Dr.(HC) Ir. Soekarno (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal
di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966.Ia memainkan peranan
penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator KemerdekaanIndonesia (bersama
dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang
pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya. Soekarno
menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang
isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan
Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan
negara dan institusi kepresidenan.Supersemar menjadi dasar Letnan
Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya
yang duduk di parlemen.Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967,
Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRSpada tahun yang sama
dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.[5] Namun karena ia sering sakit maka
ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang
panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama "Karna" menjadi
"Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi
"o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti
olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut
menggunakan ejaan penjajah (Belanda) Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda
tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang tidak
boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini
terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat,
sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena
mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya
menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah
bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun
terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa
Denmark dan bahasa
Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan
ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama
Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal
Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan
pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
Masa Kecil dan
Remaja
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang
bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan
ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai Keduanya
bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi
di Singaraja, Bali
Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden
Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang
bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama
kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.[
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung
hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,
mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno
ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno
dipindahkan keEuropeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya
diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, Soekarno telah
menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya,
Jawa Timur. Ia dapat
diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto
bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di
Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam,
organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus
Salim, dan Abdul Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan
organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai
organisasi dari Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian
ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain
itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang
dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja
Tamat HBS Soerabaja
bulan Juli 1921 bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS,
Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan
mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921 , setelah
dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar
kembali [ dan tamat pada tahun 1926. Soekarno
dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies
Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda
bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku
ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting
peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang
Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo ,
selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus
Ondang. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang
merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib
Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes
Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij. Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang
juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) diBandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang
dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari
bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika
Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat,
dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya
dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang
baru merdeka. Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala
internasional yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota
sejak awal yang diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa
karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan
beberapa arsitek seperti Frederich
Silaban dan R.M.
Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain
arsitektural juga dibuat melalui sayembara
·
Gedung Conefo
·
Gedung Sarinah
·
Tugu Selamat Datang
·
Monumen Pembebasan Irian Barat[
·
Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci
dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide
arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar
membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam
bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil
Haram secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan
lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua
jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf.
·
Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957
Terjun Dibidang Politik
Masa
pergerakan nasional
Soekarno untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi
anggota Jong Java cabang
Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang
Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan
tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya
Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar).
Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar
surat kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu saja,
dan bukan dalam bahasa Belanda. Pada
tahun 1926,
Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di
Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische
Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi
ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang
didirikan pada tahun 1927.
Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal
29 Desember 1929 di
Yogyakarta dan esoknya dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara
Banceuy. Pada tahun 1930 ia dipindahkan ke Sukamiskin dan pada
tahun itu ia memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi),
hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931. Pada bulan
Juli 1932,
Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan
dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan
ke Flores.
Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya
tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang GuruPersatuan
Islam bernama Ahmad Hasan. Pada
tahun 1938 hingga
tahun 1942 Soekarno
diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Soekarno baru kembali bebas
pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa
penjajahan Jepang
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945),
pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini
terlihat pada Gerakan 3A dengan
tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang
kurang begitu populer. Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang
memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti
Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap
organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk
Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai,
Pusat Tenaga Rakyat (Putera),BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti
Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya
disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional
bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrirdan Amir
Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang
berbahaya. Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan
teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerja
sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan
kekuatan sendiri. Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di
antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945,
dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi
Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok. Pada tahun 1943, Perdana
Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia
yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan
diterima langsung oleh Kaisar Hirohito.
Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh
Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan
Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap
keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal
Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat
Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah
urusan rakyat Indonesia sendiri. Namun keterlibatannya dalam badan-badan
organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja
sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai
mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi),
Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang
menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta
mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Setelah menemui
Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada
tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad
Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama
pasukan Pembela Tanah Air PetaRengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara
lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh.
Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan
kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman
kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum
tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu
kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah
Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni
dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan,
bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama
kaum muslimin kepada Nabi Muhammad
SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945,
Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi
presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19
September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah
peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan
pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang
dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison,
Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah
mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha
menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan
pasukan NICA (Belanda)
yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10
November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya
memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti
wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya. Kedudukan Presiden Soekarno
menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan
kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi
kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semipresidensiil/double executive.
Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana
Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil
presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai
politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih
demokratis. Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan,
kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat
Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden
Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun
sudah adaPemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada
kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa
Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya
yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan
sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana
menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang
kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh
rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17
Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden
Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan
Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden
Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan
pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya. Mitos Dwitunggal
Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan
terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet
yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden
Soekarno kurang memercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai
"penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan
menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh
bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di
kalangan Angkatan Udara.
Kejatuhan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya
dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh
terlibat di dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi
demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun,
Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak
membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik. Lima bulan
kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soehartountuk
mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan
keselamatan pribadi presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. Kemudian
MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang
pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan
jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi
presiden apabila presiden berhalangan. Soekarno kemudian membawakan
pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang
Umum ke-IV MPRS.
Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan
ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala
pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun
mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi
dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.
Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah
menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.
Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan
agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih
pengobatan tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum
akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakartadengan status sebagai tahanan politik. Jenazah
Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan
wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama
kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr.
Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono
Kertopati. Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya
dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor,
namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar,
Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Jenazah Soekarno dibawa
ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya
bersebelahan dengan makam ibunya. Upacara pemakaman Soekarno dipimpin
oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara. Pemerintah
kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari
Sumber: wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar