Sobat Sobat SenjuJasrizal.blogspot.com yang baik hati,,, TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG INI... mohon maaf atas segala kekurangan, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat sobat2ku mengambil hikmah didalamnya....^_^

Jumat, 14 September 2012

Nasab Umar ibnu Khattab yang di fitnah Syiah


Umar bin Khattab adalah anak hasil Incest (hubungan sedarah) antara ayah dan anak! Inilah tuduhan Syi'ah terhadap Umar bin Khattab, benarkah tuduhan itu?


Kali ini kita akan membahas tentang nasab sahabat Umar bin Khattab, seorang sahabat Nabi yang bergelar Al Faruk. Dia berhasil mengomando para sahabat Nabi dalam merontokkan kekuasaan kerajaan Persia yang sekarang sedang dibangun kembali oleh Iran dan syiahnya. Rontoknya kerajaan persi di tangan Umar membuat kaum syi'ah menjadikan dirinya sebagai musuh nomor 1 yang diperingati hari kematiannya. Pembunuh Umar dinobatkan bagai pahlawan, hingga kemudian kuburnya dibangun dan dimuliakan. Karena belum bisa membangun kembali kerajaan persia, kaum syi'ah berusaha menempuh segala cara untuk menghinakan Umar bin Khattab. Di antaranya adalah dengan membuat nasab palsu, yang akan pembaca lewati ketika membaca makalah ini. ketika membaca kebohongan mereka, pembaca akan merasakan betapa besar kebencian mereka kepada Umar, betapa jorok akhlak dan perilaku mereka, yang mereka anggap sebagai perilaku ahlulbait. Apakah demikian perilaku ahlulbait?

Siapa Ayah Ibu Umar?

Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Ada yang mengatakan bahwa kakeknya dari pihak ibu adalah Hisyam bin Mughirah. jika benar demikian maka ibunya adalah saudara kandung Abu Jahal. Sementara jika kita berpegang pada pendapat pertama, maka ibunya adalah sepupu Abu Jahal, anak pamannya dari pihak ayah.  Abu Umar berkata : yang mengatakan ibu Umar adalah Hantamah bin Hisyam telah keliru, karena jika benar demikian maka Hantamah adalah saudara kandung Abu Jahal dan harits bin Hisyam padahal bukan. Mereka berdua adalah anak dari paman Hantamah dari pihak ayah. Karena ayah Hantamah yang bernama Hasyim adalah saudara kandung Hisyam, ayah Abu Jahal. Hasyim dipanggil dengan sebutan kakeknya Umar. Ibnu mandah mengatakan : ibu Umar adalah saudara kandung Abu Jahal, begitu juga abu nu'ain mengatakan demikian. Abu nu'aim meriwayatkan hal itu dari ibnu ishaq. Zubair mengatakan : Hantamah adalah anak Hisyam, jadi dia adalah sepupu Abu Jahal. Hasyim memiliki beberapa anak laki-laki, tapi mereka semua tidak berketurunan.
Siapa ibu Hantamah (nenek Umar dari pihak ibunya)? Dia adalah syifa' binti abdi qais bin adiy bin sa'ad bin sahm bin amru bin hushaish.

Siapa ayah Umar? Dia adalah Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin razakh bin Adiy bin Ka'ab bin Lu'ay Al Qurasyiy Al 'Adawiy. Ibunya adalah Hayyah binti Jabir bin Abi Habib Al Fahmiyah. Nufail bin Abdul Uzza memiliki dua anak laki-laki, yaitu Khattab bin Nufail dan satu lagi bernama abdu nahm.   Abdu Nahm tidak memiliki keturunan, dia terbunuh di perang fijar. Ibu Khattab adalah Hayyah binti Jabir bin Abi Habib bin fahm. Mereka berdua memiliki saudara seibu yaitu Zaid bin Umar bin Nufail

Ini adalah nasab Umar bin Khattab yang sebenarnya, tidak seperti yang  tercantum dalam kitab literatur syiah. Karena syi'ah terkenal sebagai pembohong dan menutupi kekafiran mereka, juga mereka sangat benci kepada Umar bin Khattab.

Mari kita simak bersama riwayat yang dicantumkan oleh Majlisi dalam kitab Biharul Anwar jilid 31 hal 203 bab nasab Umar bin Khattab , kelahiran dan wafatnya, beberapa kejadian antara Umar dan amirul mukminin Ali bin Abi Thalib

Hadits pertama : Ali bin Ibrahim Al Qummi mengatakan : lalu Allah melarang menikah dengan pezina : seorang pezina tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan atau perempuan musyrik, begitu juga pezina perempuan dilarang menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik, diharamkan yang demikian itu bagi orang beriman.  Ayat ini membantah pendapat mereka yang memperbolehkan menikah mut'ah dengan pezina dan juga melarang menikah dengan mereka. para pezina di sini adalah mereka yang dikenal sebagai pezina, yang tidak dapat diselamatkan oleh laki-laki dari lembah zina. Ayat ini turun mengenai perempuan Mekkah yang dikenal sebagai pezina yaitu Sarah, Hantamah (ibu Umar bin Khattab) dan Rabab. Mereka sering bernyanyi dengan sya'ir yang menghujat Rasul, maka Allah melarang orang mukmin menikahi mereka, dan tetap berlaku bagi wanita yang bersifat seperti mereka.

Kita lihat dalam tafsir Al Qummi ternyata itu adalah ucapan dari Al Qummi tanpa ada sanad, maka bagaimana bisa kita percaya? Kita tidak bisa percaya karena validitas sanadnya tidak bisa diteliti. Tapi bagi syi'ah itu tidak masalah, yang penting dendam pada Umar tetap dapat tersalurkan.
Hadits kedua yang dicantumkan oleh Majlisi dalam Biharul Anwar pada halaman berikutnya :

Allamah Ibrahim Al Qummi –semoga Allah menerangi kuburnya- dalam kitab Kasyful Haqqq : al Kalbi –salah seorang perawi ahlussunnah- (nanti akan dijelaskan bahwa dia bukanlah seorang sunni) dalam kitab Al Matsalib : Ibu Umar bernama Shahhak, dia adalah perempuan yang berasal dari Habasyah, budak wanita milik Hasyim bin abdi manaf, pernah digauli oleh Nufail bin Hasyim lalu digauli juga oleh Abdul Uzza bin Riyah, dia pun hamil dan melahirkan seorang anak bernama Nufail, kakek Umar bin Khattab. Fadhl bin Ruzbahan As Syihristani dalam ketarangannya atas kitab Kasyful Haqqq, setelah mengkritik validitas sanad riwayat itu, : pernikahan jahiliyah sebagaimana disebutkan oleh para ahli sejarah ada empat macam :

Bebrapa orang menggauli seorang wanita lalu jika wanita tersebut melahirkan seorang anak maka ahli nasab akan menentukan siapa bapaknya, atau pengakuan si perempuan akan dijadikan penentu siapa ayah bayi yang dilahirkannya, ada kemungkinan bahwa yang terjadi adalah sebuah bentuk pernikahan ala jahiliyah. Dalam penjelasan syarah disebutkan : jika hal itu benar maka tidak akan ada perzinaan pada masa jahiliyah, dan perbuatan seperti itu tidak dianggap sebagai sebuah aib, karena setiap terjadi persetubuhan antara laki-laki dan wanita maka mereka berdua dianggap telah menikah, tidak pernah terdengan pada masa jahiliyah ada seorang wanita yang digauli oleh banyak orang pada satu hari.

Ucapan Fadhl bin Rouzban benar adanya, tetapi saat ini kita sedang membahas nasab Umar bin Khattab.

Namun riwayat dari penyusun kitab Kasyful Haqq tetap tidak dapat diterima karena dia adalah seorang pembohong, karena dia menyebutkan bahwa al Kalbi adalah seorang sunni, padahal dia bukanlah seorang sunni, ini akan kita bahas kemudian.

Kemudian Majlisi kembali berbohong sperti biasanya, kali ini dia berusaha menipu pembaca :

Seperti disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam kitab Al Isti’ab : Khattab adalah anak dari Nufail bin Abdul Uzzabin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah in Adiy bin Ka'ab Al Qurasyiy, ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin Mughirah bin Abdullah bid Umar bin Makhzum. Sebagian orang mengatakan bahwa ibu Umar adalah  : Hantamah binti Hisyam bin Mughirah, dalam hal ini mereka telah keliru, karena jika memang benar demikian maka Hantamah adalah saudara Abu Jahal dan Harits bin Hisyam bin Mughirah padahal bukan, Hantamah adalah sepupu dari Abu Jahal, karena Hasyim bin Mughirah adalah saudara kandung Hisyam bin Mughirah.

Ini adalah kebohongan yang nyata, karena Majlisi mengatakan :

Seperti disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam kitab Al Isti’ab : Khattab adalah anak dari Nufail…

Kebohongan ini akan nampak jelas bagi pembaca yang merujuk langsung ke kitab Isti’ab, yang ada di sana adalah : Umar bin Khattab dst.. jadi kata Umar sengaja dihapus oleh Majlisi karena dia ingin membuat kesan kepada pembaca bahwa ibu Umar dan ibu Khattab adalah orang yang sama, ini adalah kebohongan karena Majlisi sengaja menghapus kata Umar yang tercantum dalam kitab Isti’ab.

Majlisi menukil dari Muhammad bin syahr asyub dan lainnya :

Bahwa Shahhak adalah budak hitam dari Ethiopia milik Abdul Muthalib, ketika dia sedang menggembala onta dia digauli oleh Nufail sehingga melahirkan Khattab. Ketika Khattab beranjak dewasa, dia jatuh cinta kepada Shahhak dan menggaulinya  hingga melahirkan seorang putri. Shahhak lalu membungkus bayinya dengan kain wool dan membuangnya di tepi jalan karena takut ketahuan oleh majikannya. Lalu Hasyim bin Mughirah menemukan bayi itu kemudian diberi nama Hantamah dipelihara olehnya hingga dewasa. Ketika Hantamah telah dewasa, pada suatu hari Khattab melihatnya dan jatuh cinta padanya. Akhirnya Khattab melamar Hantamah lalu mereka menikah dan melahirkan anak yang bernama Umar. Maka Khattab adalah ayah dan kakek serta paman Umar sendiri, begitu juga Hantamah adalah ibu sekaligus saudara Umar, maka pikirkanlah.

Muuhammad bin Syahr Asyub adalah salah satu ulama syiah, namun Majlisi tidak menjelaskan dari mana nara sumber Muhammad bin Syahr Asyub dalam menukil riwayat ini. Kita tidak tahu siapa yang berbohong, bisa jadi Majlisi mengarang sendiri riwayat ini atau riwayat ini memang lemah seperti biasanya.
Abbas Al Qummi dalam kitab Al Kuna wal Alqab mengatakan :

Ibn Syahr Asyub : rasyiduddin abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Syahr Asyub Assururi Al Mazindarani, ulama kebanggaan syiah……

Kita lihat dengan mudah sebuah berita diterima begitu saja tanpa melihat nara sumbernya. Memang kebencian sering membuat mata jadi buta. Barangkali sikap ilmiah dan kritis tidak berlaku ketika menghadapi musuh kerajaan persia. Tidak bisa "menyikat" Umar, orang tuanya pun kena.
Majlisi meneruskan lagi kebohongannya :

Saya mendapati dalam kitab Iqdud Durar karangan sebagian penganut mazhab kami, sebuah riwayat berasal dari Ali bin Ibrahim dari ayahnya dari Hasan bin Mahbub dari Ibnuz Zayyat dari imam Ja’far Ash Shadiq :

Shahhak adalah budak wanita milik Abdul Muthalib. Dia memiliki pantat yang besar. Asalnya dari Habasyah h dan selalu menggembala onta juga suka berzina. Nufail kakek Umar melihatnya dan langsung jatuh cinta dan mencumbunya di tempat menggembala onta. Saat itulah Nufail menggaulinya dan lahirlah Khattab (ayah Umar). Setelah Khattab beranjak dewasa, pada suatu hari dia melihat pantat ibunya dan langsung menggaulinya lalu hamil. Setelah melahirkan bayinya (Hantamah, ibu Umar) Shahhak pun takut jika majikannya mengetahui apa yang terjadi, maka dia membungkus si bayi dengan kain wool dan membuangnya di jalanan kota Mekkah . Si bayi (Hantamah, ibu Umar) ditemukan oleh Hisyam bin Mughirah dan dipungutnya lalu diberi nama Hantamah. Kebiasaan orang Arab saat itu jika seseorang memelihara anak yatim maka otomatis dianggap sebagai anaknya. Ketika Hantamah beranjak dewasa, Khattab melihatnya dan jatuh cinta padanya. Khattab langsung melamarnya dan menikahinya kemudian lahirlah Umar dari pernikahan itu. Maka Khattab adalah ayah Umar, kakeknya dan pamannya sekaligus, dan Hantamah adalah ibunya, saudaranya dan bibinya. Imam Ja’far pernah bersyair tentang hal ini :

Siapa yang kakeknya adalah pamannya dan ayahnya, sementara ibunya adalah saudaranya dan bibinya
Maka layak untuk membenci wali dan mengingkari baiatnya saat peristiwa ghadir.

Riwayat ini lemah karena ada dua cacat :

Ayah Hantamah adalah Hasyim bukannya Hisyam.

Saya telah melihat sendiri dalam kitab Iqdud Durar, saya mendapati bahwa Majlisi mengganti nama Yahya bin Mahjub dengan nama Hasan, karena Hasan bin Mahjub adalah Tsiqah sementara Yahya adalah majhul.

Lalu Majlisi mengutip dari Ibnu Abil Hadid yang menerangkan perkataan Ja’far As Shadiq : "tidak pernah disentuh oleh pelacur dan dipukul oleh pendosa " ucapan ini mengarah kepada kawan-kawan Umar yang nasabnya dituduh palsu. Seperti dikatakan bahwa Sa'ad bin Abi Waqqash bukanlah dari bani Zuhrah bin Kilab, tetapi asal mereka adalah dari bani Udzrah salah satu cabang dari Qahtan. Sebagaimana dikatakan bahwa Zubair bin Awwam bukanlah dari bani Asad bin Abdil Uzza tetapi mereka adalah kaum Qibti yang berasal dari mesir

Majlisi melanjutkan : Abu Utsman menceritakan dalam kitab mufakharat Quraisy bahwa telah sampai kepada Umar bin Khattab berita tentang beberapa orang penyair mencela nasab orang banyak lalu Umar menaiki mimbar dan berkhotbah : janganlah kalian mengungkap aib orang lain dan melacak nasab dan asal usul orang, karena jika aku katakan sekarang pada kalian, janganlah kalian keluar kecuali yang tidak memiliki cela maka tidak ada yang keluar seorang pun dari kalian. Lalu salah seorang dari suku Quraisy yang kita tidak ingin menyebutkan namanya : jika tinggal kita berdua wahai amirul mukminin mari kita keluar, lalu Umar berkata : kamu telah berbohong, kamu dulu dipanggil wahai penyanyi anak penyanyi, duduklah. Saya katakan bahwa orang itu bernama Muhajir bin Khalid bin Walid bin Mughirah al Makhzumi, Umar membenci ayahnya yang bernama Khalid juga karena Muhajir membela Ali bin Abi Thalib. Dia memiliki saudara bernama Abdurrahman yang membela Muawiyah sedangkan Muhajir berada di barisan Ali ketika perang Jamal dan matanya tertusuk saat mengikuti peperangan. Tetapi ucapan yang sampai kepada Umar telah sampai juga kepada Muhajir. Walid bin Mughirah adalah seorang yang dihormati oleh suku Quraisy, dia dijuluki Al 'Adl, dia adalah seorang tukang besi yang membuat baju besi dengan tangannya sendiri, disebutkan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitab ma'arif. Abul hasan al mada'ini dalam kitabnya " ummahatul khulafa'" menuliskan kisah ini, dia meriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad di kota Madinah dia berkata : jangan kamu cela dia, karena saya kasihan jika dia menceritakan kisah Nufail bin Abdul Uzzabersama Shahhak budak Zubair bin Abdul Muthalib, lalu berkata : semoga Allah merahmati Umar, karena sesungguhnya dia tidak melanggar sunnah kemudian membaca ayat : (terjemahannya)

Sesungguhnya mereka yang senang atas tersebarnya kekejian di antara orang beriman akan mendapat siksa yang pedih (surat an Nur ayat 11)

Lihatlah betapa imam Ja’far Ash Shadiq menerangkan jeleknya nasab Umar bin Khattab dan alasan mengapa Umar melarang orang untuk menjelek-jelekkan nasab orang lain. Seakan-akan Umar melarang orang menjelek-jelekkan nasab supaya tidak ada orang yang membicarakan nasab buruknya Umar. Lalu imam bertaqiyah saat memuji Umar. 

Ibnu Abil Hadid adalah seorang bermazhab syiah dan mu'tazilah. Al Qummi berkata tentang Ibnu Abil Hadid :



Izzuddin abdul hamid bin Muhammad bin Husain bin Abil Hadid Al Mada'ini Al Fadhil, seorang sastrawan dan pakar sejarah yang bijaksana, seorang penyair yang memberikan penjelasan atas kitab nahjul balaghah, pencipta tujuh syair yang terkenal, dia adalah penganut mazhab mu'tazilah seperti disebutkan oleh dirinya dalam sebuah syair yang mengandung pujian atas Ali bin Abi Thalib.

Saya menganut faham mu'tazilah dan sesungguhnya, saya mencintai karenamu setiap mereka yang bermazhab syi'ah.

Al Alusi dalam kitab Mukhtashar Tuhfah Itsna Asyriyyah mengatakan :

Sekte ke empat adalah syi'ah ekstrim : yaitu mereka yang mengatakan bahwa ali adalah tuhan dan pendapat lain yang mirip omongan orang mengigau. Kakekku berkata : menurut saya bahwa Ibnu Abil Hadid termasuk kelompok ini, dia selalu berubah dan berkelit seperti bunglon. Kita lihat banyak omongan mirip igauan dalam syairnya :

Sesungguhnya jika bukan karena pedang Ali, Islam hanya menjadi seperti seekor kijang atau kuku.

Syair lainnya :

Ali tidak bisa disamakan dengan sesuatu apa pun, juga tidak dapat dikatakan kapan dan di mana, dia terlalu besar untuk diserupakan dengan apa pun.
Ini adalah mazhab mu'tazilah dalam memahami sifat Allah, mereka mengatakan Allah itu tidak di mana mana dan tidak menyerupai apa pun, di sini Ibnu Abil Hadid menyerupakan Ali dengan Allah.

Ini adalah bantahan bagi "kroco-kroco" yang mungkin akan mengatakan bahwa Ibnu Abil Hadid adalah seorang sunni.

Syairnya juga :

Saya telah menerima akhlak dari rabb yang dapat memaafkan mereka yang ragu bahwa engkau adalah tuhan.

At Thufi seorang syiah mencuri bait syair yang sebenarnya karangan Ibnu Abil Hadid :

Betapa jauh perbedaan antara yang diragukan atas kebenaran khilafahnya,
Dengan dia yang dikatakan bahwa dia adalah Allah

Maksudnya menjelaskan perbedaan antara yang khilafahnya diragukan maksudnya adalah Abubakar dan dia yang dikatakan dia adalah Allah, yaitu Ali bin Abi Thalib.

Auzubillah …. Ini adalah ucapan syair yang keluar dari mulut syiah. Anda tidak akan menemukan syair macam ini dari ulama ahlussunnah.
Maka ucapan Ibnu Abil Hadid tidaklah dapat dijadikan pedoman dan pegangan, karena dia termasuk syi'ah ekstrim yang menuhankan Ali bin Abi Thalib.

Hadits ke empat : Majlisi mengatakan :
Salah satu riwayat yang mengisahkan cerita budak perempuan Zubair bin Abdul Muthalib, yaitu riwayat yang dicantumkan kulaini dalam raudhatul kafi dari Husain bin Ahmad bin Hilal dari Zur'ah dari Sama'ah :

Seseorang dari anak cucu Umar bin Khattab mengganggu seorang budak perempuan milik keturunan Aqil bin Abi Thalib, budak itu berkata : si Umari (keturunan Umar) ini telah menggangguku. Si Aqili (keturunan aqil) berkata : pancinglah dia agar masuk dalam ruang bawah tanah, lalu masuklah si Umari dan lalu si Aqili membunuhnya dan melemparkan mayatnya di pinggir jalan. Lalu berkumpullah anak cucu Abu Bakar, Umar dan Utsman dan mereka berkata : teman kami ini tidak ada yang menyamainya, dan kami tidak akan membunuh kecuali Ja’far bin Muhammad, pasti dia yang membunuh kawan kita. Abu Abdillah sedang berjalan ke arah Quba lalu aku memberitahunya tentang hasil pembicaraan mereka. lalu dia berkata : biarkan saja mereka. setelah mereka mengejarnya mereka menangkap dirinya dan berkata : pasti kamu yang membunuh kawan kami, kami tidak akan membunuh orang lain. Abu Abdullah berkata : saya ingin berdialog dengan wakil dari kalian, lalu Abu Abdillah berbicara dengan mereka di dalam masjid lalu mereka keluar dengan mengatakan : syaikhuna Ja’far bin Muhammad, pasti bukan kamu yang membunuh kawan kami dan bukan kamu yang menyuruhnya, akhirnya mereka pun pergi membubarkan diri.

Lalu saya pergi mengikuti Ja’far bin Muhammad dan berkata : betapa dekat kemarahan dan kesenangan mereka.. imam Ja’far menjawab: benar, saya berkata pada mereka : hendaknya kalian membatalkan tuntutan atau aku akan mengeluarkan isi surat ini. aku bertanya : apakah gerangan isi surat itu? Imam Ja’far berkata : isinya cerita bahwa ibu Khattab adalah budak Zubair bin Abdul Muthalib yang dirayu kemudian dihamili oleh Nufail (kakek Umar). Zubair pun mencari Nufail yang lari ke Tha'if, Zubair pun mengejarnya dan di tengah jalan dia melewati perkampungan suku Tsaqif, lalu mereka menanyainya : sedang apa kamu di sini wahai Abu Abdullah? Dia menjawab : budakku dirayu oleh Nufail kemudian dia lari ke Syam, (di sini nampak cerita tidak bersambung namun inilah yang kami temukan dalam kitab Al Kafi jilid 8) lalu Zubair pergi berdagang di negeri Syam, kemudian dia berkunjung ke raja penguasa Daumatul Jandal. Sang raja mengatakan padanya : wahai Abu Abdullah, saya ada perlu denganmu. Dia menjawab : apa keperluanmu wahai raja? ada seseorang dari keluargamu yang kuambil anaknya, saya ingin agar kamu mengembalikannya pada ayahnya. Zubair berkata : saya ingin melihatnya supaya bisa mengenalnya. Keesokan harinya Zubair mengunjungi sang raja, raja pun tertawa ketika melihatnya. Zubair berkata : apa yang membuatmu tertawa ? raja menjawab : saya tidak yakin bahwa anak ini ibunya adalah orang arab, begitu melihatmu dia langsung kentut. Zubair berkata : wahai raja jika engkau telah sampai ke Mekkah  akan kupenuhi keinginanmu. Setelah sang raja sampai di Mekkah , dia meminta bantuan kaum Quraisy  agar mengembalikan anaknya. Tetapi mereka menolak, lalu dia meminta bantuan pada Abdul Muthalib lalu berkata : saya tidak punya urusan dengannya, apakah kamu tidak tahu apa yang diperbuat si raja kepada anakku, tetapi pergilah menemuinya. Lalu Zubair mengatakan pada mereka :setan memiliki kemenangan dan anakku ini adalah anak setan, saya takut dia akan menjadi pemimpin di antara kita, tetapi bawalah dia ke dalam masjid saya akan mengecap wajahnya dengan besi panas, dan Zubair pun menulis bahwa dia dan anaknya tidak boleh duduk di depan saat ada majlis, tidak memimpin anak cucu kami dan tidak mendapat bagian dari kami jika kami mendapat warisan atau apa pun. Lalu mereka memasukkan anak itu ke dalam masjid dan mengecap wajahnya dengan besi panas dan Zubair pun menuliskan tulisan itu. Tulisan itu hari ini ada pada kami, saya mengatakan pada mereka: kalian memilih diam atau akan kukeluarkan tulisan yang membongkar aib kalian, lalu mereka pun diam dan tidak jadi meneruskan keinginannya.
Lalu budak Rasulullah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan apa-apa dan anak cucu abbas menggugat Abu Abdullah Ja’far bin Muhammad dalam masalah ini. Hisyam bin Abdul Malik naik haji pada tahun itu dan menemui mereka lalu Dawud bin Ali berkata : kesetiaan bagi kami, lalu Abu Abdullah berkata : yang benar kesetiaan adalah untukku, saya yang berhak menjadi pemimpin, Dawud bin Ali berkata : kakekkmu telah memerangi Muawiyah. Ja’far berkata : jika kakekku telah memerangi Muawiyah, maka kakekmu telah mengambil bagian yang banyak dan lari berkhianat ( syi'ah meyakini bahwa Abdullah bin Abbas telah mencuri uang baitul mal) lalu Ja’far berkata : saya akan mengalungkan kamu sebuah aib yang tak akan lepas, Dawud bin Ali berkata : ucapanmu ini lebih hina bagiku daripada kotoran hewan yang ada di Wadil Azraq. Ja’far berkata : lembah itu bukan milikmu dan milik ayahmu. Lalu Hisyam berkata : saya akan kembali besok pagi. Keesokan harinya Abu Abdullah membawa surat itu dalam kantong dan menemui Hisyam. Lalu Abu Abdullah mengeluarkan tulisan itu dan dibaca oleh Hisyam dan berkata : panggilkan jandal al khuza'I dan ukasyah adh dhamiri, mereka adalah orang tua yang hidup pada masa jahiliyah. Hisyam melemparkan surat itu agar dibaca oleh mereka berdua dan bertanya : apakah kamu mengenal tulisan ini? mereka berdua menjawab : ya, ini adalah tulisan Ash bin Umayyah. Hisyam berkata : tulisan kakekku berada padamu, saya memutuskan bahwa kamulah yang berhak. Dia keluar dan berkata :

Jika kalajengking kembali lagi kami pun siap, dan sandal telah disiapkan untuk mereka.

Saya berkata ; apa isi tulisan itu? Abu Abdullah menjawab : isinya adalah tentang Nutsailah, dia adalah budak milik ibu Zubair, Abu Thalib dan Abdullah, Abdul Muthalib mengambilnya dan lahirlah fulan, Zubair berkata : budak ini adalah warisan dari ibu kami, dan anakmu ini adalah hamba kami lalu Abdul Muthalib meminta pertolongan pada Quraisy, lalu Zubair menjawab : saya mau dengan syarat supaya dia tidak duduk di depan majlis dan tidak mendapat bagian warisan apa-apa, lalu ucapan itu ditulis, dan inilah tulisan itu. 

Dalam Raudhatul Kafi cetakan Darul Kutub al Islamiyah Teheran –bazar sultani- terdapat footnote berikut :

Dawud bin Ali adalah gubernur Hijaz pada masa bani Abbasiyah tahun 132 H padahal Hisyam bin Abdul Malik naik haji pada tahun 106 H. ini adalah pertanda bahwa riwayat ini adalah bohong dan palsu. Sampai di sini footnote Al Kafi jilid 8.

Kita bertanya-tanya, siapa yang memalsukan riwayat ini? ternyata salah satu perawinya ada yang lemah, yaitu Ahmad bin Hilal Al Karkhi Al Abarta'I :
Ibnu dawud dalam kitab rijalnya mengatakan : Ahmad bin Hilal bin Ja’far Al Abarta'I, dia berasal dari desa Abarta dekat Iskaf. Dia riwayatnya baik, ada yang diambil dan ada yang ditolak, telah banyak riwayat yang mencelanya dari sayyidina Abu Muhammad Al Askari (Hasan Al Askari, Imam Syi'ah ke 11), dia adalah tercela dan terkutuk, dia termasuk ekstrim yang tertuduh agamanya. Saya berpendapat agar tidak menerima dan menolak haditsnya kecuali yang diriwayatkan olehnya dari Hasan bin Mahbub dari kitab Masyikhah dan Muhammad bin Umair, Ahmad telah membacakan kedua kitab ini kepada kawan kawan kami dan mereka mempercayainya dalam riwayat kitab ini. dia lahir tahun 180 H dan meninggal tahun 267 H.

Ibnu dawud juga mencantumkan Ahmad bin Hilal ini dalam daftar perawi yang dilaknat.
Sementara At Thusi dalam kitab Fahrasat mengatakan :

Ahmad bin Hilal al Abarta'I, Abarta adalah desa di wilayah Iskaf Bani Junaid, lahir tahun 180 dan meninggal tahun 267 H. dia adalah seorang yang ekstrim dalam beragama lagi tertuduh agamanya, dia meriwayatkan banyak kitab induk mazhab kami.

Sementara allamah Al Hulli mengatakan : bagiku riwayatnya tertolak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar