Sejarah
Hidup Enam Tokoh Penghimpun Hadits (5)
Wafatnya
Tidak ada kesepakatan pendapat tentang di mana ia meninggal dunia. Imam
Daraqutni menjelaskan, bahawa di saat mendapat cubaan tragis di Damsyik itu ia
meminta supaya dibawa ke Makkah. Permohonannya ini dikabulkan dan ia meninggal
di Makkah, kemudian dikebumikan di suatu tempat antara Safa dan Marwah.
Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah
al-'Uqbi al-Misri dan ulama yang lain.
Imam az-Zahabi tidak sependapat dengan pendapat di atas. Menurutnya yang
benar ialah bahawa Nasa'i meningal di Ramlah, suatu tempat di Palestina. Ibn
Yunus dalam Tarikhnya setuju dengan pendapat ini, demikian juga Abu Ja'far
at-Tahawi dan Abu Bakar bin Naqatah. Selain pendapat ini menyatakan bahawa ia
meninggal di Ramlah, tetapi yang jelas ia dikebumikan di Baitul Maqdis. Ia
wafat pada tahun 303 H.
Sifat-sifatnya
Ia bermuka tampan. Warna kulitnya kemerah-merahan dan ia senang mengenakan
pakaian garis-garis buatan Yaman. Ia adalah seorang yang banyak melakukan
ibadah, baik di waktu malam atau siang hari, dan selalu beribadah haji dan
berjihad.
Ia sering ikut bertempur bersama-sama dengan gabenor Mesir. Mereka mengakui
kesatriaan dan keberaniannya, serta sikap konsistensinya yang berpegang teguh
pada sunnah dalam menangani masalah penebusan kaum Muslimin yang tetangkap
lawan. Dengan demikian ia dikenal senantiasa "menjaga jarak" dengan
majlis sang Amir, padahal ia tidak jarang ikut bertempur besamanya.
Demikianlah. Maka, hendaklah para ulama itu senantiasa menyebar luaskan ilmu dan
pengetahuan. Namun ada panggilan untuk berjihad, hendaklah mereka segera memenuhi
panggilan itu. Selain itu, Nasa'i telah mengikuti jejak Nabi Dawud, sehari
puasa dan sehari tidak.
Fiqh Nasa'i
Ia tidak saja ahli dan hafal hadith, mengetahui para perawi dan
kelemahan-kelemahan hadith yang diriwayatkan, tetapi ia juga ahli fiqh yang
berwawasan luas.
Imam Daraqutni pernah berkata mengenai Nasa'i bahawa ia adalah salah
seorang Syaikh di Mesir yang paling ahli dalam bidang fiqh pada masanya dan
paling mengetahui tentang hadith dan perawi-perawi.
Ibnul Asirr al-Jazairi menerangkan dalam mukadimah Jami'ul Usul-nya, bahawa
Nasa'i bermazhab Syafi'i dan ia mempunyai kitab Manasik yang ditulis
berdasarkan mazhab Safi'i, rahimahullah.
Karya-karyanya
Imam Nasa'i telah menusil beberapa kitab besar yang tidak sedikit
jumlahnya. Di antaranya:
·
As-Sunan ul-Kuba.
·
As-Sunan us-Sughra, tekenal dengan nama
Al-Mujtaba.
·
Al-Khasa'is.
·
Fada'ilus-Sahabah.
·
Al-Manasik.
Di antara karya-karya tersebut, yang paling besar dan bemutu adalah Kitab As-Sunan.
Sekilas
tentang Sunan An-Nasa'i
Nasa'i
menerima hadith dari sejumlah guru hadith terkemuka. Di antaranya ialah
Qutaibah Imam Nasa'i Sa'id. Ia mengunjungi kutaibah ketika berusia 15 tahun,
dan selama 14 bulan belajar di bawah asuhannya. Guru lainnya adalah Ishaq bin
Rahawaih, al-Haris bin Miskin, 'Ali bin Khasyram dan Abu Dawud penulis
as-Sunan, serta Tirmidzi, penulis al-Jami'.
Hadith-hadithnya
diriwayatkan oleh para ulama yang tidak sedikit jumlahnya. Antara lain Abul
Qasim at-Tabarani, penulis tiga buah Mu'jam, Abu Ja'far at-Tahawi, al-Hasan bin
al-Khadir as-Suyuti, Muhammad bin Mu'awiyyah bin al-Ahmar al-Andalusi dan Abu
Bakar bin Ahmad as-Sunni, perawi Sunan Nasa'i.
Ketika Imam
Nasa'i selesai menyusun kitabnya, As-Sunan ul-Kubra, ia lalu menghadiahkannya
kepada Amir ar-Ramlah. Amir itu bertanya: "Apakah isi kitab ini shahih
seluruhnya?" "Ada yang shahih, ada yang hasan dan ada pula yang
hampir serupa dengan keduanya," jawabnya. "Kalau demikian," kata
sang Amir, "Pisahkan hadith-hadith yang shahih saja." Atas permintaan
Amir ini maka Nasa'i berusaha menyeleksinya, memilih yang shahih-shahih saja,
kemudian dihimpunnya dalam suatu kitab yang dinamakan As-Sunan us-Sughra. Dan
kitab ini disusun menurut sistematika fiqh sebagaimana kitab-kitab Sunan yang
lain.
Imam Nasa'i
sangat teliti dalam menyususn kitab Sunan us-Sughra. Kerananya ulama berkata:
"Kedudukan kitab Sunan Sughra ini di bawah darjat Shahih Bukhari dan
Shahih Muslim, kerana sedikit sekali hadith dha'if yang tedapat di
dalamnya."
Oleh kerana
itu, kita dapatkan bahawa hadith-hadith Sunan Sughra yang dikritik oleh Abul
Faraj ibnul al-Jauzi dan dinilainya sebagai hadith maudhu’ kepada hadith-hadith
tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima. As-Suyuti telah menyanggahnya dan
mengemukakan pandangan yang berbeda dengannya mengenai sebahagian besar hadith
yang dikritik itu. Dalam Sunan Nasa'i terdapat hadith-hadith shahih, hasan, dan
dha'if, hanya saja hadith yang dha'if sedikit sekali jumlahnya. Adapun pendapat
sebahagian ulama yang menyatakan bahawa isi kitab Sunan ini shahih semuanya,
adalah suatu anggapan yang terlalu sembrono, tanpa didukung oleh penelitian
mendalam. Atau maksud pernyataan itu adalah bahawa sebahagian besar ini Sunan
adalah hadith shahih.
Sunan
us-Sughra inilah yang dikategorikan sebagai salah satu kitab hadith pokok yang
dapat dipercaya dalam pandangan ahli hadith dan para kritikus hadith. Sedangkan
Sunan ul-Kubra, metode yang ditempuh Nasa'i dalam penyusunannya adalah tidak
meriwayatkan sesuatu hadith yang telah disepakati oleh ulama kritik hadith
untuk ditinggalkan.
Apabila
sesuatu hadith yang dinisbahkan kepada Nasa'i, misalnya dikatakan, "hadith
riwayat Nasa'i", maka yang dimaksudkan ialah "riwayat yang di dalam
Sunan us-Sughra, bukan Sunan ul-Kubra", kecuali yang dilakukan oleh
sebahagian kecil para penulis. Hal itu sebagaimana telah diterangkan oleh
penulis kitab 'Aunul-Ma'bud Syarhu Sunan Abi Dawud pada bahagian akhir
huraiannya: "Ketahuilah, pekataan al-Munziri dalam Mukhtasar-nya dan
perkataan al-Mizzi dalam Al-Atraf-nya, hadith ini diriwayatkan oleh
Nasa'i", maka yang dimaksudkan ialah riwayatnya dalam As-Sunan ul-Kubra,
bukan Sunan us-Sughra yang kini beredar di hampir seluruh negeri, seperti
India, Arabia, dan negeri-negeri lain. Sunan us-Sughra ini merupakan ringkasan
dari Sunan ul-Kubra dan kitab ini hampir-hampir sulit ditemukan. Oleh kerana
itu hadith-hadith yang dikatakan oleh al-Munziri dan al-Mizzi,
"diriwayatkan oleh Nasa'i" adalah tedapat dalam Sunan ul-Kubra. Kita
tidak perlu bingung dengan tiadanya kitab ini, sebab setiap hadith yang tedapat
dalam Sunan us-Sughra, terdapat pula dalam Sunanul-Kubra dan tidak sebaliknya.
Mengakhiri
pengkajian ini, perlu ditegaskan kembali, bahawa Sunan Nasa'i adalah salah satu
kitab hadith pokok yang menjadi pegangan.
Sumber:
Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
Imam Ibn
Majah
Ibn Majah
adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya,
dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas
dan banyak menghafal hadith.
Imam Abu
Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i al-Qarwini, pengarang kitab
As-Sunan dan kitab-kitab bemanfaat lainnya. Kata "Majah" dalam nama
beliau adalah dengan huruf "ha" yang dibaca sukun; inilah pendapat
yang shahih yang dipakai oleh mayoritas ulama, bukan dengan "ta"
(majat) sebagaimana pendapat sementara orang. Kata itu adalah gelar ayah
Muhammad, bukan gelar kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9, hal.
208. Ibn Katsr dalam Al-Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52.
Imam Ibn
Majah dilahirkan di Qaswin pada tahun 209 H, dan wafat pada tanggal 22 Ramadhan
273 H. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar. Sedangkan
pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan Abdullah serta
putranya, Abdullah.
Pengembaraannya
Ia
berkembang dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta mempelajari ilmu dan
pengetahuan, teristimewa mengenai hadith dan periwayatannya. Untuk mencapai
usahanya dalam mencari dan mengumpulkan hadith, ia telah melakukan lawatan dan
berkeliling di beberapa negeri. Ia melawat ke Irak, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah,
Basrah dan negara-negara serta kota-kota lainnya, untuk menemui dan berguru
hadith kepada ulama-ulama hadith. Juga ia belajar kepada murid-murid Malik dan
al-Lais, rahimahullah, sehingga ia menjadi salah seorang imam terkemuka pada
masanya di dalam bidang ilmu nabawi yang mulia ini.
Aktivitas
Periwayatannya
Ia belajar
dan meriwayatkan hadith dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah
bin Numair, Hisyam bin 'Ammar, Muhammad bin Ramh, Ahmad bin al-Azhar, Bisyr bin
Adan dan ulama-ulama besar lain.
Sedangkan
hadith-hadithnya diriwayatkan oleh Muhammad bin 'Isa al-Abhari, Abul Hasan
al-Qattan, Sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Ibn Sibawaih, Ishak bin Muhammad dan
ulama-ulama lainnya.
Penghargaan
Para Ulama Kepadanya
Abu Ya'la
al-Khalili al-Qazwini berkata: "Ibn Majah adalah seorang kepercayaan yang
besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi
pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal
hadith."
Zahabi dalam
Tazkiratul Huffaz, melukiskannya sebagai seorang ahli hadith besarm mufasir,
pengarang kitab sunan dan tafsir, serta ahli hadith kenamaan negerinya.
Ibn Kasir,
seorang ahli hadith dan kritikus hadith berkata dalam Bidayah-nya:
"Muhammad bin Yazid (Ibn Majah) adalah pengarang kitab sunan yang masyhur.
Kitabnya itu merupakan bukti atas amal dan ilmunya, keluasan pengetahuan
dan pandangannya, serta kredibilitas dan loyalitasnya kepada hadith dan usul
dan furu'."
Karya-karyanya
Imam Ibn Majah mempunyai banyak karya tulis, di antaranya:
·
Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam
Kitab Hadith yang Pokok).
·
Kitab Tafsir Al-Qur'an, sebuah kitab tafsir yang besar manfatnya
seperti diterangkan Ibn Kasir.
·
Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn
Majah.
Sekilas
Tentang Sunan Ibn Majah
Kitab ini
adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah terbesar yang masih beredar hingga
sekarang. Dengan kitab inilah, nama Ibn Majah menjadi terkenal.
Ia menyusun
sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa bab. Sunan ini
terdiri dari 32 kitab, 1.500 bab. Sedan jumlah hadithnya sebanyak 4.000 buah
hadith.
Kitab sunan ini disusun menurut sistematika fiqh, yang dikerjakan secara
baik dan indah. Ibn Majah memulai sunan-nya ini dengan sebuah bab tentang
mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Dalam bab ini ia menguraikan hadith-hadith
yang menunjukkan kekuatan sunnah, kewajiban mengikuti dan mengamalkannya.
Kedudukan Sunan Ibn Majah di antara Kitab-kitab Hadith
Sebahagian ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam kelompok
"Kitab Hadith Pokok" mengingat darjat Sunan ini lebih rendah dari
kitab-kitab hadith yang lima.
Sebahagian ulama yang lain menetapkan, bahawa kitab-kitab hadith yang pokok ada enam kitab (Al-Kutubus Sittah/Enam Kitab Hadith Pokok), yaitu:
Sebahagian ulama yang lain menetapkan, bahawa kitab-kitab hadith yang pokok ada enam kitab (Al-Kutubus Sittah/Enam Kitab Hadith Pokok), yaitu:
·
Shahih Bukhari, karya Imam Bukhari.
·
Shahih Muslim, karya Imam Muslim.
·
Sunan Abu Dawud, karya Imam Abu Dawud.
·
Sunan Nasa'i, karya Imam Nasa'i.
·
Sunan Tirmidzi, karya Imam Tirmidzi.
·
Sunan Ibn Majah, karya Imam Ibn Majah.
Ulama pertama yang memandang Sunan Ibn Majah sebagai kitab keenam adalah
al-Hafiz Abul-Fardl Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat pada 507 H) dalam
kitabnya Atraful Kutubus Sittah dan dalam risalahnya Syurutul 'A'immatis
Sittah.
Pendapat itu kemudian diikuti oleh al-Hafiz 'Abdul Gani bin al-Wahid
al-Maqdisi (wafat 600 H) dalam kitabnya Al-Ikmal fi Asma' ar-Rijal. Selanjutnya
pendapat mereka ini diikuti pula oleh sebahagian besar ulama yang kemudian.
Mereka mendahulukan Sunan Ibn Majah dan memandangnya sebagai kitab keenam,
tetapi tidak mengkategorikan kitab Al-Muwatta' karya Imam Malik sebagai kitab
keenam, padahal kitab ini lebih shahih daripada Sunan Ibn Majah, hal ini
mengingat bahawa Sunan Ibn Majah banyak zawa'idnya (tambahannya) atas Kutubul
Khamsah. Berbeda dengan Al-Muwatta', yang hadith-hadith itu kecuali sedikit
sekali, hampir seluruhnya telah termuat dalam Kutubul Khamsah.
Di antara para ulama ada yang menjadikan Al-Muwatta' susunan Imam Malik ini
sebagai salah satu Usul us-Sittah (Enam Kitab Pokok), bukan Sunan Ibn Majah.
Ulama pertama yang berpendapat demikian adalah Abul Hasan Ahmad bin Razin
al-Abdari as-Sarqisti (wafat sekitar tahun 535 H) dalam kitabnya At-Tajrid fil
Jam'i Bainas-Sihah. Pendapat ini diikuti oleh Abus Sa'adat Majduddin Ibnul Asir
al-Jazairi asy-Syafi'i (wafat 606 H). Demikian pula az-Zabidi asy-Syafi'i
(wafat 944 H) dalam kitabnya Taysirul Wusul.
Nilai
Hadith-hadith Sunan Ibn Majah
Sunan Ibn
Majah memuat hadith-hadith shahih, hasan, dan da'if (lemah), bahkan
hadith-hadith munkar dan maudhu’ meskipun dalam jumlah sedikit.
Martabat
Sunan Ibn Majah ini berada di bawah martabat Kutubul Khamsah (Lima Kitab
Pokok). Hal ini kerana kitab sunan ini yang paling banyaknya hadith-hadith
da'if di dalamnya.
Oleh kerana
itu tidak sayugianya kita menjadikan hadith-hadith yang dinilai lemah atau
palsu dalam Sunan Ibn Majah ini sebagai dalil. Kecuali setelah mengkaji dan
meneliti terlebih dahulu mengenai keadaan hadith-hadith tersebut. Bila ternyata
hadith dimaksud itu shahih atau hasan, maka ia boleh dijadikan pegangan. Jika
tidak demikian adanya, maka hadith tersebut tidak boleh dijadikan dalil.
Sulasiyyat
Ibn Majah
Ibn Majah
telah meriwayatkan beberapa buah hadith dengan sanad tinggi (sedikit sanadnya),
sehingga antara dia dengan Nabi SAW hanya terdapat tiga perawi. Hadith semacam
inilah yang dikenal dengan sebutan Sulasiyyat.
Sumber:
Kitab Hadith Shahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar