedaannya telah jelas dan nyata. Kini tiba saatnya
membicarakan penganut paham Rafidhah dan Syi'ah. Siapakah mereka?
Rafidhah
adalah sekelompok penganut Syi'ah yang memandang 'Ali dan anak cucunya lebih
utama daripada Abu Bakar dan 'Umar. Mereka tidak menyukai kedua sahabat Nabi
yang khalifah itu, bahkan mencaci-makinya. Kaum Rafidhah mempercayai, para imam
itu ma'shum alias bebas-salah. Mereka memberikan segala kehormatan Nabi (selain
kenabian) kepada para imam. Mereka juga mempercayai kedatangan kembali imam
Muntadhar (imam tertunggu) yang sementara ini menghilang, tanpa meninggal.
Mereka mempunyai pemikiran khusus, yang sangat berbeda dari dasar pemikiran
Sunni.
Adapun kaum
Syi'ah, mereka itu pencinta berat keluarga Nabi (ahl al-bayt). Mereka lebih
mengutamakan Ahl al-Bayt daripada sahabat yang bukan keluarga Nabi. Tetapi
mereka tidak membenci, memaki atau mengkafirkan para sahabat, terutama Abu
Bakar dan 'Umar.
Dalam Minhaj
al-Sunnah, Ibn Taimiyyah4 mengemukakan alasan mengapa ada
sekte Syi'ah yang disebut Rafidhah. Menurut ibn Taimiyyah, sejak Zayd5 tampil ke gelanggang politik, Syi'ah
terpecah menjadi dua, yaitu golongan Rafidhah dan golongan Zaidiyyah. Ketika
ditanya mengenai Abu Bakar dan 'Umar, Zaid menyatakan simpatinya kepada kedua
sahabat itu. Zaid mendoakan keduanya. Sekelompok pengikutnya kemudian meninggalkan
Zaid. Zaid berkata kepada mereka: "Apakah kalian menyempal dariku?"
Sejak mereka menyempal dari Zaid itu, istilah Rafidhah muncul. Adapun kaum
Syi'ah yang tetap setia kepada Zaid, mereka itu diberi nama Zaidiyah, artinya,
yang memihak kepada Zaid.
Ibn
Taimiyyah juga menjelaskan, 'Ali ibn Abi Thalib pernah berpidato di mimbar, di
kota Kufah. Katanya: "Ummat Islam terbaik setelah Nabi Muhammad adalah Abu
Bakar dan 'Umar." Orang Syi'ah yang mengenal 'Ali dan hidup seangkatan
dengannya, tidak pernah berselisih paham mengenai keutamaan Abu Bakar dan
'Umar. Tetapi mereka berbeda pendapat menentukan siapa yang lebih utama antara
'Utsman dan 'Ali. Itu diakui oleh para tokoh Syi'ah yang terdahulu dan yang
belakangan.
Abul Qasim
al-Balhi juga menyebutkan sama. la menceritakan, seseorang bertanya kepada
Syarik ibn 'Abdillah, "Siapa yang lebih utama di antara Abu Bakar dan
'Ali? "Abu Bakar," jawab Syarik.
Ketika
ditanya, mengapa dia menjawab begitu, padahal dia seorang Syi'ah, Syarik
menjawab bahwa orang yang tidak berkata begitu bukanlah seorang Syi'ah.
"Demi Allah, 'Ali ibn Abi Thalib berkata di atas mimbar: 'Ingatlah,
sesungguhnya ummat Islam yang terbaik setelah Nabi adalah Abu Bakar, kemudian
'Umar." "Lalu mengapa?" tanya Syarik, "anda menolak
pernyataan 'Ali ini? Bagaimana anda bisa mendustakan 'Ali? Sungguh, 'Ali
bukanlah pendusta atau pembohong."
Karena tidak
mengerti, seringkali orang menyebut rafadh bagi pencinta keluarga Nabi, tanpa
membedakan antara istilah rafadh dan tasyayyu'. Ada sya'ir (oleh Imam Syafi'i,
peny.) begini: "Jika mencintai Ahl al Bayt disebut Rafadh, maka
saksikanlah bahwa aku penganut paham Rafidhah." .
Ibn Katsir
menceritakan,6 pada suatu saat kaum Syi'ah berkumpul
bersama Zaid. Mereka bertanya kepada Zaid: "Apa maksud perkataan anda,
'Allah memberi rahmat kepada anda pada (diri) Abu Bakar dan 'Umar?" Zaid
menjawab: "Semoga Allah mengampuni Abu Bakar dan 'Umar. Aku tidak pernah
mendengar seorang pun dari keluargaku yang berlepas tangan dari mereka berdua.
Aku tidak pernah mengatakan tentang mereka kecuali yang - baik-balk. Aku ingin
mengajak anda kembali kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul, menghidupkan sunnah
Nabi dan menumpas bid'ah. Jika mau mendengarkan, kalian dan aku akan memperoleh
kebaikan. Tetapi bila kalian membangkang, maka aku bukanlah penolong
kalian."
Mendengar
nasihat itu, kontan orang-orang Syi'ah itu bubar meninggalkan Zaid. Mereka
menarik kembali bai'at mereka. Sejak hari itu, mereka disebut kaum Rafidhah.
Adapun orang-orang yang mendengarkan dan menerima nasihat Zaid, mereka disebut
Zaidiyyah. Penduduk Kufah umumnya penganut paham Rafidhah, sedangkan warga
Makkah umumnya pengikut madzhab Zaidiyah. Baiknya, kaum Zaidiyah tetap
menghargai Abu Bakar dan 'Umar. Jeleknya, mereka lebih mengutamakan 'Ali
daripada kedua sahabat tadi. Padahal 'Ali tidak lebih utama dari Abu Bakar dan
'Umar. Bahkan, mungkin tidak -lebih utama daripada 'Utsman, menurut paham Sunni
yang benar dan sahih.
Menurut al-Mas'udi,7 Zaid ibn 'Ali pernah berkata kepada
kaum Syi'ah yang menuntut agar Zaid berlepas tangan dari Abu Bakar dan 'Umar.
Kata Zaid: "Abu Bakar dan 'Umar itu pemimpin kakekku. Maka aku tidak bisa melupakan
mereka." Mendengar itu, orang-orang Syi'ah bubar, menyempalsumber: http://media.isnet.org/islam/ss/Pengertian.html.
terima kasih
BalasHapussama-sama,,,^_^
Hapus