Sejarah
Hidup Enam Tokoh Penghimpun Hadits (3)
Karya-karya Imam Muslim
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di
antaranya :
·
Al-Jami' as-Shahih (Shahih Muslim).
·
Al-Musnadul Kabir (kitab yang menerangkan
nama-nama para perawi hadith).
·
Kitabul-Asma' wal-Kuna.
·
Kitab al-'Ilal.
·
Kitabul-Aqran.
·
Kitabu Su'alatihi Ahmad bin Hambal.
·
Kitabul-Intifa' bi Uhubis-Siba'.
·
Kitabul-Muhadramin.
·
Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahid.
·
Kitab Auladis-Sahabah.
·
Kitab Awhamil-Muhadditsin.
Kitab Shahih Muslim
Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfat luas,
serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al-Jami' as-Shahih, terkenal dengan
Shahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling shahih
dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Shahih ini diterima baik oleh segenap
umat Islam.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan
mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadith-hadith yang diriwayatkan,
membandingkan riwayat-riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan
hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan
adanya perbedaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa,
maka lahirlah kitab Shahihnya.
Bukti konkrit mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana
Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya.
Diceritakan, bahawa ia pernah berkata: "Aku susun kitab Shahih ini yang
disaring dari 300.000 hadith."
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : "Aku menulis
bersama Muslim untuk menyusun kitab Shahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu
berisi 12.000 buah hadith.
Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahawa
jumlah hadith Shahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadith. Kedua pendapat
tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahawa perhitungan pertama memasukkan
hadith-hadith yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua
hanya menghitung hadith-hadith yang tidak disebutkan berulang.
Imam Muslim berkata di dalam Shahihnya: "Tidak setiap hadith yang
shahih menurutku, aku cantumkan di sini, yakni dalam Shahihnya. Aku hanya
mencantumkan hadith-hadith yang telah disepakati oleh para ulama hadith."
Imam Muslim pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan
yang diterimanya: "Apabila penduduk bumi ini menulis hadith selama 200
tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad
ini."
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadith yang diriwayatkan dalam
Shahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut : "Tidaklah aku
mencantumkan sesuatu hadith dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga
tiada aku menggugurkan sesuatu hadith daripadanya melainkan dengan alas an
pula."
Imam Muslim di dalam penulisan Shahihnya tidak membuat judul setiap bab
secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada
sebahagian naskah Shahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para
pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan
judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
Sumber: Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
Imam Abu Dawud
Setelah Imam Bukhari dan Imam Muslim, kini giliran Imam Abu Dawud yang juga
merupakan tokoh kenamaan ahli hadith pada zamannya. Kealiman, kesalihan dan
kemuliaannya semerbak mewangi hingga kini.
Abu Dawud nama lengkapnya ialah Sulaiman bin al-Asy'as bin Ishaq bin Basyir
bin Syidad bin 'Amr al-Azdi as-Sijistani, seorang imam ahli hadith yang sangat
teliti, tokoh terkemuka para ahli hadith setelah dua imam hadith Bukhari dan
Muslim serta pengarang kitab Sunan. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di
Sijistan.
Perkembangan dan Perlawatannya
Sejak kecilnya Abu Dawud sudah mencintai ilmu dan para ulama, bergaul
dengan mereka untuk dapat mereguk dan menimba ilmunya. Belum lagi mencapai usia
dewasa, ia telah mempersiapkan dirinya untuk mengadakan perlawatan,
mengelilingi berbagai negeri. Ia belajar hadith dari para ulama yang tidak
sedikit jumlahnya, yang dijumpainya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah,
Sagar, Khurasan dan negeri-negeri lain. Perlawatannya ke berbagai negeri ini
membantu dia untuk memperoleh pengetahuan luas tentang hadith, kemudian
hadith-hadith yang diperolehnya itu disaring dan hasil penyaringannya
dituangkan dalam kitab As-Sunan. Abu Dawud mengunjungi Baghdad berkali-kali. Di
sana ia mengajarkan hadith dan fiqh kepada para penduduk dengan memakai kitab
Sunan sebagai pegangannya. Kitab Sunan karyanya itu diperlihatkannya kepada
tokoh ulama hadith, Ahmad bin Hanbal.
Dengan bangga Imam Ahmad memujinya sebagai kitab yang sangat indah dan
baik. Kemudian Abu Dawud menetap di Basrah atas permintaan gubernur setempat
yang menghendaki supaya Basrah menjadi "Ka'bah" bagi para ilmuwan dan
peminat hadith.
Guru-gurunya
Para ulama yang menjadi guru Imam Abu Dawud banyak jumlahnya. Di antaranya
guru-guru yang paling terkemuka ialah Ahmad bin Hanbal, al-Qa'nabi, Abu 'Amr
ad-Darir, Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja', Abu'l Walid at-Tayalisi dan
lain-lain. Sebahagian gurunya ada pula yang menjadi guru Imam Bukhari dan Imam
Muslim, seperti Ahmad bin Hanbal, Usman bin Abi Syaibah dan Qutaibah bin Sa'id.
Murid-muridnya (Para Ulama yang Mewarisi Hadithnya)
Ulama-ulama yang mewarisi hadithnya dan mengambil ilmunya, antara lain Abu
'Isa at-Tirmidzi, Abu Abdur Rahman an-Nasa'i, putranya sendiri Abu Bakar bin Abu
Dawud, Abu Awanah, Abu Sa'id al-A'rabi, Abu Ali al-Lu'lu'i, Abu Bakar bin
Dassah, Abu Salim Muhammad bin Sa'id al-Jaldawi dan lain-lain.
Cukuplah sebagai bukti pentingnya Abu Dawud, bahawa salah seorang gurunya,
Ahmad bin Hanbal pernah meriwayatkan dan menulis sebuah hadith yang diterima
dari padanya. Hadith tersebut ialah hadith yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,
dari Hammad bin Salamah dari Abu Ma'syar ad-Darami, dari ayahnya, sebagai
berikut: "Rasulullah SAW. ditanya tentang 'atirah, maka ia menilainya
baik."
Akhlak dan
Sifat-sifatnya yang Terpuji
Abu Dawud
adalah salah seorang ulama yang mengamalkan ilmunya dan mencapai darjat tinggi
dalam ibadah, kesucian diri, wara' dan kesalehannya. Ia adalah seorang sosok
manusia utama yang patut diteladani perilaku, ketenangan jiwa dan
keperibadiannya. Sifat-sifat Abu Dawud ini telah diungkapkan oleh sebahagian
ulama yang menyatakan:
“Abu Dawud
menyerupai Ahmad bin Hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan
pandangannya serta keperibadiannya. Ahmad dalam sifat-sifat ini menyerupai
Waki', Waki menyerupai Sufyan as-Sauri, Sufyan menyerupai Mansur, Mansur
menyerupai Ibrahim an-Nakha'i, Ibrahim menyerupai 'Alqamah dan ia menyerupai
Ibn Mas'ud. Sedangkan Ibn Mas'ud sendiri menyerupai Nabi SAW dalam sifat-sifat
tersebut.”
Sifat dan
keperibadian yang mulia seperti ini menunjukkan atas kesempurnaan keberagamaan,
tingkah laku dan akhlak.
Abu Dawud
mempunyai pandangan dan falsafah sendiri dalam cara berpakaian. Salah satu
lengan bajunya lebar namun yang satunya lebih kecil dan sempit. Seseorang yang
melihatnya bertanya tentang kenyentrikan ini, ia menjawab:
"Lengan baju yang lebar ini digunakan untuk membawa kitab-kitab,
sedang yang satunya lagi tidak diperlukan. Jadi, kalau dibuat lebar, hanyalah
berlebih-lebihan.
Pujian Para Ulama Kepadanya
Abu Dawud adalah juga merupakan "bendera Islam" dan seorang hafiz
yang sempurna, ahli fiqh dan berpengetahuan luas terhadap hadith dan
ilat-ilatnya. Ia memperoleh penghargaan dan pujian dari para ulama, terutama
dari gurunya sendiri, Ahmad bin Hanbal. Al-Hafiz Musa bin Harun berkata
mengenai Abu Dawud:
"Abu Dawud diciptakan di dunia hanya untuk hadith, dan di akhirat
untuk surga. Aku tidak melihat orang yang lebih utama melebihi dia."
Sahal bin Abdullah At-Tistari, seorang yang alim mengunjungi Abu Dawud.
Lalu dikatakan kepadanya: "Ini adalah Sahal, datang berkunjung kepada
tuan."
Abu Dawud pun menyambutnya dengan hormat dan mempersilahkan duduk. Kemudian
Sahal berkata: "Wahai Abu Dawud, saya ada keperluan keadamu." Ia
bertanya: "Keperluan apa?" "Ya, akan saya utarakan nanti,
asalkan engkau berjanji akan memenuhinya sedapat mungkin," jawab Sahal.
"Ya, aku penuhi maksudmu selama aku mampu," tandan Abu Dawud. Lalu
Sahal berkata: "Jujurkanlah lidahmu yang engkau pergunakan untuk meriwayatkan
hadith dari Rasulullah SAW. sehingga aku dapat menciumnya." Abu Dawud pun
lalu menjulurkan lidahnya yang kemudian dicium oleh Sahal.
Ketika Abu Dawud menyusun kitab Sunan, Ibrahim al-Harbi, seorang ulama ahli
hadith berkata: "Hadith telah dilunakkan bagi Abu Dawud, sebagaimana besi
dilunakkan bagi Nabi Dawud." Ungkapan ini adalah kata-kata simbolik dan
perumpamaan yang menunjukkan atas keutamaan dan keunggulan seseorang di bidang
penyusunan hadith. Ia telah mempermudah yang sulit, mendekatkan yang jauh dan
memudahkan yang masih rumit dan pelik.
Abu Bakar al-Khallal, ahli hadith dan fiqh terkemuka yang bermadzhab
Hanbali, menggambarkan Abu Dawud sebagai berikut; Abu Dawud Sulaiman bin
al-Asy'as, imam terkemuka pada zamannya adalah seorang tokoh yang telah
menggali beberapa bidang ilmu dan mengetahui tempat-tempatnya, dan tiada
seorang pun pada masanya yang dapat mendahului atau menandinginya. Abu Bakar
al-Asbihani dan Abu Bakar bin Sadaqah senantiasa menyinggung-nyingung Abu Dawud
kerana ketinggian darjatnya, dan selalu menyebut-nyebutnya dengan pujian yang
tidak pernah mereka berikan kepada siapa pun pada masanya.
Madzhab Fiqh Abu Dawud
Syaikh Abu Ishaq asy-Syairazi dalam asy-Syairazi dalam Tabaqatul-Fuqaha-nya
menggolongkan Abu Dawud ke dalam kelompok murid-murid Imam Ahmad. Demikian juga
Qadi Abu'l-Husain Muhammad bin al-Qadi Abu Ya'la (wafat 526 H) dalam
Tabaqatul-Hanabilah-nya. Penilaian ini nampaknya disebabkan oleh Imam Ahmad
merupakan gurunya yang istimewa. Menurut satu pendapat, Abu Dawud adalah
bermadzhab Syafi'i.
Menurut pendapat yang lain, ia adalah seorang mujtahid sebagaimana dapat
dilihat pada gaya susunan dan sistematika Sunan-nya. Terlebih lagi bahawa
kemampuan berijtihad merupakan salah satu sifat khas para imam hadith pada
masa-masa awal.
Memandang Tinggi Kedudukan Ilmu dan Ulama
Sikap Abu Dawud yang memandang tinggi terhadap kedudukan ilmu dan ulama ini
dapat dilihat pada kisah berikut sebagaimana dituturkan, dengan sanad lengkap,
oleh Imam al-Khattabi, dari Abu Bakar bin Jabir, pembantu Abu Dawud. Ia
berkata:
"Aku bersama Abu Dawud tinggi di Baghdad. Pada suatu waktu, ketika
kami selesai menunaikan shalat Maghrib, tiba-tiba pintu rumah diketuk orang,
lalu pintu aku buka dan seorang pelayan melaporkan bahawa Amir Abu Ahmad
al-Muwaffaq mohon ijin untuk masuk. Kemudian aku melapor kepada Abu Dawud
tentang tamu ini, dan ia pun mengijinkan. Sang Amir pun masuk, lalu duduk. Tak
lama kemudian Abu Dawud menemuinya seraya berkata: "Gerangan apakah yang
membawamu datang ke sini pada saat seperti ini?"
"Tiga kepentingan," jawab Amir. "Kepentingan apa?"
tanyanya.
Amir menjelaskan, "Hendaknya tuan berpindah ke Basrah dan menetap di
sana, supaya para penuntut ilmu dari berbagai penjuru dunia datang belajar
kepada tuan; dengan demikian Basrah akan makmur kembali. Ini mengingat bahawa
Basrah telah hancur dan ditinggalkan orang akibat tragedy Zenji."
Abu Dawud berkata: "Itu yang pertama, sebutkan yang kedua!"
"Hendaknya tuan berkenan mengajarkan kitab Sunan kepada
putra-putraku," kata Amir.
"Ya, ketiga?" Tanya Abu Dawud kembali.
Amir menerangkan: "Hendaknya tuan mengadakan majlis tersendiri untuk
mengajarkan hadith kepada putra-putra khalifah, sebab mereka tidak mau duduk
bersama-sama dengan orang umum."
Abu Dawud menjawab: "Permintaan ketiga tidak dapat aku penuhi; sebab
manusia itu baik pejabat terhormat maupun rakyat melarat, dalam bidang ilmu
sama."
Ibn Jabir menjelaskan: "Maka sejak itu putra-putra khalifah hadir dan
duduk bersama di majlis taklim; hanya saja di antara mereka dengan orang umum
di pasang tirai, dengan demikian mereka dapat belajar bersama-sama."
Maka hendaknya para ulama tidak mendatangi para raja dan penguasa, tetapi
merekalah yang harus datang kepada para ulama. Dan kesamaan darjat dalam ilmu
dan pengetahuan ini, hendaklah dikembangkan apa yang telah dilakukan Abu Dawud
tersebut.
Tanggal Wafatnya
Setelah mengalami kehidupan penuh berkat yang diisi dengan aktivitas ilmia,
menghimpun dan menyebarluaskan hadith, Abu Dawud meninggal dunia di Basrah yang
dijadikannya sebagai tempat tinggal atas permintaan Amir sebagaimana telah
diceritakan. Ia wafat pada tanggal 16 Syawwal 275 H/889M. Semoga Allah
senantiasa melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepadanya.
Karya-karyanya
Imam Abu Dawud banyak memiliki karya, antara lain:
·
Kitab AS-Sunnan (Sunan Abu Dawud).
·
Kitab Al-Marasil.
·
Kitab Al-Qadar.
·
An-Nasikh wal-Mansukh.
·
Fada'il al-A'mal.
·
Kitab Az-Zuhd.
·
Dala'il an-Nubuwah.
·
Ibtida' al-Wahyu.
·
Ahbar al-Khawarij.
Di antara karya-karya tersebut yang paling bernilai tinggi dan masih tetap
beredar adalah kitab Amerika Serikat-Sunnan, yang kemudian terkenal dengan nama
Sunan Abi Dawud.
Kitab Sunan
Karya Abu Dawud
Metode Abu Dawud dalam Penyusunan Sunan-nya
Karya-karya di bidang hadith, kitab-kitab Jami' Musnad dan sebagainya
disamping berisi hadith-hadith hukum, juga memuat hadith-hadith yang berkenaan
dengan amal-amal yang terpuji (fada'il a'mal) kisah-kisah, nasehat-nasehat
(mawa'iz), adab dan tafsir. Cara demikian tetap berlangsung sampai datang Abu
Dawud. Maka Abu Dawud menyusun kitabnya, khusus hanya memuat hadith-hadith
hukum dan sunnah-sunnah yang menyangkut hukum. Ketika selesai menyusun kitabnya
itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal, dan Ibn Hanbal memujinya sebagai kitab yang
indah dan baik.
Abu Dawud dalam sunannya tidak hanya mencantumkan hadith-hadith shahih
semata sebagaimana yang telah dilakukan Imam Bukhari dan Imam Muslim, tetapi ia
memasukkan pula kedalamnya hadith shahih, hadith hasan, hadith dha'if yang
tidak terlalu lemah dan hadith yang tidak disepakati oleh para imam untuk
ditinggalkannya. Hadith-hadith yang sangat lemah, ia jelaskan kelemahannya.
Cara yang ditempuh dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yang ia
kirimkan kepada penduduk Makkah sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan
mereka mengenai kitab Sunannya. Abu Dawud menulis sbb:
"Aku
mendengar dan menulis hadith Rasulullah SAW sebanyak 500.000 buah. Dari jumlah
itu, aku seleksi sebanyak 4.800 hadith yang kemudian aku tuangkan dalam kitab
Sunan ini. Dalam kitab tersebut aku himpun hadith-hadith shahih, semi shahih
dan yang mendekati shahih. Dalam kitab itu aku tidak mencantumkan sebuah hadith
pun yang telah disepakati oleh orang banyak untuk ditinggalkan. Segala hadith
yang mengandung kelemahan yang sangat ku jelaskan, sebagai hadith macam ini ada
hadith yang tidak shahih sanadnya. Adapun hadith yang tidak kami beri
penjelasan sedikit pun, maka hadith tersebut bernilai salih (bias dipakai
alasan, dalil), dan sebahagian dari hadith yang shahih ini ada yang lebih
shahih daripada yang lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab, sesudah Qur'an,
yang harus dipelajari selain daripada kitab ini. Empat buah hadith saja dari
kitab ini sudah cukup menjadi pegangan bagi keberagaman tiap orang. Hadith
tersebut adalah, yang ertinya:
Pertama: "Segala
amal itu hanyalah menurut niatnya, dan tiap-tiap or memperoleh apa yang ia
niatkan. Kerana itu maka barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya,
niscaya hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya pula. Dan barang siapa hijrahnya
kerana untuk mendapatkan dunia atau kerana perempuan yang ingin dikawininya,
maka hijrahnya hanyalah kepada apa yang dia hijrah kepadanya itu."
Kedua: "Termasuk
kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa yang tidak berguna
baginya."
Ketiga:
"Tidaklah seseorang beriman menjadi mukmin sejati sebelum ia merelakan untuk
saudaranya apa-apa yang ia rela untuk dirinya."
Keempat: "Yang
halal itu sudah jelas, dan yang haram pun telah jelas pula. Di antara keduanya
terdapat hal-hal syubhat (atau samar) yang tidak diketahui oleh banyak orang.
Barang siapa menghindari syubhat, maka ia telah membersihkan agama dan
kehormatan dirinya; dan barang siapa terjerumus ke dalam syubhat, maka ia telah
terjerumus ke dalam perbuatan haram, ibarat penggembala yang menggembalakan
ternaknya di dekat tempat terlarang. Ketahuilah, sesungguhnya setiap penguasa
itu mempunyai larangan. Ketahuilah, sesungguhnya larangan Allah adalah segala
yang diharamkan-Nya. Ingatlah, di dalam rumah ini terdapat sepotong daging,
jika ia baik, maka baik pulalah semua tubuh dan jika rusak maka rusak pula
seluruh tubuh. Ingatlah, ia itu hati."
Demikianlah
penegasan Abu Dawud dalam suratnya. Perkataan Abu Dawud itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Hadith
pertama adalah ajaran tentang niat dan keikhlasan yang merupakan asas utama
bagi semua amal perbuatan diniah dan duniawiah.
Hadith kedua
merupakan tuntunan dan dorongan bagi ummat Islam agar selalu melakukan setiap
yang bermanfaat bagi agama dan dunia.
Hadith
ketiga, mengatur tentang hak-hak keluarga dan tetangga, berlaku baik dalam
pergaulan dengan orang lain, meninggalkan sifat-sifat egoistis, dan membuang
sifat iri, dengki dan benci, dari hati masing-masing.
Hadith
keempat merupakan dasar utama bagi pengetahuan tentang halal haram, serta cara
memperoleh atau mencapai sifat wara', yaitu dengan cara menjauhi hal-hal
musykil yang samar dan masih dipertentangkan status hukumnya oleh para ulama,
kerana untuk menganggap enteng melakukan haram.
Dengan
hadith ini nyatalah bahawa keempat hadith di atas, secara umum, telah cukup
untuk membawa dan menciptakan kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar