Poin dari LoI yang paling “menggelisahkan” adalah sebagaimana tercantum dihalaman 3 Poin VII.c.i yaitu “a two year suspension on all new concessions for conversion of peat and natural forest” yang artinya kira kira moratorium dua tahun di wilayah hutan alam dan lahan gambut.
Hal ini berarti semua izin yang berkaitan dengan kegiatan di hutan alam akan dihentikan selama dua tahun. Adapun yang terkena dampak dalam hal ini antara lain industri kehutanan itu sendiri, industri kelapa sawit, mining dan lain sebagainya. Memang Presiden SBY sendiri telah memerintahkan kepada Menko Perekonomian Hatta Rajasa untuk mengkoordinir, jangan sampai pemberlakuan moratorium tanpa konsep, kebijakan dan tanpa sosialisasi kepada semua pemangku kepentingan sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakjelasan.
Namun terlepas dari itu semua, marilah kita coba sepintas melihat “keberadaan” LoI itu sendiri dimana menurut saya ada kejanggalan-kejanggalan yang perlu dipertanyakan;
1. Mengapa pihak yang mewakili RI
bukan Menteri Lingkungan Hidup atau Menteri Kehutanan karena konten dari LoI ini lebih banyak berkaitan dengan ruang lingkup pekerjaan kementerian ini.
bukan Menteri Lingkungan Hidup atau Menteri Kehutanan karena konten dari LoI ini lebih banyak berkaitan dengan ruang lingkup pekerjaan kementerian ini.
2. Kontribusi Norwegia untuk LoI ini sejumlah 1 milyar USD akan dibayarkan pertahun, setelah sebelumnya disetujui oleh parlemen Norwegia. Jadi tidak jelas angkanya berapa pertahun, tapi kok Indonesia setuju saja ya ?
3. Untuk jumlah yang tidak jelas angkanya itu Republik Indonesia diharuskan melakukan 4 hal termasuk diantaranya melakukan moratorium hutan dua tahun. Kok kesannya menurut saya kita itu diatur dan ditekan untuk memanage wilayah hutan kita sendiri..Padahal tanpa ”disuruh” oleh pihak Norwegiapun saya rasa Kementerian Kehutanan dengan 10.000 lebih karyawannya pasti punya Program dan Rencana yang sangat bagus untuk memelihara kondisi hutan di seluruh wilayah Indonesia.
4. Laporan Tahunan dari implementasi LoI ini akan dilaporkan ke Joint Consultation Group yang terdiri dari Points of Contacts Indonesia dan Norwegia. Nantinya, yang membuat Laporan Tahunan ini adalah Independent Review Group ( siapa ya kira kira IRG ini ? ). Kenapa kedua belah pihak tidak melaporkan ke Parlemennya masing2 saja ? Padahal dokumen ini ditandantangi oleh Pejabat yang mewakili Pemerintah.
5. Kemudian siapakah yang bakalan menikmati duit sejumlah 1 milyar USD tersebut dan dalam bentuk apa ?
6. Terakhir yang paling “menggemaskan” adalah kriteria hutan alam itu sendiri. Didalam UU No. 41/1999 tentang Kehutanan tidak ada defenisi jelas apa yang dimaksud dengan “hutan alam” atau “natural forest”. Dalam pasal 1 ayat 2 cuma dikatakan
“Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan”
Jadi dapat disimpulkan, nantinya jika LoI ini diimplementasikan
melalui Peraturan Presiden yang konon akan ditandatangani dalam waktu dekat maka “tidak akan ada kegiatan yang akan diizinkan didalam kawasan hutan alam dalam jangka waktu dua tahun” terhitung paling tidak dimulai pada tanggal 1 Januari 2011.
Oleh karena itu bersiap siaplah Indonesia untuk menghadapi pengangguran massal bagi mereka yang bekerja di industri yang ada kaitannya dengan kehutanan.
Mudah2an Pemerintah sudah mengantisipasi hal ini dengan “menyiapkan” lapangan pekerjaan dibidang lain dan mudah-mudahan hutan kita tetap lestari serta negara ini bisa menjadi paru paru dunia, menjadi negara kebanggaan anak cucu kita dimasa yang akan datang. Tidak apa apa banyak pengangguran, banyak orang miskin, kurangnya lapangan pekerjaan asal kita dapat menghirup udara segar setiap hari biar sehat dan sejahtera…….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar