Sejarah
Hidup Enam Tokoh Penghimpun Hadits (4)
Komentar
Para Ulama Mengenai Kedudukan Kitab Sunan Abu Dawud
Tidak sedikit ulama yang memuji kitab Sunan ini. Hujatul Islam, Imam Abu
Hamid al-Ghazali berkata: "Sunan Abu Dawud sudah cukup bagi para mujtahid
untuk mengetahui hadith-hadith ahkam." Demikian juga dua imam besar,
An-Nawawi dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah memberikan pujian terhadap kitab Sunan
ini bahkan beliau menjadikan kitab ini sebagai pegangan utama di dalam
pengambilan hukum.
Hadith-hadith
Sunan Abu Dawud yang Dikritik
Imam Al-Hafiz Ibnul Jauzi telah mengkritik beberapa hadith yang dicantumkan
oleh Abu Dawud dalam Sunannya dan memandangnya sebagai hadith-hadith maudhu’
(palsu). Jumlah hadith tersebut sebanyak 9 buah hadith. Walaupun demikian,
disamping Ibnul Jauzi itu dikenal sebagai ulama yang terlalu mudah memvonis
"palsu", namun kritik-kritik telah ditanggapi dan sekaligus dibantah
oleh sebahagian ahli hadith, seperti Jalaluddin as-Suyuti. Dan andaikata kita
menerima kritik yang dilontarkan Ibnul Jauzi tersebut, maka sebenarnya
hadith-hadith yang dikritiknya itu sedikit sekali jumlahnya, dan hampir tidak
ada pengaruhnya terhadap ribuan hadith yang terkandung di dalam kitab Sunan
tersebut. Kerana itu kami melihat bahawa hadith-hadith yang dikritik tersebut
tidak mengurangi sedikit pun juga nilai kitab Sunan sebagai referensi utama
yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahanya.
Jumlah
Hadith Sunan Abu Dawud
Di atas
telah disebutkan bahawa isi Sunan Abu Dawud itu memuat hadith sebanyak 4.800
buah hadith. Namun sebahagian ulama ada yang menghitungnya sebanyak 5.274 buah hadith.
Perbedaan jumlah ini disebabkan bahawa sebahagian orang yang menghitungnya
memandang sebuah hadith yang diulang-ulang sebagai satu hadith, namun yang lain
menganggapnya sebagai dua hadith atau lebih. Dua jalan periwayatan hadith atau
lebih ini telah dikenal di kalangan ahli hadith.
Abu Dawud membagi kitab Sunannya menjadi beberapa kitab, dan tiap-tiap
kitab dibagi pula ke dalam beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah, di
antaranya ada 3 kitab yang tidak dibagi ke dalam bab-bab. Sedangkan jumlah bab
sebanyak 1,871 buah bab.
Sumber: Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
Imam Tirmidzi
Setelah Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud, kini giliran Imam
Tirmidzi, juga merupakan tokoh ahli hadith dan penghimpun hadith yang terkenal.
Karyanya yang masyhur yaitu Kitab Al-Jami’ (Jami’ At-Tirmidzi). Ia juga
tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang Hadith) dan
ensiklopedia hadith terkenal.
Imam al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak
Amerika Serikat-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadith kenamaan, dan
pengarang berbagai kitab yang masyhur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.
Perkembangan
dan Lawatannya
Kakek Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz
dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan.
Semenjak kecilnya Abu ‘Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadith.
Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri: Hijaz, Iraq, Khurasan
dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar
dan guru-guru hadith untuk mendengar hadith yang kem dihafal dan dicatatnya
dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah
menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru di
perjalanan menuju Makkah. Kisah ini akan diuraikan lebih lanjut.
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi
dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah
kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan
seperti inilah akhirnya at-Tirmidzi meninggaol dunia. Ia wafat di Tirmiz pada
malam Senin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.
Guru-gurunya
Ia belajar dan meriwayatkan hadith dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya
adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadith dan fiqh. Juga ia belajar
kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula hadith dari
sebahagian guru mereka.
Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin
Gailan. Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad
bin Muni’, Muhammad bin al-Musanna dan lain-lain.
Murid-muridnya
Hadith-hadith dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak
ulama. Di antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad binMahmud ‘Anbar, Hammad
bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi,
Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-‘Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi, yang
meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya, dan lain-lain.
Kekuatan
Hafalannya
Abu ‘Isa at-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadith,
kesalehan dan ketaqwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat
dipercayai, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat
hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam
Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata:
“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkata: Pada suatu waktu dalam
perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid berisi
hadith-hadith yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan
kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahawa dialah
orang yang ku maksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahawa “dua
jilid kitab” itu ada padaku. Ternyata yang ku bawa bukanlah dua jilid tersebut,
melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan
dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadith, dan ia mengabulkan
permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadith yang dihafalnya. Di sela-sela
pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahawa kertas yang ku pegang masih
putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia
berkata: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ Lalu aku bercerita dan menjelaskan
kepadanya bahawa apa yang ia bacakan itu telah ku hafal semuanya. ‘Cuba
bacakan!’ suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia
bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’
jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadith yang lain. Ia pun
kemudian membacakan empat puluh buah hadith yang tergolong hadith-hadith yang
sulit atau garib, lalu berkata: ‘Cuba ulangi apa yang ku bacakan tadi,’ Lalu
aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum
pernah melihat orang seperti engkau.”
Pandangan
Para Kritikus Hadith Terhadapnya
Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan
kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus
hadith, menggolangkan Tirmidzi ke dalam kelompok “Tsiqah” atau orang-orang yang
dapat dipercayai dan kukuh hafalannya, dan berkata:
"Tirmidzi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadith,
menyusun kitab, menghafal hadith dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para
ulama.”
Abu Ya’la al-Khalili dalam kitabnya ‘Ulumul Hadith menerangkan; Muhammad
bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah seorang penghafal dan ahli hadith yang baik yang
telah diakui oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh
wat-Ta’dil. Hadith-hadithnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama
lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam
yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jami’us Shahih sebagai
bukti atas keagungan darjatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan
pengetahuannya tentang hadith yang sangat mendalam.
Fiqh
Tirmidzi dan Ijtihadnya
Imam Tirmidzi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadith yang
mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai
ahli fiqh yang mewakili wawasan dan pandangan luas. Barang siapa mempelajari
kitab Jami’nya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan kedalaman penguasaannya
terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh
mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul
duduk permasalahan yang sebenarnya. Salah satu contoh ialah penjelasannya
terhadap sebuah hadith mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si
berutang yang sudah mampu, sebagai berikut:
“Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan
menceritakan kepada kami, dari Abi az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah,
dari Nabi SAW, bersabda: ‘Penangguhan membayar hutang yang dilakukan oleh si
berhutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu
dipindahkan hutangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah
pemindahan hutang itu diterimanya.”
Imam Tirmidzi memberikan penjelasan sebagai berikut:
Sebahagian ahli ilmu berkata: “Apabila seseorang dipindahkan piutangnya
kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka
bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan
piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.” Diktum ini adalah
pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.
Sebahagian ahli ilmu yang lain berkata: “Apabila harta seseorang (muhtal)
menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal ‘alaih, maka baginya dibolehkan
menuntut bayar kepada orang pertama (muhil).”
Mereka memakai ala an dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan:
“Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim.”
Menurut Ishak, maka perkataan “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang
Muslim” ini adalah “Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain
yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada
kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu.”
Itulah salah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, bahawa betapa
cemerlangnya pemikiran fiqh Tirmidzi dalam memahami nas-nas hadith, serta
betapa luas dan orisinal pandangannya itu.
Karya-karyanya
Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab. Di
antaranya:
·
Kitab Al-Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan
at-Tirmidzi.
·
Kitab Al-‘Ilal.
·
Kitab At-Tarikh.
·
Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah.
·
Kitab Az-Zuhd.
·
Kitab Al-Asma’ wal-kuna.
Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar
luas adalah Al-Jami’.
Sekilas
tentang Al-Jami’
Kitab ini
adalah salah satu kitab karya Imam Tirmidzi terbesar dan paling banyak
manfaatnya. Ia tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang
Hadith) dan ensiklopedia hadith terkenal. Al-Jami’ ini
terkenal dengan nama Jami’ Tirmidzi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang juga
terkenal dengan nama Sunan Tirmidzi. Namun nama pertamalah yang popular.
Sebahagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar as-Shahih
kepadanya, sehingga mereka menamakannya dengan Shahih Tirmidzi. Sebenarnya pemberian
nama ini tidak tepat dan terlalu gegabah.
Setelah selesai menyususn kitab ini, Tirmidzi memperlihatkan kitabnya
kepada para ulama dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia
menerangkan: “Setelah selesai menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab
tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak dan Khurasa, dan mereka semuanya
meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada Nabi yang selalu berbicara.”
Imam Tirmidzi di dalam Al-Jami’-nya tidak hanya meriwayatkan hadith shahih
semata, tetapi juga meriwayatkan hadith-hadith hasan, da’if, garib dan mu’allal
dengan menerangkan kelemahannya.
Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali
hadith-hadith yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode
demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh kerananya, ia
meriwayatkan semua hadith yang memiliki nilai demikian, baik jalan
periwayatannya itu shahih ataupun tidak shahih. Hanya saja ia selalu memberikan
penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadith.
Diriwayatkan, bahawa ia pernah berkata: “Semua hadith yang terdapat dalam
kitab ini adalah dapat diamalkan.” Oleh kerana itu, sebahagian besar ahli ilmu
menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua buah hadith, yaitu:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak shalat Zuhur dengan Asar, dan Maghrib
dengan Isya, tanpa adanya sebab “takut” dan “dalam perjalanan.”
“Jika ia peminum khamar – minum lagi pada yang keempat kalinya, maka
bunuhlah dia.”
Hadith ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan mengenai
shalat jamak dalam hadith di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak
sepakat untuk meninggalkannya. Sebahagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz)
hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan.
Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin dan Asyab serta sebahagian besar ahli
fiqh dan ahli hadith juga Ibn Munzir.
Hadith-hadith da’if dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya
hanya menyangkut fadha’il al-a’mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan
kebajikan). Hal itu dapat dimengerti kerana persyaratan-persyaratan bagi
(meriwayatkan dan mengamalkan) hadith semacam ini lebih longgar dibandingkan
dengan persyaratan bagi hadith-hadith tentang halal dan haram.
Sumber: Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
Imam Nasa'i
Imam Nasa'i juga merupakan tokoh ulama kenamaan ahli hadith pada masanya.
Selain Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Jami' At-Tirmidzi, juga
karya besar Imam Nasa'i, Sunan us-Sughra termasuk jajaran kitab hadith pokok
yang dapat dipercayai dalam pandangan ahli hadith dan para kritikus hadith.
Ia adalah seorang imam ahli hadith syaikhul Islam sebagaimana diungkapkan
az-Zahabi dalam Tazkirah-nya Abu 'Abdurrahman Ahmad bin 'Ali bin Syu'aib 'Ali
bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Qadi, pengarang kitab Sunan dan kitab-kitab
berharga lainnya. Juga ia adalah seorang ulama hadith yang jadi ikutan dan
ulama terkemuka melebihi para ulama yang hidup pada zamannya.
Dilahirkan di sebuah tempat bernama Nasa' pada tahun 215 H. Ada yang
mengatakan pada tahun 214 H.
Pengembaraannya
Ia lahir dan tumbuh berkembang di Nasa', sebuah kota di Khurasan yang
banyak melahirkan ulama-ulama dan tokoh-tokoh besar. Di madrasah negeri
kelahirannya itulah ia menghafal Al-Qur'an dan dari guru-guru negerinya ia
menerima pelajaran ilmu-ilmu agama yang pokok. Setelah meningkat remaja, ia
senang mengembara untuk mendapatkan hadith. Belum lagi berusia 15 tahun, ia
berangkat mengembara menuju Hijaz, Iraq, Syam, Mesir dan Jazirah. Kepada ulama-ulama
negeri tersebut ia belajar hadith, sehingga ia menjadi seorang yang sangat
terkemuka dalam bidang hadith yang mempunyai sanad yang 'Ali (sedikit sanadnya)
dan dalam bidang kekuatan periwayatan hadith.
Nasa'i merasa cocok tinggal di Mesir. Kerananya, ia kemudian menetap di
negeri itu, di jalan Qanadil. Dan seterusnya menetap di kampung itu hingga
setahun menjelang wafatnya. Kemudian ia berpindah ke Damsyik. Di tempatnya yang
baru ini ia mengalami suatu peristiwa tragis yang menyebabkan ia menjadi syahid.
Alkisah, ia dimintai pendapat tentang keutamaan Mu'awiyyah r.a. Tindakan ini
seakan-akan mereka minta kepada Nasa'i agar menulis sebuah buku tentang
keutamaan Mu'awiyyah, sebagaimana ia telah menulis mengenai keutamaan Ali r.a.
Oleh kerana itu ia menjawab kepada penanya tersebut dengan "Tidakkah
Engkau merasa puas dengan adanya kesamaan darjat (antara Mu'awiyyah dengan
Ali), sehingga Engkau merasa perlu untuk mengutamakannya?" Mendapat
jawaban seperti ini mereka naik pitam, lalu memukulinya sampai-sampai buah
kemaluannya pun dipukul, dan menginjak-injaknya yang kemudian menyeretnya
keluar dari masjid, sehingga ia nyaris menemui kematiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar