2.1 Makna dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian adalah pekerjaan ilmiah yang bermaksud
mengungkapkan rahasia ilmu secara obyektif, dengan dibentengi bukti-bukti yang
lengkap dan kokoh, selain itu penelitian juga memberikan makna lain berupa rangkaian pengamatan yang sambung menyambung, berakumulasi dan
melahirkan teori-teori yang mampu menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena.
Penelitian ilmiah sering diasosiasikan dengan metode ilmiah
sebagai tata cara sistimatis yang digunakan untuk melakukan penelitian. Sedangkan
makna metodologi adalah ilmu-ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran
menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran,
tergantung dari realitas yang sedang dikaji, selain itu metodologi penelitian
memiliki makna mengenai tata cara yang lebih terperinci mengenai tahap-tahap
melakukan sebuah penelitian.
Penelitian ilmiah dalam ilmu hubungan internasional memberikan
metode ilmiah yang mempunyai makna mengacu pada tubuh teknik untuk menyelidiki suatu fenomena, baru memperoleh pengetahuan, atau mengoreksi dan
mengintegrasikan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode penelitian harus didasarkan pada pengumpulan diamati, empiris dan terukur bukti tunduk pada prinsip-prinsip tertentu penalaran. Sebuah metode ilmiah terdiri dari pengumpulan data melalui observasi dan eksperimen, dan penyusunan dan pengujian hipotesis. Meskipun
prosedur bervariasi dari satu bidang penelitian yang lain, fitur
diidentifikasi membedakan penyelidikan ilmiah dari metodologi pengetahuan
lainnya. Ilmiah peneliti mengajukan hipotesis sebagai penjelasan dari fenomena, dan desain eksperimen studi untuk menguji hipotesis ini. Langkah-langkah ini harus
diulang dalam rangka dependably memprediksi hasil di masa mendatang. Teori yang mencakup wilayah yang lebih luas penyelidikan dapat
mengikat banyak hipotesis yang diturunkan secara independen bersama-sama dalam
suatu koheren, struktur pendukung. Di antara
aspek lain bersama oleh berbagai bidang penyelidikan adalah keyakinan bahwa
proses menjadi tujuan untuk mengurangi bias interpretasi hasil. Harapan dasar lainnya adalah dokumen,
arsip dan berbagi semua data dan metodologi sehingga
tersedia untuk berhati-hati dan dicermati oleh ilmuwan lain, sehingga
memungkinkan peneliti lain kesempatan untuk memverifikasi hasil dengan mencoba mereproduksi peneliti. Praktik ini, yang disebut pengungkapan penuh,
juga memungkinkan ukuran statistik dari keandalan data ini yang akan didirikan.
Ruang linkup penelitian dalam ilmu hubungan
internasional memiliki makna yang harus di uraikan mengenai makna sebenar dari
hubungan internasional itu sendiri, hubungan internasional merupakan cabang
dari ilmu politik, merupakan suatu studi tentang persoalan-persoalan luar
negeri dan isu-isu global di antara negara-negara dalam sistem internasional,
termasuk peran negara-negara, organisasi-organisasi antarpemerintah,
organisasi-organisasi nonpemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, dan
perusahaan-perusahaan multinasional. Hubungan Internasional adalah suatu bidang
akademis dan kebijakan publik dan dapat bersifat positif atau normatif karena
Hubungan Internasional berusaha menganalisis serta merumuskan kebijakan luar
negeri negara-negara tertentu.
Beriringan
dengan perkembangan waktu dan ilmu pengetahuan yang telah mengalami
danpak dari globalisasi dunia, ruang lingkup hubungan internasional ikut
berkembang. Pada awalnya, para pemikir yang tertarik pada masalah-masalah
internasional, memfokuskan kajiannya hanya pada interaksi antar negara dan
fenomena-fenomena militer (keamanan). Sebagai contoh adalah Thucydides yang
mempelajari Perang Peloponnesia antara Sparta dan Athena. Di dalam kajiannya
tersebut, Thucydides berusaha untuk memahami sebab-sebab terjadinya Perang
Peloponnesia. Namun saat ini, hubungan internasional tidak lagi hanya membatasi
diri pada kajian interaksi antar negara dan fenomena militer lagi. Hubungan
internasional telah berkembang jauh dengan memasukan beragam isu dan
aktor-aktor selain negara, ke dalam kajiannya.. Karl
Deutsch membagi 12 ruang lingkup HI, yaitu:
1. Bangsa dan dunia dalam
konteks masyarakat(rakyat) dan negara
2. Proses transnasional dan
interdependensi internasional
3. Perang dan damai( cara
menyelesaikan masalah Negara)
4. Kekuatan dan kelemahan
5. Politik Internasional dan
masyarakat internasional
6.
Kependudukan versus pangan, sumber daya alam dan lingkungan
7. Kemakmuran dan kemiskinan
8. Kebebasan dan penindasan
9. Persepsi dan ilusi
10. Aktivitas dan
apati
11. Revolusi dan
stabilitas
12. Identitas dan
transformasi.
Dengan
ruang lingkup yang demikian beragam, isu-isu di dalam HI pun ikut berkembang.
Secara garis besar isu di dalam HI terbagi dua: pertama, high
politics issues, yaitu isu-isu yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup
negara (state’s survival). Di dalam kategori ini terdapat isu politik, keamanan dan ekonomi. Kedua, low
politics issues. Di dalam kategori ini terdapat isu-isu seperti:
perdagangan obat-obatan terlarang (drugs trafficking), peredaran senjata
gelap (arms trafficking), penyelundupan manusia (human trafficking),
pemanasan global, kejahatan terorganisir lintas-batas negara (transnational
organized crime) dan lain-lain. Selain itu, aktor-aktor internasional di
dalam kajian HI pun ikut bertambah banyak. Secara garis besar terdapat dua tipe
aktor di dalam HI yaitu aktor negara (state actors) dan aktor non-negara
(non-state actors). Aktor-aktor non negara ini terdiri dari: 1) aktor
individual, seperti Bono (U2), Al Gore, Vandana Shiva dan lain-lain; 2) Aktor
organisasional (organizational actors), yaitu ASEAN, UE, PBB yang
dikategorikan sebagai Inter-Govermental Organization atau IGO.
2.2 Proses Penelitian Ilmiah
Langkah langkah yang harus
dilakukan oleh seorang peneliti ilmiah dalam melakukan penelitian ilmiah harus
mengetahui terlebih dahulu mengenai masalah masalah yang terjadi, disini
seorang peneliti harus terlebih dahulu mengidentifikasikan masalah yang sedang
terjadi dan sedang di teliti.
- Langkah pertama yang harus ditempuh seorang
peneliti adalah mengidentifikasi permasalahan penelitian
- Penelitian dimulai dari keinginan untuk
menjawab atau memecahkan suatu permasalahan
- Untuk memperoleh permasalahan penelitian,
calon peneliti harus peka terhadap permasalahan, jangan menerima semua
yang telah ditulis dalam literatur apa adanya
- Tujuan identifikasi masalah adalah mencari
penyebab yang mungkin mengapa masalah itu terjadi
- Penyebab masalah dapat dikaji dari segi
faktor internal maupun faktor eksternal atau faktor Host – Agent dan
Environment atau faktor ibu dan anak.
Langkah
lain dalam suatu proses penelitian ilmiah juga mencakupi beberapa hal yang
terpenting dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses penelitian ilmiah tidak
lepas dari beberapa masalah yang harus dilakukan oleh seorang peneliti terlebih
dahulu, adapun langkah langkah tersebut mencakupi:
- Pemilihan Tema, Topik dan Judul
Penelitian
- Identifikasi Kebutuhan Obyektif
Penelitian
- Identifikasi, Pemilihan dan
Perumusan Masalah Penelitian
- Perumusan Tujuan dan Manfaat
Penelitian
- Studi Pustaka/Telaah Teori
- Perumusan Hipotesis
- Identifikasi Variabel dan Data
Penelitian
- Pemilihan Alat Pengumpulan Data
- Perancangan Pengolahan Data
- Metode Pengumpulan Data
- Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian (Sampling)
- Pengolahan dan Analisis data
- Penarikan Kesimpulan
- Pelaporan.
2.3 Masalah (Permasalahan) Dalam Penelitian
2.3.1 Apa yang di maksud
mengenai masalah penelitian
Permasalahan atau problema dalam suatu penelitian adalah:
Permasalahan atau problema dalam suatu penelitian adalah:
- Kesenjangan antara apa yang seharusnya (das Sollen) dan apa
yang ada dalam kenyataan (das Sein)
- Kesenjangan antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia
- Kesenjangan antara harapan dan capaian
- Kesenjangan antara target dan cakupan
Pengertian masalah penelitian yang
dapat diangkat untuk diteliti secara ilmiah memiliki unsur-unsur sebagai
berikut
- Masalah
penelitian harus tampak dan dirasakan sebagai suatu tantangan bagi
peneliti untuk dipecahkan dengan mempergunakan keahlian atau kemampuan
profesionalnya
- Masalah penelitian merupakan
kondisi yang menunjukkan kesenjangan (gap) antara peristiwa atau
keadaan nyata (das sain) dengan tolok ukur tertentu (das sollen)
sebagai kondisi ideal atau seharusnya bagi peristiwa atau keadaan
tertentu.
- Masalah
penelitian adalah keraguan yang timbul terhadap suatu peristiwa atau
keadaan tertentu berupa kesangsian tentang tingkat kebenarannya suatu
peristiwa atau keadaan.
2.3.2
Rumusan Masalah Dalam Penelitian
1 Masalah penelitian harus dipilih yang
berguna untuk diungkapkan.
2 Masalah yang dipilih harus
relevan dengan kemampuan atau keahlian peneliti.
3
Masalah penelitian harus menarik perhatian untuk diungkapkan.
4
Masalah penelitian sedapat mungkin menghasilkan sesuatu yang baru.
5
Masalah penelitian harus dipilih yang dapat dihimpun datanya secara
lengkap dan obyektif.
6 Masalah penelitian tidak boleh terlalu luas,
tetapi juga tidak boleh terlalu sempit
Mengenai pemahaman yang sangat tepat dan yang lebih ilmiah, masalah dapat
diterjemahkan sebagai suatu fenomena yang akan dicari kebenarannya atau paling
tidak akan dipelajari lebih dalam untuk sebuah pengetahuan yang lebih baik
mengenai hal tersebut. Pencarian kebenaran ini beranjak dari rasa ingin tahu
manusia yang sangat besar terhadap lingkungan yang dihadapinya. Setiap manusia
dibekali rasa igin tahu yang berlangsung sejak masa kanak-kanak hingga akhir
hayatnya. Penjelajahan manusia dalam mencari jawaban atas permasalahan ini
tidak terbatasi oleh usia, latar belakang sosial maupun prediket yang mungkin
melekat padanya. Walaupun begitu, tidak semua penjelajahan itu berdasarkan cara
yang sama, dan tidak pula selalu mempunyai tujuan dan hasil yang sama dari
suatu fenomena yang sama. Salah satu kesamaan dari penjelajahan tersebut adalah
bahwa kesemuanya merupakan usaha pencapaian kebenaran dari realita, yaitu suatu
usaha mencari jawaban dari pertanyaan yang dihadapai oleh seseorang ataupun
sekelompok orang, secara sengaja maupun tidak sengaja, secara mendesak ataupun
longgar. Penjelajahan tersebut ada yang bersifat ilmiah, dan ada pula yang
non-ilmiah.
2.4 Konsep
Menurut buku karangan Andrew Heywood yang mempunyai judul Key
Concepts in Politics mendefinisikan konsep sebagai sebuah bentuk general
idea about something. Definisi yang dikemukakan
ini sejalan dengan apa yang dirumuskan oleh Mohtar Mas’oed. Dalam
tulisannya. Mohtar Mas’oed berpendapat bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang
mewakili suatu objek, sifat suatu objek, atau suatu fenomena tertentu, bahwa
konsep sebenarnya adalah sebuah kata atau susunan kata yang melambangkan suatu
gagasan atau penyederhanaan kenyataan yang kompleks dengan mengkategorikan
hal-hal yang ciri-cirinya relevan dengan gagasan atau kenyataan tersebut.
Mengenai beberapa pembagiannya, konsep
dapat dibedakan menjadi dua, antara lain; konsep normatif dan konsep deskriptif,
dimana konsep normatif cenderung diterjemahkan sebagai nilai yang merujuk pada
prinsip-prinsip moral, sedangkan konsep deskriptif merujuk pada fakta objektif
yang eksistensinya dapat didemonstrasikan. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
konsep normatif merupakan konsep yang tidak bebas nilai, sedangkan konsep
deskriptif sebaliknya yakni sebuah konsep yang mempunyai kebebasan terhadap
nilai
Mengenai fungsi
dari konsep metodologi penelitian dalam ilmu hubungan internasional, secara
umum, konsep memiliki tiga fungsi. Pertama, konsep berfungsi sangat penting
dalam kegiatan pemikiran dan komunikasi hasil pemikiran itu. Konsep yang
dipahami secara sama oleh berbagai ilmuwan memungkinkan terjadinya komunikasi
di antara mereka. Tanpa kesepakatan tentang makna suatu konsep, tidaklah
mungkin terjadi komunikasi tersebut. Konsep itu diabstraksikan melalui indera
dan digunakan untuk menyampaikan dan menstransmisikan persepsi dan informasi.
Tetapi harus diberikan penekanan bahwa konsep-konsep itu secara aktul tidak mewujud
sebagai fenomena empiris. Suatu konsep adalah symbol dari fenomena; bukan
fenomena itu sendiri. Konsep ‘kekuasaan’, misalnya, tidak mewujud secara
empiris. Kata ‘kekuasaan’ bukanlah makhluk yang mempunyai motivasi, kebutuhan
naluri. Ia bukan fenomena actual; ia hanya abstraksi dari fenomena yang terjadi
dalam sebuah penelitian yang sedang di teliti .
Fungsi kedua merupakan
perkenalan suatu sudut pandang. Konsep berfungsi memperkenalkan suatu
cara mengamati fenomena empiris. Melalui konseptualisasi saintifik, dunia
perceptual disusun sedemikian rupa hingga menjadi teratur dan utuh. Sebelum
dilakukan konseptualisasi, keteraturan dan keutuhan itu tidak terlihat. Dengan
demikian, konsep memungkinkan seorang ilmuwan , di kalangan ilmuwan-ilmuwan
lain, untuk mengangkat pengalaman pribadinya ke tingkat makna yang disepskati
bersama. Konsep juga memungkinkan ilmuwan untuk saling berinteraksi dengan
lingkungannya, yaitu dengan cara memberi definisi tentang apa yang
dimaksudkannya dengan konsep tersebut dan menggunakan konsep itu sesuai dengan
makna yang didefinisikannya itu. Dengan demikian, konsep bertindak sebagai sensitizer pengalaman dan persepsi, yang
membukan wilayah observasi baru dan menutup wilayah lainnya. Dengan kata lain,
dengan memperkenalkan suatu sudut pandang, konsep memungkinkan para ilmuwan
untuk memberikan kualitas yang sama terhadap suatu kenyataan.
2.4.1 Konsep Konsep Penting Dalam Ilmu HI
2.4.1.1 Konsep Level
Sistemik
Hubungan internasional sering dipandang dari pelbagai
level analisis, konsep-konsep
level sistemik adalah konsep-konsep luas yang mendefinisikan dan membentuk
lingkungan (milieu) internasional, yang dikarakterkan oleh Anarki.
Kekuasaan
Konsep Kekuasaan dalam hubungan internasional dapat
dideskripsikan sebagai tingkat sumber daya, kapabilitas, dan pengaruh dalam
persoalan-persoalan internasional. Kekuasaan sering dibagi menjadi
konsep-konsep kekuasaan yang keras (hard power) dan kekuasaan yang lunak
(soft power), kekuasaan yang keras terutama berkaitan dengan kekuasaan
yang bersifat memaksa, seperti penggunaan kekuatan, dan kekuasaan yang lunak
biasanya mencakup ekonomi,
diplomasi, dan pengaruh budaya
Polaritas
Polaritas dalam Hubungan Internasional merujuk pada
penyusunan kekuasaan dalam sistem internasional. Konsep tersebut muncul dari
bipolaritas selama Perang Dingin, dengan sistem internasional didominasi oleh konflik antara dua negara adikuasa dan
telah diterapkan sebelumnya. Sebagai akibatnya, sistem internasional sebelum 1945 dapat dideskripsikan sebagai terdiri
dari banyak kutub (multi-polar), dengan kekuasaan dibagi-bagi antara
negara-negara besar. Runtuhnya Uni Soviet
pada 1991 telah menyebabkan apa
yang disebut oleh sebagian orang sebagai unipolaritas, dengan AS sebagai
satu-satunya negara adikuasa. Beberapa teori hubungan internasional menggunakan
ide polaritas tersebut. Keseimbangan kekuasaan adalah konsep yang berkembang luas
di Eropa sebelum Perang Dunia
Pertama, pemikirannya adalah bahwa dengan menyeimbangkan blok-blok kekuasaan
hal tersebut akan menciptakan stabilitas dan mencegah perang dunia. Teori-teori
keseimbangan kekuasaan kembali mengemuka selama Perang Dingin, sebagai
mekanisme sentral dalam Neorealisme Kenneth Waltz.
Teori stabilitas hegemonik juga menggunakan ide
Polaritas, khususnya keadaan unipolaritas. Hegemoni adalah
terkonsentrasikannya sebagian besar kekuasaan yang ada di satu kutub dalam
sistem internasional, dan teori tersebut berargumen bahwa hegemoni adalah
konfigurasi yang stabil karena adanya keuntungan yang diperoleh negara adikuasa
yang dominan dan negara-negara yang lain dari satu sama lain dalam sistem
internasional. Hal ini bertentangan dengan banyak argumen Neorealis, khususnya
yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz, yang menyatakan bahwa berakhirnya Perang Dingin
dan keadaan unipolaritas adalah konfigurasi yang tidak stabil yang secara tidak
terelakkan akan berubah. Hal ini dapat diungkapkan dalam teori peralihan
Kekuasaan, yang menyatakan bahwa mungkin suatu negara besar akan menantang
suatu negara yang memiliki hegemoni (hegemon) setelah periode tertentu,
sehingga mengakibatkan perang besar..
Interdependensi
Banyak orang yang menyokong bahwa sistem internasional
sekarang ini dikarakterkan oleh meningkatnya interdepedensi atau saling
ketergantungan: tanggung jawab terhadap satu sama lain dan dependensi
(ketergantungan) terhadap pihak-pihak lain.
2.5 Teori
Teori adalah
istilah yang sering dicadangkan untuk ide-ide yang memenuhi persyaratan dasar
tentang jenis-jenis pengamatan empiris, metode klasifikasi yang digunakan, dan konsistensi dari teori dalam penerapannya di
antara anggota kelas yang itu berhubungan. Persyaratan ini bervariasi di
berbagai bidang ilmu pengetahuan, tetapi secara umum teori-teori
yang diharapkan dapat fungsional dan pelit: yaitu sebuah teori harus merupakan alat yang sederhana
mungkin dapat digunakan untuk alamat yang diberikan secara efektif fenomena
kelas.
Pengertian “Teori”, secara kuantitatif
maupun kualitatif bentuknya lebih kompleks daripada Hukum, karena Teori menerangkan pola hubungan variabel yang dikemukakan oleh Hukum. Teori merupakan
seperangkat Hukum yang dikaitkan pada gejala tertentu. Sebagai contoh, jika
pada Hukum dikemukakan bahwa; apabila ada “a”
kemudian dapat ditemui “b”, maka Teori mempersoalkan kenapa hal itu
terjadi, kenapa eksistensi “a” selalu mengkondisikan eksistensi “b”. jika air
dipanaskan pada suhu tertentu (pada atau lebih tinggi dari titik didih air,
tentu saja) ia menjadi uap. Teori yang mungkin timbul dari pernyataan Hukum
tersebut adalah pemahaman tentang suhu (yang diperlukan air untuk berubah
bentuk menjadi uap), atau mungkin tentang partikel-partikel yang terkandung
dalam uap air yang mengakibatkan ia berubah sifat pada suhu tertentu.
Teori bukanlah merupakan reproduksi dari realita, karena ia,
sebagai alat analisa, biasanya “mengisolasi” realita pada konteks tertentu.
Menerangkan hanya sebagian dari realita. Pengisolasian realita pada kondisi realm menyederhanakan hubungan dan
jumlah variabel dari suatu fenomena hanya pada konteks realm yang bersangkutan. Sedangkan pada realita, semua berhubungan
dengan semua dan terjadi kapan saja.
2.6 Tingkat Analisis
dan Eksplanasi.
Pada
bagian ini diuraikan jenis analisis statistik yang digunakan. Dilihat dari
metodenya, ada dua jenis statistik yang dapat dipilih, yaitu statistik
deskriptif dan statistik inferensial. Dalam statistik inferensial terdapat
statistik parametrikdan statistik nonparametrik. Pemilihan jenis analisis data
sangat ditentukan oleh jenis data yang dikumpulkan dengan tetap berorientasi
pada tujuan yang hendak dicapai atau hipotesis yang hendak diuji. Oleh karena
itu, yang pokok untuk diperhatikan dalam analisis data adalah ketepatan teknik
analisisnya, bukan kecanggihannya. Beberapa teknik analisis statistik
parametrik memang lebih canggih dan karenanya mampu memberikan informasi yang
lebih akurat jika dibandingkan dengan teknik analisis sejenis dalam statistik
nonparametrik. Penerapan statistik parametrik secara tepat harus memenuhi
beberapa persyaratan (asumsi), sedangkan penerapan statistik nonparametrik
tidak menuntut persyaratan tertentu.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan sejalan dengan
penentuan tingkat analisa yaitu penentuan unit analisa dan unit
eksplanasi. Unit analisa adalah obyek yang perilakunya akan dianalisa atau
disebut juga dengan variabel dependen. Sementara unit eksplanasi adalah
obyek yang mempengaruhi perilaku unit analisa yang akan digunakan atau disebut
juga sebagai variabel independen. Dengan demikian, dalam melakukan
penganalisaan masalah, unit analisa dan unit eksplanasi saling terkait.
Dalam bukunya Mohtar Mas’oed membaginya tingkat
analisis menjadi lima tingkat analisa,
yaitu perilaku individu, perilaku kelompok, negara-bangsa, pengelompokan
negara-negara dan sistem internasional.
Di dalam tingkat pertama perilaku
individu, fokus penelaahan adalah sikap dan perilaku tokoh-tokoh utama
pembuat keputusan, seperti kepala pemerintahan, manteri luar negeri, penasehat
militer dan lain-lain. Pada tingkat kedua perilaku
kelompok, yang menjadi fokus utama adalah mempelajari perilaku
kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi yang terlibat di dalam hubungan
internasional. Sementara di tingkat ketiga negara-bangsa,
penelaahan difokuskan pada proses pembuatan keputusan tentang hubungan interasional,
yaitu politik luar negeri, oleh suatu negara-bangsa sebagai satu kesatuan yang
utuh. Di tingkat ini asumsinya adalah semua pembuat keputusan, dimana pun
berada, pada dasarnya berperilaku sama apabila menghadapi situasi yang sama.
Dengan demikian, analisa harus ditekankan pada perilaku negara-bangsa karena
hubungan internasional pada dasarnya didominasi oleh perilaku negara bangsa. Pada
tingkat keempat pengelompokan negara,
asumsinya adalah seringkali negara-bangsa tidak bertindak sendiri-sendiri
melainkan sebagai sebuah kelompok. Karena itu fokusnya adalah pengelompokan
negara-negara baik di tingkat regional maupun global, yang berupa aliansi,
persekutuan ekonomi dan perdagangan, dan lain-lain, Di tingkat tertinggi yankni
tingkat kelima, yaitu sistem
internasional, fokus kajiannya adalah sistem internasional itu sendiri.
Asumsinya adalah perubahan atau dinamika di dalam sistem internasional
menentukan perilaku aktor-aktor HI.
Selain tokoh-tokoh di atas, terdapat pula Joshua
S. Goldstein yang juga berusaha menjelaskan tingkat-tingkat analisa di dalam
HI. Goldstein membaginya menjadi empat tingkat analisa, yaitu tingkat individu,
tingkat domestik, tingkat antar negara dan tingkat global.
Di tingkat individu fokusnya adalah
persepsi, pilihan dan tindakan yang diambil oleh seorang individu. Sementara di
tingkat domestik, kajian diarahkan pada pengaruh yang diberikan oleh
sekelompok orang di dalam negara terhadap tindakan atau keputusan yang diambil
negara. Kelompok-kelompok itu adalah organisasi politik, kelompok kepentingan
dan/atau lembaga-lembaga negara (government agencies). Selain itu,
Goldstein juga memasukkan konflik etnis, tipe sistem politik, military-industrial
complex (MIC), gender, sektor ekonomi dan industri, dan opini publik ke
dalam tingkat domestik.
Di tingkat antar-negara atau tingkat
sistem, perhatian diberikan pada pengaruh yang diberikan oleh sistem
internasional terhadap aktor-aktor HI. Dengan demikian fokusnya adalah
interaksi antar negara itu sendiri. Salah satunya adalah memberikan perhatian
pada posisi kekuatan/kemampuan (power) relatif negara-negara di dalam
sistem internasional. Contoh yang diberikan Goldstein adalah balance of
power, aliansi, perjanjian dan kesepakatan, dan lain-lain.
Pada tingkat
global, perhatian yang diberikan
pada tren global dan tekanan-tekanan yang mendorong terjadinya
perubahan-perubahan di dalam interaksi antar negara. Misalnya adalah, perubahan
teknologi, revolusi informasi, imperialisme barat, serta banyak yang lainnya.
2.6.1 Menentukan Tingkat Analisa
Secara Mudah
Pertama, teori yang yang harus digunakan untuk meneliti fenomena, menuntun kita
untuk memilih tingkat analisa yang hendak dipakai. Jika teori yang digunakan menekankan pada pengaruh
sistem dalam menentukan perilaku aktor-aktor HI maka tingkat analisa dari unit
eksplanasinya adalah tingkat atau level sistem. Begitu pula jika penekanan
teorinya pada negara-bangsa atau individu, maka unit eksplanasinya serta-merta
berada pada level negara-bangsa atau individu. Kedua, begitu pula dengan tujuan analisa. Setidanya ada
dua pertimbangan dalam tujuan analisa. Pertama, tujuan akademik, yaitu
untuk memperoleh atau mengembangkan pengetahuan tentang ilmu hubungan
internaisonal. Kedua, tujuan praktis (policy-oriented). Tujuan
yang kedua ini lebih banyak digunakan oleh para pengambil keputusan. Mereka ini
akan lebih menyukai tingkat analisa yang berkaitan atau memiliki dampak
langsung terhadap kepentingan individu atau seorang peneliti.
2.6.2 Tingkat Eksplanasi.
Adapun dalam tingkat
eksplanasi, penelitian terdiri dari:
Pertama,
deskriftif meruapakan penelitian yang penekanannya pada
keingintahuan lebih jauh dari peneliti terhadap suatu permasalahan. Kedua, asosiatif merupakan penelitian yang penekanannya dilihat
dari sejauh mana hubungan antar variabel yang saling mempengaruhi. Ketiga, komparatif merupakan penelitian yang penekanannya pada
perbandingan variabel satu dengan variabel yang lainnya.
Simpulan
Penulisan
mengenai metodologi penelitian ilmiah dalam ilmu hubungan internasional seperti
yang diuraikan diatas menjelaskan mengenai alternatif
dari sebuah penelitian, norma–norma yang harus dipatuhi oleh seorang peneliti,
dinamika ilmu pengetahuan dan tahapan–tahapan dari proses penelitian. Jadi sebuah
penelitian akan menjadi ilmiah jika tahapan–tahapan yang dilakukan sesuai
dengan aturan-aturan yang berlaku karena jika salah satu dari tahapan–tahapan
tersebut tidak dilakukan maka hal itu dapat mengurangi esensi dari pelaksanaan
sebuah penelitian. Dan dapat disimpulkan secara jelas bahwa sebuah penelitian
yang menggunakan tahapan atau langkah–langkah penelitian yang salah maka sebuah
penelitian tidak akan berjalan dengan baik dan mengalami kebuntuan. teori dan penelitian merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Dalam sebuah penelitian pasti akan menghasilkan teori–teori yang mendukung
penelitian itu. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah penelitian pada akhirnya
akan bermuara pada sebuah teori.
Dalam ilmu Hubungan Internasional peneliti atau ilmuwan dituntut untuk semampu mungkin dalam mendeskripsikan, menjelaskan dan meramalkan
fenomena internasional yang terjadi secara detail dengan sumber yang dapat
dipercaya. Untuk mampu melakukan hal-hal tersebut, ilmuwan HI dituntut untuk
mampu memberikan analisa yang tajam dan tepat, dimana salah satu kunci
keberhasilannya adalah ketepatan menentukan tingkat analisa (level of
analysis) yang akan digunakan dalam memahami fenomena sosial yang terjadi
pada saat sedang melakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Mas'oed, Mochtar, Ilmu Hubungan
Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta: PT Pustaka LP3ES
Indonesia, 1990.
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2002.
Soeprapto, R, Hubungan Internasional:
Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997
Suryabrata,
S., 1992, Metodologi Penelitian, CV Rajawali, Jakarta ,
Sutrisno
Hadi, 1976, Metodologi Riset, Jilid 1 dan 3, Andi Offset, Yogyakarta .
Wasito,
H., 1992, Pengantar Metodologi Penelitian, Gramedia, Jakarta .
Dian
Retno S, Ngatindriatun, 1996, Metodologi Penelitian, STMIK Dian
Nuswantoro, Semarang .
Gulö, W, Metodologi Penelitian, Jakarta :
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia ,
2002.
Heywood, Andrew, Key Concepts In Politics,
Houndmills: Macmillan Press LTD, 2000.
Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : Mandar Maju,
1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar